Monday 25 April 2011

Peradaban Besar di Nusantara

Peradaban Besar di Nusantara

sumber : http://sejarah.kompasiana.com/2011/03/25/peradaban-besar-di-nusantara/

OPINI | 25 March 2011 | 09:49
127 8 Nihil

Nusantara adalah wilayah yang sekarang bernama Indonesia. Nusantara telah ada sejak ribuan tahun sedangkan nama Indonesia baru muncul pada abad 18. Wilayah Nusantara ternyata jauh lebih luas dari wilayah Indonesia saat ini.

Minat masyarakat tentang sejarah Nusantara mulai meningkat sejak munculnya novel sejarah karya Langit Kresna Haryadi yang berjudul “Gajah Mada”. Novel ini telah mendorong diskusi-diskusi tentang sejarah Majapahit yang merupakan kerajaan besar di masa 700 hingga 500 tahun yang lalu.

Setelah itu mulai diterjemahkan buku-buku karya penulis asing yang menggambarkan peradaban besar yang pernah berkembang di nusantara sejak ribuan tahun lalu.

Sebelum masyarakat heboh dengan buku Santos tentang Atlantis di Indonesia telah diterjemahkan juga sebuah buku karya Robert Dick-Read yang menggambarkan pengaruh peradaban nusantara di Afrika. Sayangnya buku ini tidak booming seperti buku Santos tentang Atlantis di Nusantara, padahal buku karya Dick-Read menggambarkan suku-suku bangsa di Nusantara adalah pelaut-pelaut pertama di dunia yang menjelajahi samudra. Bagi yang lahir di tahun 70an tentu masih sempat mengenal lagu “Nenek Moyangku Orang Pelaut” yang menggambarkan betapa gagah beraninya mereka mengarungi samudra.

Pelopor Penjelajah Samudra

1301020599900053260Menurut riset Dick-read seperti yang tertulis dalam bukunya “Penjelajah Bahari: Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika, 2008″ , seribu tahun sebelum Chengho maupun Columbus mengarungi samudra, ternyata pelaut-pelaut Nusantara telah mencapai Afrika yaitu pada abad 5 bahkan di duga jauh sebelumnya. Artinya jauh sebelum bangsa Eropa mengenal Afrika selain gurun Saharanya, dan jauh sebelum bangsa Arab dan Shirazi menemukan kota kota-kota eksotis di pantai timur Afrika seperti Kilwa,Lamu dan Zanzibar.

Diantara bukti tersebut adalah banyaknya kesamaan alat-alat musik, teknologi perahu, bahan makanan, budaya dan bahasa bangsa Zanj (ras Afro-Indonesia) dengan yang ada di Nusantara. Di sana, ditemukan sebuah alat musik sejenis Xilophon atau yang kita kenal sebagai Gambang dan beberapa jenis alat musik dari bambu yang merupakan alat musik khas Nusantara. Ada juga kesamaan pada seni pahat patung milik suku Ife, Nigeria dengan patung dan relief perahu yang ada di Borobudur.

Beberapa tanaman khas Indonesia yang juga tak luput di hijrahkan ke sana, semisal pisang raja, ubi jalar, keladi dan jagung. Menurut penelitian George Murdock, profesor berkebangsaan Amerika pada 1959, tanaman-tanaman itu dibawa orang-orang Indonesia saat melakukan perjalan ke Madagaskar.

Atlantis di Nusantara

13010202461893294783Prof. Arysio Santos penulis buku “Atlantis, The lost Continent Finally Found” tidak sempat mengunjungi Indonesia. Ia meninggal setelah menyelesaikan buku ini.

Melalui penelitian panjang dan melelahkan selama lebih dari 30 tahun, Santos menemukan keserupaan dalam cerita mistis tentang asal-usul serta ilmu pengetahuan dan kebudayaan di hampir semua peradaban. Hasil penelitiannya telah mengubah cara pandang kita tentang sejarah manusia, agama , antropologi , dan bidang-bidang yang terkait.

Salah satu yang menarik dari buku Santos tentang Atlantis di Indonesia adalah bahwa banyak cara pandang baru bagaimana metoda untuk memahami dan membuktikan sejarah masa ribuan tahun lalu. Mengembangkan imajinasi untuk memahami masa lalu itu sangat penting.Soal penamaan peradaban besar sebagai Atlantis tidaklah menjadi penting, Yang terpenting bahwa buku Santos “Atlantis, The lost Continent Finally Found” memberi gambaran bagaimana Nusantara (Nama wilayah Indonesia di masa lalu) adalah awal berkembangkan peradaban dan kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia.

13010204341643878439Pada tahun 2010 terbit buku terjemahan karya Oppenheimer,”Eden in the East : The Drowned Continent of Southeast Asia”. Edisi asli buku ini terbit sejak 1998 dan telah menggoncang kalangan ilmuwan arkeologi dan paleoantropologi pada waktu itu. Buku ini mengajukan tesis bahwa Sundaland adalah Taman Firdaus (Taman Eden), suatu kawasan berbudaya tinggi, tetapi kemudian tenggelam, lalu para penghuninya mengungsi ke mana-mana : Eurasia, Madagaskar, dan Oseania dan menurunkan ras-ras yang baru. Hipotesis ini ia bangun berdasarkan penelitian atas geologi, arkeologi, genetika, linguistk, dan folklore atau mitologi.

Berdasarkan geologi, Oppenheimer mencatat bahwa telah terjadi kenaikan muka laut dengan menyurutnya Zaman Es terakhir. Laut naik setinggi 500 kaki pada periode 14.000-7.000 tahun yang lalu dan telah menenggelamkan Sundaland. Arkeologi membuktikan bahwa Sundaland mempunyai kebudayaan yang tinggi sebelum banjir terjadi. Kenaikan muka laut ini telah menyebabkan manusia penghuni Sundaland menyebar ke mana-mana mencari daerah yang tinggi.

Ketiga buku tersebut pada prinsipnya sama-sama membahas berkembangnya peradaban besar nusantara dalam kurun ribuan tahun lalu. Peradaban nusantara ini menjadi sumber dan pemicu majunya peradaban-peradaban besar di seluruh dunia seperti peradaban India, Cina, Mesir, Yunani, Persia dan Maya. Sementara itu di sejarah resmi yang berkembang di Indonesia mengatakan bahwa pada masa-masa itu nusantara masih primitif atau baru mengalami masa megalitikum. Hal ini terjadi karena para arkeolog Indonesia masih mengganggap bahwa suku-suku bangsa di Indonesia berasal dari asia.

Asal Suku-Suku Bangsa di Nusantara

Dalam sejarah resmi disebutkan bahwa suku-suku bangsa di nusantara berasal dari benua asia. Selain buku Santos tentang atlantis dan buku Openheimer tentang surga di timur ternyata riset DNA terbaru justru memutar balikkan sejarah resmi tersebut. Justru riset-riset DNA tersebut membuktikan bangsa Asia berasal dari suku bangsa di kepulauan asia tenggara (nusantara). Ini berarti bangsa-bangsa di Asia akan menyebut suku-suku bangsa di Asia Tenggara sebagai saudara tua bukan sebaliknya.

1301021297194323890Berita yang dimuat oleh media online dari Universitas Oxford (ox.ac.uk/media) menyebutkan bahwa studi yang dipimpin oleh Universitas Leeds dan diterbitkan dalam bulan Mei 2008, Molecular Biology and Evolution,menunjukkan bahwa sebagian besar dari garis-garis DNA mitokondria (diwarisi oleh keturunan perempuan) telah berkembang di kawasan pulau Asia Tenggara untuk jangka waktu yang lebih lama, yaitu sejak manusia modern tiba sekitar 50.000 tahun yang lalu. DNA menunjukkan garis keturunan penduduk pada waktu yang sama dengan naiknya permukaan laut dan juga menunjukkan migrasi ketaiwan, ke timur ke New Guinea dan Pasifik, dan ke barat ke daratan Asia Tenggara - dalam 10.000 tahun terakhir.

Pada tahun 2009, para ilmuwan Asia yang di pimpin oleh ahli biomolekuler Indonesia , Prof. Sangkot Marzuki juga melakukan riset DNA dan melaporkan hasilnya risetnya seperti yang dimuat di kompas.com, yaitu:

13010210101762257605

Prof. Sangkot Marzuki (Gb. Matanews.com)

“Nenek-moyang bangsa-bangsa Asia yang keluar dari Afrika sekitar 100.000 tahun lalu itu menyusuri sepanjang pesisir selatan ke arah timur dan lebih dulu berpusat di Asia Tenggara sekitar 60.000 tahun lalu, baru kemudian menyebar ke berbagai kawasan di utaranya di Asia,” kata Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Dr Sangkot Marzuki kepada pers di Jakarta, Jumat (11/12/2009).

Menurut Sangkot Marzuki, kesimpulan terbaru ini membantah teori sebelumnya yang menyebut bahwa ada jalur majemuk migrasi nenek moyang bangsa Asia, yakni melalui jalur utara dan jalur selatan, serta membantah bahwa bangsa Asia Tenggara (yang berbahasa Austronesia) berasal dari Taiwan.

Hal itu terlihat pula dari keanekaragaman genetik yang makin ke selatan semakin tinggi, sedangkan etnik-etnik di kawasan Asia lebih utara lebih homogen. Demikian dikatakan Sangkot yang merupakan salah satu pemrakarsa riset tersebut.

Riset ini dilakukan oleh lebih dari 90 ilmuwan dari konsorsium Pan-Asian SNP (Single-Nucleotide Polymorphisms) dinaungi Human Genome Organization (Hugo) yang meneliti 73 populasi etnik Asia di 10 negara (Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, India, China, Korea, Jepang, dan Taiwan) dengan total sekitar 2.000 sampel.

Menurut Sangkot, kesimpulan dari riset yang memakan waktu tiga tahun dan telah dirilis di jurnal Science pada 10 Desember 2009 berjudul “Mapping Human Genetic Diversity in Asia” itu jauh lebih akurat dibanding riset-riset sebelumnya yang hanya menggunakan DNA mitokondria atau kromosom Y karena menganalisis seluruh kromosom.”

Jika riset-riset DNA telah membuktikannya, bagaimana dengan respon para arkeolog Indonesia menanggapi 2(dua) riset DNA di atas yang membuktikan bahwa bangsa-bangsa di Asia justru berasal dari kepulauan di Asia Tenggara (Nusantara)

Ekspansi hingga Benua Amerika

Pada Januari 2011 lalu, Yayasan Turangga Seta mempresentasikan penemuannya kepada Pemda Kabupaten Blitar tentang pembacaan relief di Candi Panataran.

Dalam pahatan relief terkuak sejarah jika nenek moyang kita pernah melakukan ekspansi hingga Benua Amerika dengan mengalahkan bangsa Indian dan sempat berperang dengan prajurit Bangsa Maya. Mereka kemudian menguasai wilayah tersebut hingga diangkat sebagai penguasa.

1301022441306858272

Gambar & Keterangan Oleh Turangga Seta

Seperti termuat dalam buku “The Emergence Of Man“, Jose Imbelloni dari Argentina mengatakan bahwa siapapun tidak dapat memahami benar, sejarah suku bangsa dan kebudayaan Benua Amerika yang dulu, tanpa memperhatikan bantuan bangsa-bangsa Asia Tenggara.

1301020768675974789

Gb. Turangga Seta

Sementara relief yang lain digambarkan beberapa bangsa lain seperti Bangsa Han (China), Bangsa Campa, Bangsa Maya, Bangsa Yahudi dan Bangsa Mesir tunduk pada leluhur kita. Demikian seperti diungkapkan Ketua Yayasan Turangga Seta, Agung Bimo Sutejo.

Ras Manusia Kera, Ras Raksasa dan Manusia Biasa.

Dalam presentasinya di hadapan pemda Kabupaten Blitar Agung Bimo Sutejo juga mengatakan bahwa dalam pahatan lain terungkap jika pada waktu itu terdapat 3 species yang sudah mempunyai peradaban yakni ras manusia kera, ras raksasa dan manusia biasa. Mereka pun hidup saling berdampingan.

1301019986875163720

Gb. Turangga Seta

Gambaran pada relief ini sekaligus membantah teori Darwin yang menyatakan manusia berasal dari evolusi kera. Dalam tata cara kematian manusia jaman dulu mereka yang meninggal jasadnya akan diperabukan sehingga fosilnya tidak akan ditemukan. Sedangkan ras manusia kera dan raksasa dengan cara dikubur sehingga fosil yang banyak ditemukan arkreolog tersebut adalah fosil ras manusia kera atau manusia raksasa yang berbeda dengan species kita saat ini. Ras manusia kera dan raksasa dan telah punah walaupun di masa lalu pernah hidup berdampingan dengan ras manusia biasa.

Sumber: lakubecik.org, humas pemda blitar, ox.ac.uk/media dan dari berbagai sumber.

Kerajaan-kerajaan di Tanah Sunda

http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan-kerajaan_di_Tanah_Sunda

Kerajaan-kerajaan di Tanah Sunda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Wilayah bekas Kerajaan-kerajaan Sunda

Kerajaan-kerajaan di Tanah Sunda merujuk kepada kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Tanah Sunda (wilayah bagian barat pulau Jawa) pada masa lalu sebelum berdirinya Republik Indonesia pada tahun 1945. Kerajaan-kerajaan di Tanah Sunda terdiri dari:

  1. Salakanagara
  2. Tarumanagara (beribukota di Chandrabhaga/Bekasi & Sundapura)
  3. Kerajaan Sunda (disebut juga Sunda-Galuh, berikbukota di Pakuan Pajajaran; Saunggalah dan Kawali)
  4. Kesultanan Banten, Kesultanan Cirebon & Kerajaan Islam Sumedang Larang

Daftar isi

[sembunyikan]

Salakanagara

prasasti yang berumur 1600 tahun yang berasal dari zaman Purnawarman, raja Tarumanagara, yang ditemukan di Kelurahan Tugu, Jakarta

Menurut naskah “Pustaka Rayja-rayja I Bhumi Nusantara”, kerajaan di pulau Jawa adalah Salakanagara (artinya: negara perak). Salakanagara didirikan pada tahun 52 Saka (130/131 Masehi). Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota Pandeglang, kota yang terkenal dengan hasil logamnya (Pandeglang dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata-kata panday dan geulang yang artinya pembuat gelang). Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan Sunda, memperkirakan bahwa letak ibukota kerajaan tersebut adalah yang menjadi kota Merak sekarang (merak dalam bahasa Sunda artinya "membuat perak"). Sebagain lagi memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar Gunung Salak, berdasarkan pengucapan kata "Salaka" dan kata "Salak" yang hampir sama.

Adalah sangat mungkin bahwa Argyre atau Argyros pada ujung barat Iabadiou yang disebutkan Claudius Ptolemaeus Pelusiniensis (Ptolemy) dari Mesir (87-150 AD) dalam bukunya “Geographike Hypergesis” adalah Salakanagara.

Suatu laporan dari Cina pada tahun 132 menyebutkan Pien, raja Ye-tiau, meminjamkan stempel mas dan pita ungu kepada Tiao-Pien. Kata Ye-tiau ditafsirkan oleh G. Ferrand, seorang sejarawan Perancis, sebagai Javadwipa dan Tiao-pien merujuk kepada Dewawarman.

Kerajaan Salakanagara kemudian digantikan oleh kerajaan Tarumanagara.

Tarumanagara

Kerajaan Tarumanagara adalah antara abad keempat dan ketujuh. Catatan sejarah dari kerajaan tersebut yang berupa prasasti bertebaran di bagian barat pulau Jawa. Pelancong dari Cina juga menyebutkan keberadaan dari kerajaan ini. Sumber-sumber sejarah tersebut sepakat bahwa raja Tarumanagara yang paling kuat adalah raja Purnawarman, yang menaklukkan negara-negara di sekitarnya......

Kerajaan Sunda

Kerajaan Sunda, yang disebut juga Kerajaan Sunda Galuh, adalah kerajaan yang pernah ada dan mencakup wilayah yang sekarang menjadi provinsi Jawa Barat, bagian barat provinsi Jawa Tengah dan provinsi Lampung.

Kesultanan Banten

Dalam tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati dari Cirebon bersama tentara Kesultanan Demak merebut pelabuhan Banten dari Kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang menjadi sekutu Kesultanan Demak. Para penyebar agama Islam telah menyebarkan dan memperkenalkan Islam secara damai kepada masyarakat di Tanah Sunda, dan sebagai hasilnya masyarakat Sunda mayoritas menjadi pemeluk agama Islam.

Selama tahun 1552-1570, Maulana Hasanudin memerintah sebagai sultan pertama dari Kesultanan Banten.

Kesultanan Banten mencapai masa keemasan pada awal sampai pertengahan abad ketujuh. Kesultanan Banten berlangsung selama 300 tahun (1526 – 1813 AD).

Kesultanan Cirebon

Kesultanan Cirebon didirikan pada abad ke enambelas. Kesultanan ini didirikan oleh Sunan Gunungjati.

Kerajaan Islam Sumedang Larang

Sejarah Sumedang Larang

Seorang resi keturunan dari Galuh datang ke sebuah kawasan di pinggiran sungai Cimanuk, daerah Cipaku, Kecamatan Darmaraja, Sumedang sekarang. Kehadiran Resi yang bernama Prabu Guru Aji Putih ini, membawa perubahan-perubahan dalam tata kehidupan masyarakat setempat, yaitu telah ada dan dirintis oleh Prabu Agung Cakrabuana sejak abad ke delapan.

Secara perlahan-lahan dusun-dusun sekitar pinggiran sungai Cimanuk diikat oleh struktur pemerintahan dan kemasyarakatan. hingga berdirilah Kerajaan Tembong Agung sebagai cikal bakal kerajaan Sumedang Larang di Kampung Muhara, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja sekarang. Prabu Guru Aji Putih berputra Prabu Tajimalela. Menurut perbandingan generasi, dalam kropak 410, Prabu Tajimalela sezaman dengan tokoh Rgamulya (1340 - 1350) penguasa Kawali dan tokoh Suradewata, Ayahanda Batara Gunung bitung Majalengka.

Prabu Tajimalela naik tahta menggantikan ayahnya pada mangsa poek taun saka. Menurut cerita rakyat, kepemimpinan Prabu Tajimalela sangat menaruh perhatian pada bidang pertanian di sepanjang tepian sungai Cimanuk, peternakan dipusatkan di paniis Cieunteung dan pemeliharaan ikan di Pengerucuk (Situraja).

Pada masa kekuasaan pernah terjadi pemberontakan disekitar Gunung Cakrabuana yang dilakukan oleh Gagak Sangkur. Terjadilah perang sengit antara wadia balad Gagak Sangkur dengan Prabu Tajimalela dengan kemenangan di pihak Prabu Tajimalela dan Gagak Sangkur dapat ditaklukan.

Gagak Sangkur menyatakan ingin mengabdi kepada Prabu Tajimalela. Kemudian dilantik menjadi patih. Setelah itu, untuk menyempurnakan ilmunya Prabu Tajimalela meninggalkan Keraton untuk melakukan tapabrata, untuk memperoleh petunjuk dan kukatan dari Yang Gaib, yang dikiaskan dalam ungkapan : Sideku sinuku tunggal mapat pancadria, diamparan boeh rarang, lelembutan ngajorang alam awang-awang, ngungsi angkeuhan nu can katimu.

Pada saat itulah kemudian ia tiba-tiba mengucapkan kata : Insun Medal Mandangan yang kemudian menjadi populer dengan sebutan Sumedang. Tahta kerajaan Sumedang Larang dari Prabu Tajimalela dilanjutkan oleh Prabu Gajah Agung, yang berkedudukan di pinggir kali Cipeles dengan gelar Prabu Pagulingan sehingga daerah tersebut saat ini di kenal sebagai nama Ciguling termasuk wilayah Kecamatan Sumedang Selatan. Prabu Pagulingan digantikan oleh putranya dengan gelar Sunan Guling. Ia berputra bernama Ratnasih alias Nyi Rajamantri diperistri oleh Sribaduga Maharaja karena itu yang menggantikan Sunan Guling adalah adik Ratu Ratnasih bernama Mertalaya sebagai penguasa ke empat Sumedang Larang yang juga bergelar Sunan Guling.

Sunan Guling digantikan putranya Tirta Kusumah yang dikenal dengan nama Sunan Patuakan. Kemudian digantikan oleh adiknya Sintawati atau lebih dikenal dengan Nyi Mas Patuakan. Ratu Sintawati berjodoh dengan Sunan Gorenda, Raja Talaga putra Ratu Simbar Kecana dari Kusumalaya, putra Dea Biskala. Dengan demikian ia menjadi cucu menantu penguasa Galuh.

Sunan Gorenda mempunyai dua istri : Mayangsari Langlangbuana dari Kuningan dan Sintawati dari Sumedang. Dari Sintawati putri sulung Sunan Guling ini, Sunan Gorenda dikaruniai seorang putri bernama Setyasih, yang kemudian bergelar Ratu Pucuk Umum.

Ratu Pucuk Umum menikah dengan Ki Gedeng Sumedang yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Santri putra Pangeran Palakaran, putra Maulana Abdurahman alias Pangeran Panjunan. Perkawinan Ratu Setyasih dengan Pangeran Santri inilah agama Islam mulai menyebar di Sumedang.

Dari perkawinan dengan Pangeran Santri, Ratu Pucuk Umum atau dikenal dengan nama Ratu Intan Dewata dikaruniai 6 (enam) orang putra, salah satunya Raden Angkawijaya, yang kemudian hari bergelar Prabu Guesan Ulun.

Pada 14 Syafar Tahun Jim Akhir kerajaan Padjajaran runtag (runtuh) akibat serangan laskar gabungan Islam Banten, Pangkungwati dan Angka. Runtuhnya Kerajaan Padjajaran waktu itu tidak lantas menyeret Sumedang Larang ikut runtuh pula, karena sebagai masyarakat Sumedang pada waktu itu sudah memeluk Islam. Dengan berakhirnya Kerajaan Sumedang, justru Sumedang Larang makin berkembang menjadi kerajaan yang berdaulat penuh.

Sebelum Prabu Siliwangi meninggalkan Padjajaran mengutus empat orang Kandagalante : Jayaperkosa, Sanghyang Hawu, Terong Peot, dan Nagganan untuk menyerahkan amanat kepada Prabu Geusan Ulun, yaitu pada dasarnya Kerajaan Sumedang Larang supaya menjadi penerus Kerajaan Padjajaran Mahkota dan atribut Kerajaan Padjajaran dibawa oleh Senapati Jayaperkosa dan diserahkan kepada Prabu Geusan Ulun yang merupakan legalitas kebesaran Kerajaan Sumedang Larang sebagai penerus Padjajaran.

Prabu Geusan Ulun yang dinobatkan pada 22 April 1578 adalah merupakan Raja Sumedang Larang terakhir, karena setelah itu Sumedang Larang berada di bawah naungan kerajaan Mataram. Pangeran Ariasuradiwangsa dari Sumedang Larang sebagai penerus Geusan Ulun (putra dari Ratu Harisbaya) 1620 berangkat ke Mataram, untuk menyerahkan Sumedang Larang berada dibawah naungan Mataram. Dengan demikian sejak itulah Sumeang Larang terkenal dengan nama "Priangan" artinya berserah dengan hati yang suci. Kedudukan penguasa Sumedang Larang menjadi Bupati Wedana.

Tahun 1681 Bupati Wedana Sumedang yaitu Pangeran Rangga Gempol III Kusumahdinata yang dikenal dengan sebutan Pangeran Panembahan adalah Bupati Pertama yang berani menentang pemerintahan VOC, agar kembali dari merdeka dan berdaulat untuk kemudian mempersatukan kembali daerah-daerah sebagian yang pernah dikuasai oleh Pakuan Padjajaran pada zamannya.

Tahun 1811 Bupati Wedana Pangeran Kusumahdinata IX atau dikenal dengan Pangeran Kornel dengan tegas menentang kerja Rodi yang dilakukan oleh VOC (Kompeni) VOC saat itu di pimpin oleh Gubernur Jendral H.W Daendels. Kerja Rodi membuat jalan dan menelan banyak korban ini membuka sarana lalu lintas Anyer-Panarukan untuk mengangkut rempah-rempah.

Peristiwa pembuatan jalan ini terkenal sebagai Peristiwa Cadas Pangeran.

Tahun 1888 Bupati Pangeran Aria Suriaatmaja atau dikenal juga sebagai Pangeran Mekah mengungkapkan kepada Belanda, bahwa Belanda harus memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia/Nusantara.

Hal ini dapat diketahui melalui literatur yang beliau tulis dalam buku dengan judul: Ditiung memeh Hujan

Pada zaman perjuangan kemerdekaan Indonesia di Jawa Barat, sewaktu pasukan-pasukan Divisi Siliwangi kembali Hijrah, tepatnya pada tanggal 11 April 1949 terjadi peristiwa-peristiwa bersejarah di Sumedang, di Kecamatan Buah Dua dan begitu juga di Kecamatan Situraja, pertempuran melawan tentara Belanda.

Pada era pembangunann mengisi kemerdekaan Indonesia tidak sedikit putra-putri Sumedang telah mengukir namanya dalam catatan tersendiri. Dari catatan tersebut Sumedang dapat disimpulkan sebagai kota yang menyimpan nilai sejarah bangsa dan tidak mustahil Sumedang akan terus melahirkan sejarah selanjutnya.

Untuk lebih jelas dan lengkapnya dapat dilihat di kitab cariosan prabu siliwangi di Museum Prabu Guesan Ulun Sumedang.

Rujukan

  • “Maharadja Cri Djajabhoepathi, Soenda’s Oudst Bekende Vorst”, TBG, 57. Batavia: BGKW, page 201-219, 1915)
  • Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid I: Dokumen-dokumen sejarah Jakarta sampai dengan akhir abad ke-16
  • Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran, Jilid 2, Edi S. Ekajati, Pustaka Jaya, 2005
  • The Sunda Kingdom of West Java From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor, Herwig Zahorka, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2007-05-20

Monday 4 April 2011

Menkeu Tak Setuju Redenominasi Masuk RUU Mata Uang


http://www.detikfinance.com/read/2011/04/04/170540/1608358/5/menkeu-tak-setuju-redenominasi-masuk-ruu-mata-uang




"RUU tidak mengatur redenominasi karena berdampak sosial dan ekonomi, jadi belum dikoordinasikan pemerintah dengan DPR," kata Agus dalam rapat pembahasan RUU Mata Uang dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (4/4/2011).

Karena itu, Agus tak setuju jika pembahasan soal redenominasi ini dimasukkan ke dalam RUU Mata Uang.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan Anggota Komisi XI DPR sudah menyetujui untuk memasukkan redenominasi dalam RUU Mata Uang.

Dikatakan Harry, bunyi pasal soal redenominasi di RUU Mata Uang adalah: 'Perubahan harga rupiah diusulkan BI berkoordinasi dengan pemerintah untuk mendapat persetujuan DPR.'

Di penjelasan pasal tersebut disebutkan, perubahan harga rupiah yang dimaksud adalah redenominasi. "Jadi dalam pembahasannya, perubahan harga rupiah adalah redenominasi itu. Misalnya dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 rupiah," imbuh Harry.

Seperti diketahui, bank sentral mengagendakan proses redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang akan berlangsung selama 10 tahun.

Adapun tahapan redenominasi yakni


  • 2011-2012 : Sosialisasi
  • 2013-2015 : Masa Transisi
  • 2016-2018 : Penarikan Mata Uang Lama
  • 2019-2022 : Penghapusan Tanda Redenominasi di Mata Uang dan Proses Redenominasi Selesai.

Kerajaan Salakanagara; kerajaan tertua di Nusantara dan cikal bakal kerajaan-kerajaan di Nusantara

http://www.wacananusantara.org/content/view/category/8/id/15

Sebetulnya, keterangan mengenai Kerajaan Salakanagara ini hampir tidak ada. Tidak ada atau belum ditemukan satu sumber sezaman tentang Salakanagara, baik berupa prasasti, candi, atau naskah, kecuali arca dan berita dari Cina. Satu-satunya keterangan tertulis mengenai kerajaan ini adalah Pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara yang ditulis pada abad ke-17 oleh Panitia Wangsakerta.

Sebelum membahas kerajaan ini, marilah kita mengupas perihal naskah Wangsakerta ini. Naskah yang dibuat secara lokakarya atau seminar (gotrasawala) ini masih diperdebatkan keabsahannya sebagai sumber sejarah. Para sarjana sejarah, filologi, dan arkeologi masih berdebat tentang data yang tercantum dalam naskah yang disusun oleh para ahli (mahakawi) “sejarah” dari berbagai pelosok Nusantara. Kitab ini terbagi dalam lima parwa (jilid), dan setiap parwa tersusun atas lima sarga (bab). Selain Pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara, terdapat naskah-naskah lainnya yang disusun panitia Wangsakerta, seperti Carita Parahyangan, Nagarakretabhumi, Pustaka Dwipantara, Pustaka Pararawtan I Bhumi Jawadwipa.

Secara garis besar, Pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara membagi Nusantara ke dalam tiga zaman, yakni purwayuga (zaman prasejarah atau nirleka), rajakawasayuga (zaman kejayaan raja-raja), dan dukhabharayuga (zaman kesengsaraan, yakni zaman pejajahan Belanda). Nah, dengan demikian tak ada salahnya bila kita mengetahui hal-ikhwal kerajaan ini, meski belum dapat dijadikan kepastian sejarah.

Menurut pustaka tersebut, Salakanagara merupakan kerajaan pertama di Nusantara yang berlokasi di Jawa Barat bagian barat, daerah Banten. (Jadi, bukan Kutai seperti yang kita percayai selama ini). Pendirinya adalah Dewawarman, bergelar Prabu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapura-sagara. Dewawarman berasal dari negeri India. Oleh Kerajaan Pallawa di India, ia ditugaskan untuk menjadi duta negara ke sebelah barat Pulau Jawa. Ia kemudian menjadi raja kecil di pesisir barat Jawa Barat. Nama Raksagapurasagara kiranya mengingatkan kita pada nama gunung di Pulau Panaitan, tempat di mana ditemukannya sejumlah arca Siwa dan Ganesa, bernama Gunung Raksa.

Setelah tiba di Ujungkulon, Dewawarman menikah dengan Pwahaci Larasati, anak dari kepala desa setempat yang bernama Aki Tirem atau Sang Aki Luhurmulya. Aki Tirem nyatanya berasal dari Swarnabhumi (Sumatera), sementara leluhurnya berasal dari India.

Dewawarman bersama anak buahnya, baik yang berasal dari India maupun penduduk pribumi, harus senantiasa menjaga ketertiban dan keamanan wilayahnya. Bandar-bandar yang terletak di tepi laut atau di muara sungai itu sering dijambangi perompak. Diceritakan, pada suatu hari ada perahu perompak yang nekad berlabuh sehingga perahu mereka dikepung oleh pasukan Dewawarman. Berlangsunglah pertempuran yang alot. Sebanyak 37 orang perampok mati terbunuh, sedangkan yang tertawan atau luka-luka sebanyak 22 orang. Perompak yang tertawan lalu dihukum gantung. Sementara itu, Aki Tirem memeroleh perahu lengkap dengan senjata dan perlengkapannya. Sebagai perwujudan terima kasih, Aki Tirem mengadakan utsarwakarma atau upacara jamuan lengkap dengan pertunjukan kesenian. Singkat cerita, para anak buah Dewawarman menikah dengan pribumi setempat dan beranak-pinak di sana.

Tatkala Aki Tirem sakit parah, ia menyerahkan daerah kekuasaannya kepada Dewawarman, menantunya. Setelah Aki Tirem wafat, Dewawarman segera mengumumkan berdirinya kerajaan Hindu di Ujungkulon bernama Salakanagara. Pwahaci Larasati pun menjadi permaisuri dengan gelar Dewi Dhwanirahayu.
Disebutkan dalam pustaka tersebut, Dewawarman (disebut juga Dewawarman I) memerintah tahun 130-168 Masehi. Keterangan ini tak bertentangan dengan kronik (berita) Cina yang menyebutkan bahwa pada tahun 132 M di wilayah Jawa bagian barat ada raja bernama Pien dari Kerajaan Ye-tiao. Pien merupakan nama Cina untuk Dewawarman, sedangkan Ye-tiao lafal Cina untuk Jawadwipa. Keterangan tertulis lain tentang keberadaan Salakanagara (yang berarti “Kota Perak” atau disebut juga Rajatapura) adalah catatan ahli geografi Yunani Kuno bertahun 150 M, Ptolemeus. Ia menulisnya dengan nama Argyre.

Wilayah Salakanagara meliputi daerah Jawa Barat bagian barat, termasuk semua pulau yang terletak di sebelah barat Pulau Jawa, dan laut yang membentang antara Jawa dan Sumatra. Karena letaknya strategis, Salakanagara merupakan tempat perahu dagang berlalu-lalang dari arah barat ke timur dan sebaliknya. Maka dari itu, perahu-perahu tersebut mau tak mau harus singgah di sana dan menghadiahkan persembahan/upeti kepada raja (semacam pajak). Sebagai imbalannya, perahu tersebut mendapat perlindungan dari raja. Sebaliknya, para perompak dan pengacau keamanan akan ditindak keras: perahu mereka dirampas, perompaknya dihukum gantung!

Dari pernikahannya dengan Pwahaci Larasati, Dewawarman memiliki beberapa anak. Satu di antaranya anaknya kemudian menggantikannya menjadi raja, yakni yang bergelar Prabu Digwijayakasa Dewawarman (Dewawarman II) yang memerintah tahun 168-195 M. Dewawarman pun memiliki istri lain seorang putri Pallawa yang meninggal di negerinya; keturunannya pun tetap tinggal di India.

Bila diurut, raja-raja yang memerintah di Salakanegara adalah sebagai berikut.
1. Sang Prabu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara
(Dewawarman I), memerintah tahun 130-168 M.
2. Sang Prabu Digwijayakasa Dewawarman (Dewawarman II), memerintah tahun
168-195 M.
3. Sang Prabu Singhasagara Bhimasatyawirya (Dewawarman III), memerintah tahun
195-238 M.
4. Sang Prabu Dharmasatyanagara (Dewawarman IV), menantu Dewawarman III,
memerintah tahun 238-252 M.
5. Sang Prabu Amatya Sarwajala Dharmasatya Jayawarunadewa (Dewawarman V),
menantu Dewawarman IV, memerintah tahun 252-289 M.
6. Sang Prabu Ghanayanadewa Linggabhumi (Dewawarman VI), anak Dewawarman V,
memerintah 289-308 M.
7. Sang Prabu Bhimadigwijaya Satyaganapati (Dewawarman VII), anak Dewawarman VI,
memerintah 308-340 M.
8. Sang Prabu Dharmawirya Salakabhuwana (Dewawarman VIII), menantu
Dewawarman VII, memerintah 340-363 M.

Prabu Ghanayanadewa Linggabhumi (Dewawarman VI) memerintah selama 17 tahun (298-308). Raja ini menikah dengan putri asal India, yang memberikannya enam orang anak: tiga laki-laki, tiga perempuan. Anak sulungnya, Bhimadigwijaya Satyaganapati kemudian menggantikan Ghanayanadewa. Anak kedua, seorang wanita bernama Salakakancana Warmandewi, menikah dengan seorang perwira di negeri Gauda, India. Anak ketiga, juga wanita, Kartikachandra Warmandewi menikah dengan pembesar Yawana, India. Adiknya, Ghopalajayeng Rana menikah dengan putri keluarga Salankayana, India. Anak kelima, Sri Gandhari Lengkaradewi bersuamikan panglima angkatan laut Pallawa, India. Anak bungsu, laki-laki, bernama Skandamukha Dewawarman Jayasatru.

Bhimadigwijaya (Dewawarman VII) adalah raja yang memindahkan ibukota Salakanagara ke daerah Jayasinghapura yang ketika itu telah berkembang menjadi kota besar. Nama Jasinga di Banten rupanya berasal dari nama kota ini. Bhimadigwijaya Satyaganapati memiliki anak perempuan bernama Spatikarnawa, yang kemudian menggantikannya sebagai ratu setelah ayahnya meninggal. Ratu Spatikarnawa memerintah tahun 340-348. Suaminya, Prabu Dharmawirya Salakabhuwana lalu menggantikannya sebagai raja dan memerintah tahun 348-363. Ternyata Dharmawirya dan Spatikarnawa masih sepupu karena Dharmawirya anak dari Sri Gandhari Lengkaradewi.

Sebetulnya, sebelum Spatikarnawa memegang tampuk, ada orang lain yang mengisi takhta Kerajaan, yakni Krodamaruta, yang juga keponakan Bhimadigwijaya, anak Ghopalajayeng Rana yang tinggal di India. Karena merasa berhak atas takhta Salakanagara, Krodamaruta berangkat dari India membawa pasukan dalam jumlah cukup lengkap dengan senjata. Ia tiba di Salakanagara tahun 340, bertepatan dengan hari kematian Bhimadigwijaya. Tak jelas, apakah kematian Bhimadigwijaya disebabkan oleh serangan Krodamaruta atau ada penyebab lain.

Ketika berkuasa, Krodamaruta menerapkan kebijakan tangan besi dan banyak melakukan penaklukan. Suatu hari ketika pergi berburu Krodamaruta tertimpa musibah. Ia tertimpa sebongkah batu besar saat berada di tebing yang terjal. Ia pun tewan, dan kematiannya disambut hangat oleh rakyat yang memang tak senang terhadapnya. Ia hanya memerintah tiga bulan.

Sementara itu, Dharmawirya (Dewawarman VIII) datang ke Salakanagara dari India tahun 346, enam tahun setelah kematian Krodamaruta. Ia melarikan diri dari tanah kelahirannya setelah negerinya ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Dinasti Maurya. Ia, seperti halnya orang-orang Salankayana lainnya, banyak yang menyelamatkan diri ke manca negara. Dharmawirya pun pergi ke Salakanagara karena ia pun masih termasuk keluarga Salakanagara dari pihak ibu. Selain Spatikarnawa, Dharmawirya memperistri Dewi Ratri Candralocana. Dari perkawinan ini, Dharmawirya memiliki putra yang tinggal di Swarnabhumi yang kelak menurunkan raja-raja di Sumatra.

Dari Spatikarnawa, Dewawarman VIII memiliki beberapa anak. Di antara anaknya itu, seorang putri bernama Parameswari Iswari Tunggalprethiwi (Dewi Minawati) menjadi istri Maharesi Jayasinghawarman-guru Dharmapurusa (kemudian bergelar Rajadhirajaguru, raja pertama Tarumanagara). Seorang putra Dharmawirya bernama Aswawarman. Aswawarman kemudian menikah dengan putri raja Bakulapura, Kundungga (Kudungga). Nama Bakulapura merupakan nama asli dari Kutai. Pemberian nama Kutai untuk kerajaan Hindu di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, sebenarnya didasarkan pada nama tempat dimana ditemukan sejumlah yupa mengenai kerajaan tersebut. Bisa jadi, nama Bakulapura-lah nama sesungguhnya kerajaan tersebut. Bila naskah Pustaka Rajya-rajya benar, maka kiranya kerajaan tertua di Indonesia adalah Salakanagara, bukan Kutai (Bakulapura).

Kepustakaan

Atja dan Edi S. Ekadjati. 1987. Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara I.1: Suntingan Naskah dan Terjemahan. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ayatrohaedi. 2005. Sundakala: Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wikipedia

Search results

AddThis

Bookmark and Share

Facebook Comment

Info Archive

Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Arief Natadiningrat :

"Kami berharap, negara ini tidak melupakan sejarah. Dulu sebelum kemerdekaan Bung Karno meminta dukungan keraton untuk bisa membuat NKRI terwujud, karena saat itu tak ada dana untuk mendirikan negara. Saat itu keraton-keraton menyerahkan harta yang mereka punya untuk kemerdekaan negara ini,"

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/05/1725383/Para.Sultan.Dukung.Keistimewaan.Yogya

THE FSKN STATMENT IN SULTANATE OF BANJAR : SESUNGGUHNYA KETIKA RAJA - RAJA MEMBUAT KOMITMENT DGN BUNG KARNO DALAM MENDIRIKAN REPUBLIK INI , SEMUA KERAJAAN YG MENYERAHKAN KEDAULATAN DAN KEKAYAAN HARTA TANAHNYA , DIJANJIKAN MENJADI DAERAH ISTIMEWA. NAMUN PADA KENYATAANNYA ...HANYA
YOGYAKARTA YG DI PROSES SEBAGAI DAERAH ISTIMEWA ... AKANKAH AKAN MELEBAR SEPERTI KETIKA DI JANJIKAN ... HANYA TUHAN YG MAHA TAU. ( Sekjen - FSKN ) By: Kanjeng Pangeran Haryo Kusumodiningrat

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=177026175660364&set=a.105902269439422.11074.100000589496907