Monday, 23 September 2013

Dua Pojok Sejarah Jakarta yang Terlupa




Bandara Kemayoran dan Taman Wilhelmina
Dua Pojok Sejarah Jakarta yang Terlupa
Dari tempat elit Tionghoa, sampai ke masjid terbesar Asia Tenggara.
Maya Sofia, Rizky Sekar Afrisia
Selasa, 17 September 2013, 11:33 WIB


Taman Wilhelmina yang kini menjadi area Masjid Istiqlal, Jakarta. (trepanddoc.wordpress.com)




VIVAlife - Dahi lelaki tua itu kian berkerut ketika diminta mengingat sesuatu dari masa silam. Pandangan matanya tak jelas arah, tampak ia berusaha keras memanggil kembali sejumlah kenangan. Sesekali dia mengusap rambutnya yang memutih.
Ada rentang waktu yang cukup lama memang. Sumantri, lelaki bertubuh kurus itu, kini usianya 75 tahun. Dia mulai memanggil kembali kepingan masa lalu itu, Tatkala Sumantri baru pertama menginjakkan kaki di Perumahan Angkasa Pura, rumah sederhana yang dihuninya hingga kini. “Waktu itu daerah sini masih rawa-rawa,” ujarnya.
Soal kepastian tahun, memang agak luput dari memorinya. Namun bagaimana kehidupan yang ia jalani, Sumantri masih ingat betul.

Pada 1963, ia pertama kali datang ke Kemayoran, saat baru lulus dari Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) di Curug. Sumantri didapuk bekerja di Bandara Kemayoran sebagai teknisi radio komunikasi. Saat itu Bandara Kemayoran masih beroperasi.

Sebagai teknisi radio, ia juga bertugas menjaga alat-alat komunikasi di bandara. Tak jarang ia harus berjaga 24 jam. Ia pun menceritakan pengalamannya bekerja saat itu.

“Dinas (kantor) saya di tengah alang-alang. Ada pintu kawat, keluar masuknya dijaga. Kalau malam, masih banyak binatang berkeliaran. Kita bisa lihat celeng (babi hutan). Banyak, kira-kira lima ekor. Sampai kita nggak bisa keluar,” ujarnya.

Meski suasananya masih seperti ‘hutan’, Kemayoran adalah bandara komersil pertama di Indonesia. Bahkan saat itu, Malaysia pun belum memilikinya. Fungsinya seperti karpet merah. Setiap tamu yang ingin menginjakkan kaki di ibu kota, harus melalui Kemayoran.

Bandara sudah dibangun sejak Indonesia belum merdeka, tahun 1934. Menurut Alwi Shahab seorang ahli sejarah Betawi, Belanda punya dua opsi saat membangun bandara di Jakarta. Kebayoran atau Kemayoran.
“Akhirnya dipilih Kemayoran,” katanya.

Nama Kemayoran sendiri diambil dari derajat tertinggi dalam masyarakat China. Untuk membangun suatu daerah, pemerintah Belanda saat itu membutuhkan pemimpin. Saat itu, di daerah Kemayoran banyak tinggal orang China. Pangkat tertinggi untuk mereka adalah mayor.

“Konon, Kemayoran berasal dari kata ‘mayor’ dalam masyarakat China. Bagi mereka, mayor perannya seperti kepala suku,” Alwi menjelaskan.
Namun, mayor yang dimaksud bukanlah pangkat dalam militer. Itu merupakan gelar kehormatan bagi mereka yang bersikap baik.

Kemayoran juga punya sejarah lain. Disebutkan, dahulu banyak pejabat militer berpangkat mayor yang tinggal di sana. Mereka ditempatkan oleh Belanda dalam asrama yang dibangun di sepanjang Jalan Garuda. Ada yang menyebutkan, itulah asal nama Kemayoran.

Bagaimanapun juga, pada akhirnya Bandara Kemayoran resmi dioperasikan pada 8 Juli 1940. Ia menjadi saksi bisu sejarah dirgantara nusantara. Berbagai pesawat canggih dan tetamu dunia pernah ‘mampir’ di sana.

Pesawat pertama yang mendarat di sana adalah DC-3 Dakota milik penerbangan Hindia Belanda. Setelah itu, pesawat bermesin piston hingga turbojet bergantian ‘mengunjungi’ Bandara Kemayoran. Ia bahkan pernah menjadi tuan rumah airshow pertama di Indonesia.

Sekitar 40 negara peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 juga melalui Bandara Kemayoran. Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno selalu melewatinya setiap akan melakukan tugas negara. Bandara ini bahkan pernah muncul dalam komik Tintin.

Bandara Kemayoran Tintin

Jelas saja, kapasitas Bandara Kemayoran sudah terhitung cukup besar dan modern kala itu. Luasnya lebih dari 40 hektar. Di bagian atas gedung bandara, ada sebuah tempat hiburan malam yang terkenal. “Orang berduit waktu itu, kalau cari hiburan ke sana,” ujar Alwi bercerita.

Sayang, Bandara Kemayoran harus ditutup secara resmi pada 1 Juni 1984. Saat itu, ia sudah berhenti beroperasi lebih dari setahun lamanya. Seluruh operasional bandara dipindahkan ke Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng. Alasannya, kata Alwi, karena bandara di Kemayoran tak bisa berkembang lagi.

“Di situ banyak rumah penduduk. Ada pertimbangan keamanan juga,” ujarnya. Selain lahan yang tidak memungkinkan untuk perluasan, pemerintah juga khawatir pesawat yang akan mendarat terbang terlalu rendah. Tepat di atas atap rumah penduduk. Alasan itu juga dibenarkan Sumantri.

Kini, kegagahan Bandara Kemayoran tinggal sisa-sisa saja. Gedung bandara direnovasi menjadi PRJ yang tiap tahun dijadikan arena pesta warga Jakarta. “JIExpo, Hypermart, itu dulunya bangunan bandara,” kata Sumantri menyebutkan. Pasar Mobil Kemayoran pun termasuk lahan bandara.
Di depan JIExpo, masih tampak menara yang menjadi salah satu bukti eksistensi Bandara Kemayoran. Sayang, sudah tak terawat. Sekitarnya ditumbuhi ilalang. Yang masih terlihat jelas hanyalah landasan pacu bandara yang kini dilalui berbagai macam kendaraan. Namanya berganti menjadi Jalan Benyamin Sueb. Nama itu diambil dari tokoh lawak Benyamin yang memang asli Kemayoran.

“Bekas landasan itu dijadikan jalan, dibangun terus sampai tol. Makanya jalannya kuat, kekar. Dulunya dilewati pesawat,” ucap Sumantri lagi. Kini, kanan-kiri jalanan itu adalah gedung-gedung dan lapangan golf. Sebagai bukti, ada halte bus Transjakarta yang jelas-jelas bernama ‘Halte Landasan Pacu Timur’.

Kemayoran kini memang jadi kawasan padat penduduk. Perumahan Angkasa Pura bukan lagi satu-satunya. Rekan-rekan kerja Sumantri pun sudah banyak yang pindah. Rumah mereka dijual ke pihak lain.

Sumantri dan istrinya memutuskan tetap tinggal karena mereka masih ingin menjadi bagian dari sejarah Bandara Kemayoran. Sementara ketiga anak mereka sudah berkeluarga. Sumantri sama sekali tak berniat memugar rumahnya.

Bangunannya masih ‘bergaya lama’. Atapnya rendah. Pagarnya pendek dan tak terkunci. Tak ada kesan angkuh. Kini, Sumantri dan istrinya bisa dibilang satu dari sedikit penduduk asli yang masih tinggal di komplek perumahan Angkasa Pura itu. Saksi hidup berdirinya Bandara Kemayoran.

Dari Taman Wilhemina ke Masjid Istiqlal

Bandara Kemayoran bukan satu-satunya sejarah Jakarta yang nyaris terlupa. Masih ada Taman Wilhelmina, yang wujudnya kini tak tampak lagi karena sudah tergantikan Masjid Istiqlal. Kalau sekarang masjid itu disebut-sebut terbesar se-Asia Tenggara, bisa dibayangkan betapa luasnya taman itu dulu.

Di Taman Wilhelmina, berdiri sebuah benteng Belanda. Seperti ditulis Alwi Shahab dalam buku Saudagar Baghdad dari Betawi, taman dibangun untuk mengabadikan pengangkatan Ratu Wilhelmina sebagai ratu Belanda pada 1898. Saat Indonesia merdeka, namanya berganti menjadi Taman Wijaya Kusuma.

Konon, di Taman Wijaya Kusuma juga ada bunker. Menurut Alwi, orang Betawi menyebutnya ‘gedung tanah’. Istilah itu bisa dipahami karena JP Coen pernah membangun benteng VOC di sana. Di dalamnya ada terowongan bawah tanah dan kamar-kamar. Bangunannya terbuat dari beton. Sangat kokoh.

Benteng itu terletak di dekat gardu satpam masjid Istiqlal sekarang. Terowongan bawah tanahnya berjarak 12 km, terbentang sampai ke benteng VOC di Pasar Ikan. Ada pula satu terowongan lain ke arah Berland atau Matraman. Dulunya, Berland pernah jadi pusat militer Belanda.

Setelah berpindah tangan ke pemerintah Indonesia, Taman Wijaya Kusuma tetap berfungsi sebagai pusat rekreasi warga Jakarta. Suasananya sejuk dan rimbun. Banyak pohon kenari berdaun lebat. Setiap Minggu, warga berdatangan untuk berjalan-jalan ke sana.

Adanya benteng di taman itu, masih ditandai dengan patung Dewi Yunani yang berdiri di atas tugu setinggi 15 meter. Sayang, umur taman itu hanya beberapa tahun. Seiring dengan makin menjamurnya tempat hiburan lain di Jakarta, Taman Wijaya Kusuma terlupakan. Ia tak terurus.

Sekitar tahun 1950, muncul ide pembangunan sebuah pusat ibadah agama Islam. “Sebagai rasa syukur karena Indonesia sudah merdeka, masjid itu akan dinamakan Istiqlal. Artinya kemerdekaan,” ucap Alwi menjelaskan.
Sempat ada dua opsi. Bung Karno ingin di Taman Wijaya Kusuma, sedangkan Bung Hatta di Bundaran Hotel Indonesia. Opsi pertama yang akhirnya dipilih. Pasalnya, Bung Karno bercita-cita memamerkan kemegahan Istiqlal pada tetamu dari daerah luar Jakarta yang akan mendarat di Bandara Kemayoran.

Pembangunan pun dimulai pada 24 Agustus 1961. Ternyata, merobohkan benteng Belanda tak semudah dibayangkan. Ia begitu kokoh, sampai membutuhkan waktu sekira satu setengah tahun. Buku Saudagar Baghdad dari Betawi juga menyebutkan, perobohan benteng membutuhkan dinamit.

“Saat benteng dibongkar dengan dinamit, kaca-kaca gedung di sekitar sini banyak yang retak,” kata seorang pelayan Restoran Ragusa Es Italia, seperti dikutip dari buku yang sama. Kebetulan, posisi restoran itu berada di samping Istiqlal. Batasnya hanya Kali Ciliwung.

Setelah tujuh belas tahun pembangunan, akhirnya Masjid Istiqlal diresmikan pada 22 Februari 1978. Pembangunan itu menelan banyak biaya, sampai miliaran rupiah. Yang menarik, pemenang sayembara desain yang akhirnya menjadi arsitek bangunan itu adalah Fredrerich Silaban, seorang Kristen Protestan.

Masjid itu kini menjadi kebanggaan Indonesia. Keputusan Bung Karno menyulap taman menjadi tempat ibadah bisa dibilang tepat. Menurut Alwi, masyarakat tidak merasa kehilangan tempat rekreasi karena pembangunan itu.

Kini, Taman Wilhelmina alias Taman Wijaya Kusuma mungkin menjelma dalam taman-taman indah di Jakarta. Wujudnya seperti Taman Suropati atau Taman Menteng. “Tapi lebih bagus Wilhelmina, lebih besar,” ucap Alwi sambil mengenang masa kecilnya yang pernah bermain di sana bersama orangtua.(np)

sumber : http://life.viva.co.id/news/read/444680-dua-pojok-sejarah-jakarta-yang-terlupa

Tuesday, 23 July 2013

Israel Temukan Istana Nabi Daud?


Israel Temukan Istana Nabi Daud?

Besar dan megah. Benarkah ini milik Sang Nabi?


ddd
Rabu, 24 Juli 2013, 12:32 Muhammad Chandrataruna, Tommy Adi Wibowo
Reruntuhan yang diduga bangunan istana Nabi Daud.
Reruntuhan yang diduga bangunan istana Nabi Daud. (todayonline.com)
VIVAnews - Arkeolog asal Hebrew University, Yerusalem, Israel mengklaim telah menemukan dua bangunan besar yang pernah ditinggali oleh seorang raja. Ya, itu merupakan istana dari Raja atau Nabi Daud, seperti yang dikisahkan di sejumlah kitab suci, seperti Al-Qur'an dan Alkitab.

Penemuan itu telah melalui proses yang panjang. Hampir setahun arkeolog menggali sebuah situs yang diyakini sebagai Benteng Kota Yudea di Shaarayim, yaitu sebuah tempat di mana Nabi Daud mengalahkan Goliat.

"Reruntuhan ini adalah contoh terbaik dari sebuah benteng yang dimiliki oleh Nabi Daud," kata Yossi Garfinkel, Profesor di Hebrew University, dilansir Fox News, 24 Juli 2013.

Sementara menurut Saar Ganor, pemimpin penggalian, itu adalah sebuah bukti yang tak terbantahkan dari keberadaan otoritas Yehuda di masa Nabi Daud.

Seperti yang disebutkan Alkitab, Shaarayim, merupakan sebuah kota modern bernama Khirbet Qeiyafa.

Kedua arkelog mengidentifikasi satu struktur sebagai Istana Nabi Daud, dan satu lainnya adalah sebuah gudang besar milik istana. Kedua bagunan itu merupakan yang terbesar di Yerusalem pada abad ke-10 sebelum Masehi.

"Bagian yang diklaim sebagai gudang memiliki luas sekitar 1.000 meter, yang letaknya di bagian atas kota. Sementara istana mempunyai luas sekitar 30 meter," kata Garfinkel.

"Dugaan bahwa bangunan itu adalah istana diperkuat dengan ditemukannya berbagai instalasi, seperti industri logam, tembikar, dan fragmen-fragmen lainnya, yang diimpor dari Mesir," tambah Garfinkel.

Israel Antiquities Authority (IAA) juga menyatakan, penemuan situs baru itu dapat dikaitkan dengan waktu pemerintahan Nabi Daud.

"Ini adalah satu-satunya situs yang ditemukan bersama bahan-bahan organik, seperti biji zaitun," kata Yoli Schwartz, Juru Bicara IAA.

Berikut beberapa foto lainnya:


Tidak dipercaya

Meskipun temuan ini sangat mengejutkan, tapi beberapa sejarawan menyatakan ketidaksetujuannya. Para sejarawan mengatakan, istana itu tidak pernah ada. Apabila memang ada, ukurannya tidak akan sebesar Yerusalem.

Seorang kritikus sejarah dari Universitas Bar Ilan, Israel, Prof Aren Meir, juga mengakui penemuan situs ini merupakan hal yang sangat penting, tapi para arkeolog terlalu mengandalkan Alkitab sebagai sumber buktinya.

"Apakah ada alasan lain untuk meyakinkan bahwa itu benar-benar kerjaan Daud dan Salomo? Bagi saya istana itu terlalu besar dan megah," ujar Meir.

Sumber : http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/431660-israel-temukan-istana-nabi-daud



BERITA TERKAIT

Inikah Kalender Tertua di Dunia?


Monday, 1 July 2013

Peran Bank Dunia dalam Kemunduran Perekonomian Indonesia

©Dina Y. Sulaeman
sumber : http://dinasulaeman.wordpress.com/2009/12/30/peran-bank-dunia-dalam-kemunduran-perekonomian-indonesia/



Sejarah Bank Dunia
Bank Dunia adalah sebuah lembaga keuangan global yang secara struktural berada di bawah PBB dan diistilahkan sebagai “specialized agency”. Bank Dunia dibentuk tahun 1944 sebagai hasil dari Konferensi Bretton Woods yang berlangsung di AS. Konferensi itu diikuti oleh delegasi dari 44 negara, namun yang paling berperan dalam negosiasi pembentukan Bank Dunia adalah AS dan Inggris. Tujuan awal dari dibentuknya Bank Dunia adalah untuk mengatur keuangan dunia pasca PD II dan membantu negara-negara korban perang untuk membangun kembali perekonomiannya.
Sejak tahun 1960-an, pemberian pinjaman difokuskan kepada negara-negara non-Eropa untuk membiayai proyek-proyek yang bisa menghasilkan uang, supaya negara yang bersangkutan bisa membayar kembali hutangnya, misalnya proyek pembangunan pelabuhan, jalan tol, atau pembangkit listrik. Era 1968-1980, pinjaman Bank Dunia banyak dikucurkan kepada negara-negara Dunia Ketiga, dengan tujuan ideal untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara tersebut. Pada era itu, pinjaman negara-negara Dunia Ketiga kepada Bank Dunia meningkat 20% setiap tahunnya.

Peran Bank Dunia dalam Ekonomi dan Politik Global
Rittberger dan Zangl (2006: 172) menulis, sejak tahun 1970-an Bank Dunia mengubah konsentrasinya karena situasi semakin meningkatnya jurang perekonomian antara negara berkembang dan negara maju. Pada era itu, seiring dengan merdekanya negara-negara yang semula terjajah, jumlah negara berkembang semakin meningkat. Negara-negara berkembang menuntut distribusi kemakmuran (distribution of welfare) yang lebih merata dan negara-negara maju memenuhi tuntutan ini dengan cara menyuplai dana pembangunan di negara-negara berkembang.
Basis keuangan Bank Dunia adalah modal yang diinvestasikan oleh negara anggota bank ini yang berjumlah 186 negara. Lima pemegang saham terbesar di Bank Dunia adalah AS, Perancis, Jerman, Inggris, dan Jepang. Kelima negara itu berhak menempatkan masing-masing satu Direktur Eksekutif dan merekalah yang akan memilih Presiden Bank Dunia. Secara tradisi, Presiden Bank Dunia adalah orang AS karena AS adalah pemegang saham terbesar.  Sementara itu, 181 negara lain diwakili oleh 19 Direktur Eksekutif (satu Direktur Eksekutif akan menjadi wakil dari beberapa negara).
Bank Dunia berperan besar dalam membangun kembali tatanan ekonomi liberal pasca Perang Dunia II (Rittberger dan Zangl, 2006: 41). Pembangunan kembali tatanan ekonomi liberal itu dipimpin oleh AS dengan rancangan utama mendirikan sebuah tatanan perdagangan dunia liberal. Untuk mencapai tujuan ini, perlu dibentuk tatanan moneter yang berlandaskan mata uang yang bebas untuk dikonversi. Rittberger dan Zangl (2006: 43) menulis, “Perjanjian Bretton Woods mewajibkan negara-negara untuk menjamin kebebasan mata uang mereka untuk dikonversi dan mempertahankan standar pertukaran yang stabil terhadap Dollar AS.”
Lembaga yang bertugas untuk menjaga kestabilan moneter itu adalah IMF (International Monetary Funds) dan IBRD (International Bank for Reconstruction dan Development). IBRD inilah yang kemudian sering disebut “Bank Dunia”. Pendirian Bank Dunia dan IMF tahun 1944 diikuti oleh pembentukan tatanan perdagangan dunia melalui lembaga bernama GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 1947. Pada tahun 1995, GATT berevolusi menjadi WTO (World Trade Organization).
Meskipun tugas Bank Dunia adalah mengatur kestabilan moneter, namun dalam prakteknya, Bank Dunia sangat mempengaruhi politik global karena hampir semua negara di dunia menjadi penerima hutang dari Bank Dunia. Sejak awal beroperasinya, Bank Dunia sudah mempengaruhi politik dalam negeri negara yang menjadi penghutangnya. Penerima hutang pertama Bank Dunia adalah Perancis, yaitu pada tahun 1947, dengan pinjaman sebesar $ 987 juta. Pinjaman itu diberikan dengan syarat yang ketat, antara lain staf dari Bank Dunia mengawasi penggunaan dana itu dan menjaga agar Perancis mendahulukan membayar hutang kepada Bank Dunia daripada hutangnya kepada negara lain. AS juga ikut campur dalam proses pencairan hutang ini. Kementerian Dalam Negeri AS meminta Perancis agar mengeluarkan kelompok komunis dari koalisi pemerintahan. Hanya beberapa jam setelah Perancis menuruti permintaan itu, pinjaman pun cair.
Kebijakan yang diterapkan Bank Dunia yang mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara, disebut SAP (Structural Adjustment Program). Bila negara-negara ingin meminta tambahan hutang, Bank Dunia memerintahkan agar negera penerima hutang melakukan “perubahan kebijakan” (yang diatur dalam SAP). Bila negara tersebut gagal menerapkan SAP, Bank Dunia akan memberi sanksi fiskal. Perubahan kebijakan yang diatur dalam SAP antara lain, program pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi.
Karena adanya SAP ini, tak dapat dipungkiri, pengaruh Bank Dunia terhadap politik dan ekonomi dalam negeri Indonesia juga sangat besar, sebagaimana akan diuraikan berikut ini.
Kinerja Bank Dunia di Indonesia
Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini, Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.
Anggoro (2008) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI  “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.
Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.
Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar.
a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.
b. Hutang Dana Segar
Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)
Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutng dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.
Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of  poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.
Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut.
1.    Kerugian dalam bidang ekonomi
-Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)
-Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
-Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
-Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
-Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.
2. Kerugian dalam bidang politik
-  Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik  yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.
Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”
Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.
Mengenai pekerjaannya itu, Perkins (2004: 13-16) menulis, “…saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui Main dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek engineering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka membayar Main dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Dalam wawancaranya dengan Democracy Now! Perkins mengatakan, “Pekerjaan utama saya adalah membuat kesepakatan (deal-making) dalam pemberian hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel. Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan terjebak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”
Untuk kasus Ekuador, Perkins menulis, negara itu kini harus memberikan lebih dari 50% pendapatannya untuk membayar hutang. Hal itu tentu tak mungkin dilakukan Ekuador. Sebagai kompensasinya, AS meminta Ekuador agar memberikan ladang-ladang minyaknya kepada perusahaan-perusahaan minyak AS yang kini beroperasi di kawasan Amazon yang kaya minyak.
Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002 mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian, menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.
Melihat kinerja seperti ini, menurut Anggoro (2008), Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.[]
Tulisan terkait:  Tentang Liberalisme Ekonomi (1): Sri Mulyani Itu Orang Baik Kok!
—–
Daftar Pustaka
Volker Rittberger dan Bernard Zangl, 2006, International Organization, New York:Palgrave MacMillan.
Ponny Anggoro, Why Does World Bank Control Indonesia, dimuat di jurnal Global Justice Update, Volume VI, 1st Edition, May 2008, http://www.globaljust.org/index.php?option=com_content&task=view&id=187&Itemid=133
John Perkins, Economic Hit Man (edisi terjemahan), Jakarta: Abdi Tandur.
http://en.wikipedia.org/wiki/World_Bank
http://en.wikipedia.org/wiki/Structural_adjustment
http://www.antara.co.id/berita/1247296978/pengamat-lipi-data-kemiskinan-bps-jadi-tertawaan
Rizal Ramli, Membangun dengan Lilitan Utang, sebagaimana diberitakan dalam http://www.news.id.finroll.com/articles/75304-____membangun-bangsa-dengan-lilitan-hutang-(2)-oleh-yudhi-mahatma____.html
Transkrip wawancara dengan John Perkins
http://www.democracynow.org/2004/11/9/confessions_of_an_economic_hit_man
Total Utang RI ke World Bank Rp243,7 T
(Liputan diskusi dengan Managing Director World Bank)
http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/01/30/20/79590/20/total-utang-ri-ke-world-bank-rp243-7-t
Website resmi PBB, http://www.un.org/

Tuesday, 19 February 2013

Rahasia Haikal Sulaiman


Rahasia Haikal Sulaiman

Haikal Sulaiman, alias Kuil Sulaiman, atau dikenal dengan Solomon Temple adalah wilayah suci kaum Yahudi. Haikal Sulaiman ini memiliki sejarah yang sangat panjang, diperkirakan pada abad 17 SM orang-orang Bani Israel ditimpa kelaparan dan kekeringan sehingga mereka bersama dengan Nabi Ya’qub berhijrah dari Palestina ke Mesir menemui nabi Yusuf yang saat itu menjadi menteri di pemerintahan Fir’aun. Namun kemudian kaum Yahudi di usir dari Mesir akibat berbagai perseteruan dengan rakyat pribumi.

Akhirnya kaum Yahudi yang saat itu dipimpin oleh Yusa’ (pengganti dan penerus kepemimpinan nabi Musa) hijrah dan menetap di wilayah Kan’an (Palestina). Pada tahun 990 SM, Nabi Daud berhasil mendirikan sebuah pemerintahan di Jerusalem. Salah satu proyek yang diadakan Daud adalah mendirikan Baitul Maqdis. Namun karena nabi Daud harus pergi berperang ke luar, maka beliau memerintahkan anaknya yang bernama Sulaiman as untuk membangun Baitul Maqdis. Ditengah pembangunannya itu Sulaiman membangun Haekal sebagai tempat peribadahan lengkap dengan altar penyembelihan kurbannya.

Setelah Sulaiman as wafat pada tahun 922 SM, pemerintahan Daud terpecah menjadi dua : kerajaan Isarel di sebelah utara dan kerajaan Yahudza di sebelah selatan. Diantara keduany sering terlibat peperangan panjang hingga masa mereka dihancurkan oleh Bukhtanshar Raja Babilonia pada tahun 587 SM. Pada penyerangan ini terjadi penghancuran terhadap Yerusalem termasuk terhadap Haekal Sulaiman.

Tercatat silih bergantilah para penguasa Palestina dan Jerusalem sejak saat itu. Mulai dari dikuasai oleh kerajaan Persia, Yunani, Romawi, dan kerajaan Islam. Dari Sejarah tentang Haikal Sulaiman tersebut, tercatat telah 3 kali Haikal tersebut di hancurkan.

Keberadaan Haikal Sulaiman itu sendiri sebenarnya masih menjadi kontroversi, sebagian menyakini bahwa Haikal ini berada dalam Baitul Maqdis seperti yang di klaim bangsa Israel sekarang, tidak sedikit juga yang berpendapat bahwa Haikal Sulaiman berada diluar pekarangan Masjidil Aqsha. Namun banyak juga yang meyakini bahwa Haikal Sulaiman itu tidak ada, dan kalaupun ada hanyalah puing-puing saja.

prototype haikal sulaiman - solomon temple


Begitu ngototnya Bangsa Israel untuk menemukan kembali Haikal Sulaiman, termasuk dengan ingin menghancurkan Baitul Maqdis mengundang tanda tanya tersendiri tentang niat tersebut.

Diluar niat keagamaan untuk mendirikan lagi Haikal Sulaiman, ada beberapa teori tentang niat kaum Yahudi ini. Salah satu teori yang cukup terkenal adalah : "Teori Harta Karun di dalam Haikal Sulaiman"

Dipercaya bahwa Ketika Knights of the Temple (Kesatria Templar) datang Yerusalem mereka menemukan harta karun yang tak terkira berharga. Kesatria Templar menemukan berbagai kitab-kitab ilmu sihir yang diajarkan pada jaman nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman resah dengan berbagai kitab yang merusak keimanan tersebut sehingga mengumpulkan semua manuscript sihir dan menguburnya didalam Haikal. Para Templar tanpa sengaja menemukan buku-buku tersebut dan menyadari kekuatan sihir yang terdapat dalam manuscript tersebut bisa mengubah dunia dan memberikan mereka kekuatan tak terkira. Warisan cerita inilah yang dipercaya membuat para kaum freemasonry keukeuh untuk membangkitkan kembali Haikal Sulaiman.

Well, itu hanya teori. Yang jelas adalah, Rahasia Haikal Sulaiman tetaplah menjadi rahasia.

Night All.

sumber : http://www.poztmo.com/2011/10/rahasia-haikal-sulaiman.html

Monday, 18 February 2013

Pangeran Sambernyowo




13556158241525061660
koleksi Trophen Museum

Ketawang Clunthang
Lelana laladan sepi
Wusnya sepi anggayuh warsiteng adi
Lire adi sepa sepah ing asamun
Tinarbuka sagung gumlaring dumadi
Dumadine tan samar kodrating Widhi
Nulya labet harjaning gesang sesami

Dhandhanggula
Wonten malih tuladhan prayogi
Wanodyayu trahing Witaradya
Dyah Rubiah tetengere
Tansah nggegulang kalbu
Amrih kandel kumandeling ati
Duk jaman ing samana
Nyata wus misuwur
Karana sulistyanira
Risang Ayu ginarwa Sang Adipati
Trahing Mangkunagara
(Kaanggit dening Ki Soedarsono Sa’Tjiptorahardjo)
Teks Ketawang Clunthang di atas adalah sebuah  gambaran tentang Raden Mas Said, yang dikenal juga dengan nama Pangeran Sambernyawa, yang Kelak bertahta di Surakarta dengan gelar  KGPAA Mangkunegara I.

Beliau bergerilya melawan penjajah Belanda sejak usia 18 hingga 32 tahun. Jadi selama 17 tahun, hidupnya diabdikan untuk mengusir penjajah. Ia mempunyai garwa padmi anak dari Pangeran Mangkubumi. Mertua dan menantu ini bahu membahu bergerilya dari desa ke desa. Tetapi di tengah perjuangan itu Pangeran Mangkubumi berhasil dibujuk oleh Gubernur Jenderal Batavia untuk ditahtakan di Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Hamengku Buwono I.

Pangeran Sambernyawa sangat merakyat dannperjuangannya melawan penjajah Belanda juga bahu-membahu bersama rakyat, Sehingga beliau dalam menyatukan pasukannya selalu dengan pekikan: “Tiji tibeh, mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh. Artinya dalam berjuang mengusir penjajah kalau satu mati, semua harus berjuang sampai mati. Kalau satu berjaya, semua juga harus berjaya. Sama rata sama rasa sama bahagia.

Di tengah perjalanan, di sebuah desa Matah, beliau beristirahat untuk beberapa waktu. Pada malam hari ada seorang warga desa yang nanggap wayang. Beliau hanya menonton dari jauh. Tiba-tiba Pangeran Sambernyowo melihat sinar dari langit turun ke halaman tempat perhelatan. Beliau mendekati cahaya itu dan ternyata berasal dari paha salah seorang penonton, seorang gadis yang kainnya tersingkap. Beliau lalu menyobek kain sang gadis di dekat pengasihan. Pada malam itu hampir semua penonton perempuan tertidur pulas, termasuk sang gadis yang kainnya tersingkap tadi.

Setelah pertunjukan usai, sang ajudan diminta memanggil seluruh penonton perempuan dan berbaris berjajar di hadapan Raden Mas Said. Setelah melihat gadis yang kainnya disobek tadi maka RMS meminta agar sang gadis bisa segera membawa ayahnya ke hadapannya.
Begitu sang ayah dihadapkan ternyata ia adalh Kyai Nuriman guru ngajinya. maka dimintalah Rubiyah, nama gadis tersebut sebagai istri. Lalu diberi gelar RAy Patahati, karena lahir di desa Matah dan mematahkan hati sang Pangeran.

Tembang ke-dua Dhandahanggula adalah untuk menggambarkan siapa Rubiah yang cantik dan kelak menjadi kepala prajurit wanita yang selalu unggul dalam peperangan. Dan putra-putrinya kelak, atas didikan sang ayahanda KGPAA Mangkunegara I, setiap panen padi, tidak ada terkecuali seluruh anggota Puri Mangukenagaran harus turun ke sawah untuk ikut ani-ani memanen padi.

Pada usia 22 tahun, R. M. Sahid dijodohkan dengan putri P. Mangkubumi yaitu R. A. Inten. Oleh mertuanya itu nama R. M. Said diberi gelar Pangeran Adipati Hamengkunegoro Senopatining Panata Baris Lalana Adikareng Nata. Pesanggrahan mereka berada di Mataram. Maka atas penghormatan sang menantu, P. Mangkubumi ditahtakan di Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Kangjeng Susuhunan Pakubuwono Senopati ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama. R. M. Sahid kemudian diangkat sebagai patih sekaligus panglima perang dan bergelar Senopati Kawasa Misesa Wadya. Selama 9 tahun mereka melawan Kartasura dan Belanda.

Ketika R. M. Said berusia 28 tahun, terjadi perselisihan dengan P. Mangkubumi yang sekaligus paman dan mertuanya. Pangkal perselisihan adalah ketika Paku Buwono II wafat, kerajaan diserahkan kepada Belanda. Belanda kemudian membujuk Mangkubumi akan diberi kekuasaan, yang disahkan dalam Perjanjian Giyanti (1755M).  Inti perjanjian adalah kekuasaan Mataram dipecah dua. P. Mangkubumi diberi kekuasaan baru di Yogyakarta yang kemudian disebut Kesultanan dan PB III berkuasa di Surakarta yang kemudian disebut Kasunanan. Mangkubumi lalu berganti gelar Sultan Hemengku Buwono Senopati Ngalogo Abdurarahman Sayidin Panatagama.

R. M. Said bercita-cita menyatukan kembali Mataram, maka ia terus berperang melawan Belanda, dan itu berarti melawan Kasultanan dan Kasunanan yang mau bekerjasama dengan Belanda. R. M. Said dalam berperang melawan Belanda dan juga Kasunanan dan Kasultanan memakan waktu 16 tahun dan terdiri atas 250 peperangan.  Ia sendirian melawan Belanda, Hemengkubuwono I (P. Mangkubumi), dan Paku Buwono III.
Taktik penyerangan dengan menggunakan 3 cara: dhedhemitan, weweludan, dan jejemblungan.  Menghindar dari musuh yang berjumlah besar, menyerang musuh ketika lengah dengan secepat-cepatnya, bunuh musuh sebanyak-banyaknya, setelah itu pergi dan menghilang. Karena taktik itulah kemudian Raden Mas Said dijuluki Pangeran Sambernyawa.
 
Catatan:
Saat menulis artikel ini saya terganggu oleh beberapa telepon yang tidak harus tidak harus saya angkat. Pergulatan kekuasaan raja-raja Jawa selalu penuh dengan intrik dan tipu daya. Mengapa Belanda harus menaklukkan semua raja-raja di Nusantara? Karena ia ingin memboyong semua emas kepunyaan Raja-Raja Nusantara ke Belanda. Hanya Amangkurat I yang emasnya tidak dibawa karena mau menjadi penjilat Belanda.
Seluruh kekayaan Kekuasaan Nusantara yang dibawa ke Belanda mencapai 57.150 ton lebih emas batangan. Setelah Belanda kalah dengan Jerman, kemudian emas tersebut dipindahkan ke Bank Zurich di Jerman. Dan ketika Jerman kalah oleh Amerika, emas itu semua diboyong sebagai rampasan perang ke Amerika.

Itulah yang pada suatu hari nanti terjadi perjanjian Green Hilton antara Soekarno dan Kennedy. Intinya Amerika mengakui bahwa emas itu milik raja-raja Nusantara akan tetapi tidak ada klausul yang menyebutkan bahwa kekayaan itu bisa ditarik kembali. Dalam perjanjian itu Sukarno tetap meneken dengan catatan bahwa sewanya per tahun 2 - 3%. Dan kolateral inilah yang dijadikan aset mendirikan Bank Dunia. Hingga tahun 2008 kalau dihitung bunganya sudah hampir sama dengan nilai aset semula.
darimana raja-raja nusantara mempunyai emas sebanyak itu? Investigasi yang menarik. Apabila tulisan ini diseyujui oleh 1 juta orang, saya akan buka sejarahnya yang bisa dipertanggungjawabkan secara ideologis, secara ilmih, dan secara historis. Termasuk apa sih kesimpulan pertemuan raja-raja Nusantara tahun 2000 di Bali?

sumber : http://sejarah.kompasiana.com/2011/11/28/pangeran-sambernyowo-416519.html

Wikipedia

Search results

AddThis

Bookmark and Share

Facebook Comment

Info Archive

Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Arief Natadiningrat :

"Kami berharap, negara ini tidak melupakan sejarah. Dulu sebelum kemerdekaan Bung Karno meminta dukungan keraton untuk bisa membuat NKRI terwujud, karena saat itu tak ada dana untuk mendirikan negara. Saat itu keraton-keraton menyerahkan harta yang mereka punya untuk kemerdekaan negara ini,"

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/05/1725383/Para.Sultan.Dukung.Keistimewaan.Yogya

THE FSKN STATMENT IN SULTANATE OF BANJAR : SESUNGGUHNYA KETIKA RAJA - RAJA MEMBUAT KOMITMENT DGN BUNG KARNO DALAM MENDIRIKAN REPUBLIK INI , SEMUA KERAJAAN YG MENYERAHKAN KEDAULATAN DAN KEKAYAAN HARTA TANAHNYA , DIJANJIKAN MENJADI DAERAH ISTIMEWA. NAMUN PADA KENYATAANNYA ...HANYA
YOGYAKARTA YG DI PROSES SEBAGAI DAERAH ISTIMEWA ... AKANKAH AKAN MELEBAR SEPERTI KETIKA DI JANJIKAN ... HANYA TUHAN YG MAHA TAU. ( Sekjen - FSKN ) By: Kanjeng Pangeran Haryo Kusumodiningrat

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=177026175660364&set=a.105902269439422.11074.100000589496907