Sunday, 12 January 2014

Prabu Siliwangi Adalah Muslim



Prabu Siliwangi Adalah Muslim




Berbicara mengenai sisi kehidupan dan jejak perjalanan Prabu Siliwangi sejatinya begitu erat kaitannya dengan sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Namun, sejak lama dan berabad-abad lamanya para penjajah melakukan pendistorsian atas sejarah demi kepentingan kekuasaan dan berupaya mengkaburkan fakta yang sebenarnya. Tujuan yang paling utamanya adalah mereka berusaha untuk menghilangkan fakta yang benar-benar faktuil tentang peranan umat Islam selama ratusan tahun dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang telah sebagian besar mereka lenyapkan dalam buku-buku sejarah. 


            Para penjajah dengan sengaja menggambarkan betapa bangsa Indonesia menjadi maju tatkala diperintah raja-raja Hindu dan Budha. Menurut mereka, datangnya Islam tidaklah memberikan perkembangan dan kemajuan bagi bangsa Indonesia. Bahkan dalam kondisi zaman sekarang pun kehinduan itu tetap eksis dengan cara merubah sejarah yang sebenarnya.  Contohnya adalah penulisan sejarah Prabu Siliwangi, menurut mereka bahwa Prabu Siliwangi demi mempertahankan keyakinan Hindunya, ia berubah menjadi harimau yang sering muncul di hutan larangan yang bernama hutan Saronge di Gunung Salak. Bahkan, melalui tapa brata[1] dan ritual-ritual khusus Prabu Siliwangi ini bisa diundang datang kapan saja, mungkin menghadiri resepsi atau syukuran atas maksud-maksud tertentu. Sehingga Prabu Siliwangi seakan-akan dilukiskan sebagai seorang pemeluk agama Hindu sejati. Bahkan lebih tragis lagi, beliau diceritakan oleh mereka sebagai tokoh yang menolak dan memerangi agama Islam. Demikian cerita seterusnya dan seterusnya hingga berkembang dalam tradisi lisan dan dongeng masyarakat terutama di Jawa Barat.
            Saya berani katakan bahwa itu semua tidak benar. Mereka berusaha mendustakan sejarah diatas kompromi kekuasaan dan kepentingan agama tertentu. Sedangkan sejarah aslinya telah mereka tukar, mereka telah mencuri sejarah yang asli dan menjualnya lalu menukarnya dengan kebohongan. Dan hal ini telah dikatakan oleh Prabu Siliwangi dalam sebagian isi wangsitnya:

“Laju turunan urang aya nu lilir, tapi lilirna cara nu kara hudang tina ngimpi. Ti nu laleungit, tambah loba nu manggihna. Tapi loba nu pahili, aya kabawa nu lain mudu diala! Turunan urang loba nu hanteu engeuh, yén jaman ganti lalakon!”(Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar, tapi sadar seperti terbangun dari mimpi. Dari yang hilang dulu semakin banyak yang terbongkar. Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual! Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahwa zaman sudah berganti).

            Betapa beratnya merubah pandangan dan pengetahuan masyarakat yang sudah mendarah daging tentang hal ini. Akibat dari mendapatkan pengetahuan sejarah yang sesat pastilah akan membentuk pola pikir yang sesat pula pada sebagian masyarakat Indonesia khususnya masyarakat di tatar Sunda.
            Demikian kuatnya sehingga hal-hal yang baru akan dianggapnya sebagai sebuah penyimpangan meskipun sesungguhnya mereka sendiri yang telah menyimpang. Bukan karena diakibatkan kebodohan masyarakat, melainkan para penguasa yang sengaja menyembunyikan cerita sebenarnya dan menyebarkan fitnah, kebohongan sekaligus propaganda penyesatan. Tujuannya jelas agar tak mengganggu kepentingan kekuasaan kelompok mereka sehingga masyarakat Indonesia khususnya keturunan Sunda banyak yang tak menyadarinya.
            Salah satu ungkapan Prabu Siliwangi dalam wangsitnya disebutkan pula bahwa kalau pada suatu saat nanti akan ada yang menelusuri sejarah Sunda yang sebenarnya. Walaupun sekian banyak tumpukan sejarah yang sudah dipalsukan, pasti suatu saat kita akan bisa mengenali mana cerita sejarah yang direkayasa dan mana sejarah yang sesuai dengan masanya.         
            Dengan demikian, semakin banyak terbongkarnya keaslian cerita sejarah sesungguhnya, maka akan banyak pula masyarakat yang sadar seperti halnya mereka terbangun dari mimpi. Inilah yang dimaksud dengan hulunya. Bilamana kita memahami dan mengenal hulunya dengan tepat, maka hilirnya pun tidak akan tersesat.
            Saya betul-betul yakin pada keturunan Sunda dan masyarakat Indonesia umumnya, diantara mereka  masih banyak orang-orang yang berhati bersih, ikhlas mendengarkan dan menyimak dengan cermat sebelum mereka memutuskan hal itu benar, kurang tepat atau malah salah besar dalam menilai sesuatu terutama berkaitan dengan realitas dan fakta penulisan sejarah ummat Islam di Indonesia yang ada korelasinya dengan sejarah Kerajaan Pajajaran yang dipimpin oleh Prabu Siliwangi.

Dusta! Prabu Siliwangi Bukanlah Pengikut Agama Hindu
            Saat masih berusia muda, Prabu Siliwangi terkenal sebagai ksatria pemberani dan tangkas. Pada waktu mudanya beliau lebih dikenal dengan nama Raden Pamanah Rasa yang diasuh oleh ua[2] nya yang bernama Ki Gedeng Sendangkasih. Selain sebagai juru pelabuhan Muara Jati, Ki Gedeng Sendangkasih juga merupakan raja muda di Surantaka.
            Ketika Raden Pamanah Rasa menginjak usia dewasa, beliau menikah dengan putri Ki Gedeng Sendangkasih yang bernama Nyai Ambetkasih. Dengan menikahi putrinya tersebut, Raden Pamanah Rasa ditunjuk sebagai pengganti Ki Gedeng Sendangkasih menjadi raja muda Surantaka.[3] Dari pernikahan antara Raden Pamanah Rasa dan Nyai Ambetkasih ini tidak mempunyai keturunan.
            Kemudian Raden Pamanah Rasa menikah dengan Nyai Subanglarang, seorang muslimah yang merupakan putri dari Ki Gedeng Tapa. Nyai Subanglarang dijadikannya sebagai istri yang kedua. Pada waktu Raden Pamanah Rasa memperistri Nyai Subanglarang, beliau belum diberikan gelar Prabu Wangi. Namun, setelah beliau menikah dengan istri ketiganya yakni Nyai Kentring Manik Mayang Sunda, barulah ia dijuluki Prabu Wangi sesudah dinobatkan menjadi penguasa kerajaan Sunda-Galuh.[4]
            Dari pernikahan antara Raden Pamanah Rasa dengan Nyai Subanglarang inilah yang membuat perubahan dan mengukir sejarah baru di Kerajaan Pajajaran yang berpengaruh hingga kini. Pertemuan diantara keduanya tatkala Prabu Wastu Kencana memerintahkan untuk mengirim utusan menuju Muara jati Cirebon yang tersiar kabar berita tentang dakwah Syeikh Hasanuddin.  
            Asal mulanya Syeikh Hasanuddin datang ke Cirebon bersama Armada Angkatan Laut Tiongkok yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho. Laksamana Muslim Cheng Ho pada waktu itu ditugaskan oleh Kaisar Yung Lo (Dinasti Ming 1363-1644) untuk memimpin misi muhibah ke-36 negara. Antara lain ke Timur Tengah dan Nusantara (1405-1430) yang membawa 62 kapal dan 27.000 pasukan muslim yang salah satunya adalah Syeikh Hasanuddin. 
            Syeikh Hasanuddin merupakan putra dari seorang ulama besar Perguruan Islam di Campa yang bernama Syeikh Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syeikh Jamaluddin serta Syeikh Jalaluddin, ulama besar Makkah yang masih keturunan dari Sayyidina Ali r.a dan Siti Fatimah putri Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah seorang ulama yang hafidz al-Qur’an serta ahli Qira’at yang sangat merdu suaranya.
            Dikisahkan bahwa setelah Syeikh Hasanuddin menunaikan tugasnya di Malaka, selanjutnya beliau pulang ke Campa dengan menempuh perjalanan melewati daerah Martasinga, Pasambangan dan Jayapura hingga melalui pelabuhan Muara Jati. Di Muara Jati, Syeikh Hasanuddin berkunjung kembali ke Ki Gedeng Tapa, Syahbandar Cirebon yang dulu pernah dikunjunginya bersama Laksamana Cheng Ho.
            Kedatangan ulama besar yang ahli Qira’at tersebut, disamping karena perubahan tatanan dunia politik dan ekonomi yang dipengaruhi oleh Islam. Pada saat itu sudah mulai banyak kapal niaga muslim yang berlabuh di pelabuhan Cirebon. Mereka semua merupakan kapal niaga dari Timur Tengah, India dan Cina Islam yang memungkinkan tumbuhnya rasa simpati Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar  Cirebon terhadap Islam. Karenanya kedatangan Syeikh Hasanuddin disambut baik oleh Ki Gedeng Tapa.
            Ketika kunjungan yang cukup lama itu berlangsung, Ki Gedeng Tapa dan anaknya Nyai Subanglarang serta masyarakat Syahbandar Muara Jati merasa tertarik dengan suara lantunan ayat suci al-Qur’an. Syeikh Hasanuddin, selain berniaga tapi juga beliau mempunyai tujuan yang mulia yaitu mendakwahkan ajaran-ajaran Islam hingga akhirnya banyak warga yang memeluk agama Islam. 
            Penyebaran agama Islam yang dibawa oleh Syeikh Hasanuddin di Muara Jati Cirebon yang pada saat itu merupakan bagian dari Kerajaan Sunda-Galuh, rupanya sangat mencemaskan Prabu Wastu Kencana. Beliau melarang dan memerintahkan agar dakwahnya dihentikan. Perintah dari raja Sunda-Galuh tersebut dipatuhi oleh Syeikh Hasanuddin.
            Setelah ada perintah pelarangan itu, kemudian Syeikh Hasanuddin mohon diri kepada Ki Gedeng Tapa. Sebagai sahabat, Ki Gedeng Tapa sendiri sangat prihatin atas peristiwa itu sebab sebenarnya Ki Gedeng Tapa sendiri masih ingin menambah pengetahuannya tentang agama Islam. Oleh karena itu, sebagai wujud kesungguhannya terhadap agama Islam, putri Ki Gedeng Tapa yang bernama Nyai Subanglarang dititipkan kepada Syeikh Hasanuddin untuk belajar mengaji dan memperdalam ajaran agama Islam di Campa.
            Beberapa waktu lamanya berada di Campa, kemudian Syeikh Hasanuddin membulatkan tekad untuk kembali lagi ke wilayah kerajaan Sunda-Galuh. Dorongan semangat dakwahnya tak pantang menyerah. Sesuai dengan namanya Hasanuddin, baginya dakwah merupakan kewajiban dan tugas mulia yang harus senantiasa dijalankan demi kebaikan agamanya. Beliau mempersiapkan dua perahu dagang dan memuat rombongan para santrinya yang diantaranya adalah Syeikh Abdul Rahman, Syeikh Maulana Madzkur, Syeikh Abdillah Dargom dan juga seorang muslimah yaitu Nyai Subanglarang.    
            Sekitar tahun 1416 M, sesudah rombongan kapal Syeikh Hasanuddin memasuki Laut Jawa dan Sunda Kelapa lalu memasuki Kali Citarum yang waktu itu di Kali tersebut digunakan sebagai pintu keluar masuk para pedagang ke negeri Sunda-Galuh. Akhirnya rombongan kapal itu singgah di Pura Dalam atau Pelabuhan Karawang dimana kegiatan pemerintahan ada dalam kewenangan jabatan Dalem.
            Setiba disana, para rombongan sangat menjunjung tinggi peraturan kota Pelabuhan sehingga aparat setempat pun sama-sama menghormati keberadaan mereka. Atas dasar saling menghargai dan menghormati ini, aparat setempat memberikan izin untuk mendirikan dibangunnya sebuah Mushola[5] pada sekitar tahun 1418. Mushola yang mereka bangun bukan hanya dijadikan sebagai sarana untuk ibadah tapi juga sekaligus sebagai tempat tinggal mereka.
            Seiring berjalannya waktu, Syeikh Hasanuddin tak pernah berhenti untuk menyampaikan dakwahnya di Mushola yang dibangunnya itu. Karena uraian dan cara penyampaian dakwahnya mudah dipahami dan dimengerti oleh masyarakat di Pelabuhan Karawang, banyak sekali yang tertarik dengan ajaran Islam. Ahli Qira’at ini sering mengumandangkan suara Qorinya yang khas dan merdu. Sama halnya yang dilakukan oleh para santrinya yaitu Nyai Subanglarang, Syeikh Abdul Rahman, Syeikh Maulana Madzkur dan juga Syeikh Abdullah Dargom alias Syeikh Maghribi yang merupakan keturunan dari Sayyidina Utsman bin ‘Affan r.a. Dengan pengaruh kemerduan suara alunan ayat suci al-Qur’an yang dilantunkan Syeikh Hasanuddin, setiap harinya banyak masyarakat Karawang yang menyatakan diri untuk memeluk agama Islam. Masyarakat Karawang pun menjuluki Syeikh Hasanuddin ini dengan sebutan Syeikh Quro. 
            Sejak berdirinya pesantren Pondok Quro, banyak masyarakat dari pesisir utara yang tertarik dan mengikuti ajaran agama baru (Islam) dan meninggalkan agama yang lama (Sunda Wiwitan). Banyak pula yang sengaja datang ke tempat itu untuk menimba ilmu agama Islam. 
            Berita tentang banyaknya masyarakat yang memeluk agama Islam, rupanya telah terdengar kembali oleh Prabu Wastu Kencana yang sebelumnya pernah melarang Syeikh Quro melakukan kegiatan yang sama tatkala di Pelabuhan Muara Jati Cirebon. Prabu Wastu Kencana mengirim utusan yang dipimpin oleh raja muda Surantaka yang bernama Raden Pamanah Rasa untuk menutup dan menghentikan kegiatan Syeikh Quro. 
            Dari peristiwa inilah bermula yang nantinya dapat merubah keyakinan Raden Pamanah Rasa sekaligus akan mencatat sejarah baru perubahan besar Kerajaan Pajajaran pada masa kepemimpinannya. Kejadian ini bukan hanya pemicu timbulnya arus gelombang ajaran Islam, tapi juga sebagai mata rantai hilangnya Kerajaan Pajajaran hingga kini. Hal ini bukan dikarenakan adanya campur tangan ghaib atau hanya kebetulan semata, tapi semua itu telah di-skenario-kan oleh Sang Maha Sutradara Allah SWT dan menjadikannya sebagaiasrar[6] yang suatu saat nanti pasti akan terungkap. 
            Tatkala raja muda Surantaka ini tiba di tempat tujuan, rupanya hatinya tertambat oleh alunan suara merdu ayat-ayat al-Qur’an yang dilantunkan oleh Nyai Subanglarang. Raden Pamanah Rasa itu pun mengurungkan niatnya untuk menutup Pesantren Syeikh Quro. Saking terpesonanya kepada Nyai Subanglarang, tanpa ragu-ragu lagi Raden Pamanah Rasa menyatakan isi hatinya untuk meminang Nyai Subanglarang yang selain cantik, cerdas dan juga bertutur kata yang baik.[7] Tak mengherankan kalau Nyai Subanglarang ini menjadi rebutan antara Raden Pamanah Rasa dan seorang penguasa di Astana Japura, Amuk Murugul.
            Terjadilah pertempuran sengit antara mereka berdua. Ketinggian ilmu bela diri Amuk Murugul diimbangi dengan kesaktian Raden Pamanah Rasa. Kehebatan jurus beradu dengan jurus yang sama hebatnya karena mereka berdua sama-sama merupakan penguasa dan juga keturunan Raja Sunda.
            Namun, dalam hal ini tentu Allah SWT mempunyai rencana lain dari sayembara memperebutkan Nyai Subanglarang itu harus ada pemenangnya. Dalam satu kesempatan Raden Pamanah Rasa akhirnya bisa mengalahkan Amuk Murugul dan ia pun mengakui kehebatan lawannya dan bersedia mengaku kalah sekaligus takluk pada kehebatan Raden Pamanah Rasa.   
            Setelah selesai pertempuran itu, Raden Pamanah Rasa segera meminang Nyai Subanglarang. Tetapi, Nyai Subanglarang akan menerima pinangan dari Raden Pamanah Rasa asal dengan mengajukan tiga permintaan sebagai mas kawinnya. 
            Permintaan pertama ialah beliau menginginkan bentang saketi atau ada juga yang menyebutkan Lintang Kerti Jejer Seratus yang tak lain adalah tasbih yang mengandung makna secara simbolis bahwa beliau akan tetap konsisten memeluk agama Islam dan melakukan wirid sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai seorang muslimah yang taat akan tetap melaksanakan syariat Islam dengan sungguh-sungguh. Permohonan kesatu Nyai Subanglarang ini disanggupi oleh Raden Pamanah Rasa. Kemudian, atas petunjuk Syeikh Quro, raja muda Surantaka ini pun segera pergi ke Mekkah untuk mencari tasbih.[8]
            Di tanah suci Mekkah, Raden Pamanah Rasa disambut oleh Syeikh Maulana Ja’far Shiddiq. Beliau merasa kaget yang bercampur rasa heran ketika Syeikh itu telah mengetahui akan kedatangan beliau sebelum dirinya tiba disana. Selain itu, beliau pun terkejut saat nama dan keturunannya diketahui oleh Syeikh Ja’far Shiddiq meski sebelumnya tak pernah mengenali Raden Pamanah Rasa.
            Syeikh Ja’far Shiddiq bersedia akan membantu mencarikan bentang saketi dengan syarat harus mengucapkan Dua Kalimah Syahadat. Karena kecintaannya terhadap Nyai Subanglarang, beliau pun akhirnya mengucapkan Dua Kalimah Syahadat yang tentunya bermakna pengakuan kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang wajib disembah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Semenjak itulah, Raden Pamanah Rasa memeluk agama Islam dan diberikan bentang saketi oleh Syeikh Ja’far Shiddiq sebagai mas kawin untuk menikah dengan Nyai Subanglarang.
            Namun perlu diketahui, bahwa meskipun Raden Pamanah Rasa telah mengucapkan Dua Kalimah Syahadat saat di Mekkah itu, ternyata Raden Pamanah Rasa setelah dinobatkan menjadi penguasa kerajaan Sunda-Galuh yang nantinya dirubah menjadi kerajaan Pajajaran olehnya dan diberikan gelar Sri Baduga Maharaja yang dijuluki Prabu Siliwangi ini, tetap menjadikan agama resmi kerajaan Pajajaran yang dianut saat itu adalah Sunda Wiwitan. Hal ini disebabkan karena beliau ingin mempertahankan ajaran-ajaran dan tradisi dari leluhur-leluhurnya.
            Ajaran Sunda Wiwitan merupakan ajaran warisan dari leluhur sunda yang dijunjung tinggi dan menitikberatkan pada kesejahteraan. Agama Sunda Wiwitan tidak mensyaratkan untuk membangun tempat peribadatan khusus. Oleh karena itu, maka sisa-sisa peninggalan yang berupa Pura ataupun Candi hampir tidak diketemukan di Jawa Barat tidak seperti di Jawa Tengah.[9]
            Permintaan Nyai Subanglarang yang kedua adalah kelak jika mempunyai keturunan, maka anak-anaknya harus memeluk agama Islam dan tidak memeluk agama Sunda Wiwitan. Jika anaknya laki-laki harus jadi muslim, dan jika anaknya perempuan harus menjadi muslimah. Raden Pamanah Rasa pun mengabulkan permohonan yang kedua ini dan menepati janjinya tersebut tatkala anak-anaknya telah lahir.    
            Dari pernikahan dengan Nyai Subanglarang ini, Raden Pamanah Rasa dikaruniai tiga orang anak yang ideal yaitu Prabu Anom Walangsungsang yang lahir pada tahun 1423 M. Anaknya yang kedua adalah Nyimas Ratu Rarasantang yang lahir tahun 1426 M, sedangkan anaknya yang ketiga adalah Raden Raja Sanggara yang lahir pada tahun 1428 M.
            Pernikahan antara Raden Pamanah Rasa dan Nyai Ratu Subanglarang memang telah membawa hikmah yang sangat besar dan Syeikh Quro memegang peranan penting dalam masuknya pengaruh ajaran Islam ke dalam kerajaan Pajajaran. Inilah kehendak Allah SWT yang tidak dapat dihalang-halang meski kerajaan Pajajaran merupakan kerajaan besar yang menjunjung tinggi ajaran leluhurnya, Sunda Wiwitan.
            Para putra-putri yang dikandung oleh Nyai Subanglarang yang muslimah itu, memancarkan sinar iman dan Islam bagi ummat di Negeri Pajajaran. Perbedaan yang mencolok antara seorang Ibu Subanglarang dengan istri-istri Prabu Siliwangi yang lainnya adalah keunggulan dalam hal mendidik anak-anaknya. Beliau mencerminkan sosok ibu yang sangat ideal dan dikenang hingga kini oleh sebagian masyarakat Bogor. Ibu Subanglarang lah yang biasa disebut dengan nama Ibu Ratu, bukan Nyai Roro Kidul yang telah diyakini selama ini oleh sebagian masyarakat disana.
            Melihat kondisi Pakuan Pajajaran yang pada waktu itu masih menganut Sunda Wiwitan dan sebagai  agama resmi kerajaan, Nyai Subanglarang merasa tidak mungkin bisa mengajarkan Islam kepada putra-putrinya sendirian. Oleh karena itu, ia berencana untuk mengirim putra pertamanya yang bernama Raden Walangsungsang berguru kepada seorang Ulama Thoriqoh, Syeikh Nur Kahfi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Syeikh Nur Jati. Beliau adalah seorang mubaligh asal Baghdad yang memilih bermukim di pelabuhan Muara Jati dan mendirikan perguruan Islam Gunung Jati Cirebon.
            Setelah Raden Walangsungsang melewati usia remaja bersama adik perempuannya yaitu Nyimas Rarasantang, mereka berdua diizinkan untuk meninggalkan Istana Pakuan Pajajaran dan menimba ilmu di perguruan Islam Gunung Jati Cirebon. Sedangkan anak ketiganya, Raja Sanggara menuntut ilmu agama Islam dan mengembara hingga ke Timur Tengah.
            Kepergian dan tujuan anak-anaknya ini jelas telah mendapatkan restu dari Prabu Siliwangi. Tidak mungkin jika tanpa izin dari beliau yang sebagai ayahandanya mereka. Pemberian izin dan restu kepada anak-anaknya ini merupakan bentuk penepatan janjinya kepada Nyai Subanglarang ketika beliau hendak meminangnya kala itu yang meminta anak-anak Nyai Subanglarang tidak memeluk agama Sunda Wiwitan. Prabu Siliwangi merupakan sosok tipikal pemimpin yang selalu menepati janji-janjinya kepada siapapun terlebih kepada istrinya meskipun keinginannya sudah tercapai. Berbeda halnya dengan pemimpin saat ini yang hanya pandai mengobral janji, namun setelah maksud dan tujuannya terlaksana, mereka seakan-akan lupa atau sengaja melupakan janji-janjinya yang manis itu. 
            Selanjutnya, permintaan Nyai Subanglarang yang ketiga adalah menginginkan keturunannya kelak harus menjadi seorang raja. Permintaan yang terakhir ini pun dikabulkan oleh Prabu Siliwangi demi kesungguhan cintanya terhadap Nyai Subanglarang yang cantik dan cerdas itu.
            Prabu Anom Walangsungsang yang merupakan anak pertama mereka menjadi bukti atas realisasi janji Prabu Siliwangi terhadap permintaan Nyai Subanglarang. Sejarah mencatat bahwa Prabu Anom Walangsungsang merupakan pendiri sekaligus sebagai pemimpin Nagari Caruban Larang atas restu dari ayahandanya dan memberikannya gelarSri Mangana.
            Nagari Caruban Larang dahulunya merupakan sebuah pedukuhan yang daerahnya bernama Tegal Alang-alang. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan Prabu Anom Walangsungsang menunjukan hasil yang gemilang atas dukungan dan petunjuk dari gurunya, Syeikh Nur Jati yang merupakan peletak dasar Islam di Nagari Caruban Larang dan sangat berjasa dalam penyebaran Islam disana. Semakin maju hingga setiap hari banyak orang yang berdatangan untuk mempelajari Islam dan memilih menetap di Nagari Caruban Larang.  
            Dalam waktu singkat Nagari Caruban Larang telah terkenal hampir ke seluruh Tanah Jawa. Prabu Anom Walangsungsang yang dijuluki Pangeran Cakrabuana ini telah cukup berhasil dalam menyebarkan agama Islam dan membangun pemerintahannya denganmassive. Hal tentang semakin meluasnya penyebaran agama Islam di wilayah kerajaan Pajajaran tersebut telah terdengar oleh Prabu Siliwangi. Meskipun ajaran Islam telah masuk dan mempengaruhi sebagian masyarakat Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sama sekali tidak pernah melarang kegiatan penyebaran agama Islam. Beliau malah memberi keleluasaan kepada masyarakatnya untuk memilih agama menurut keyakinan mereka.[10]Hal ini disebabkan bukan hanya Prabu Siliwangi memiliki hati yang tulus dan telah ber-Syahadat, tapi juga karena Nyai Subanglarang yang sebagai istri keduanya serta anak-anaknya pun memeluk agama Islam.      
            Meskipun demikian, Nagari Caruban Larang pada masa kepemimpinan Pangeran Cakrabuana masih belum menjadi negeri yang mandiri dan masih berada dibawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Hal ini dikarenakan pada waktu itu, Prabu Siliwangi memberikan gelarSri Mangana kepada Pangeran Cakrabuana bukan sebagai tanda pengakuan kedaulatan, melainkan hanya sebagai raja daerah yang tetap dalam posisi bawahan Pakuan Pajajaran.
            Namun, setelah peralihan kekuasaan Nagari Caruban Larang dari Pangeran Cakrabuana kepada Syarif Hidayatullah dan mendirikan Kesultanan Pakungwati, Cirebon barulah menjadi Kesultanan yang mempunyai kedaulatan. Syarif Hidayatullah ini merupakan anak dari Nyimas Rarasantang adiknya Pangeran Cakrabuana. Beliau dinobatkan menjadi Sultan Cirebon atau Susuhunan Jati setelah ia menikahi anak dari Pangeran Cakrabuana, Nyimas Pakungwati yang masih sama-sama merupakan cucu Prabu Siliwangi.
            Dari keturunan Prabu Siliwangi dari istrinya Subanglarang ini telah banyak melahirkan para ulama-ulama besar agama Islam di Jawa Barat yang diantaranya menjadi salah satu dari Wali Songo yakni yang dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Djati yang tak lain adalah Syarif Hidayatullah. Mereka semua keturunan dari Nyai Subanglarang dan telah mengukir catatan sejarah serta dikenang sebagai para pejuang dan penyebar agama Islam di Tatar Sunda atau wilayah Kerajaan Pajajaran. Karena, memang sejatinya sejarah Pajajaran itu begitu erat kaitannya dengan sejarah perkembangan Islam di Indonesia, khususnya di Jawa Barat.
            Tidak akan ada Cirebon kalau tidak ada Nyai Subanglarang. Sebab sejarah tatar Sunda tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjalanan hidup seorang muslimah sejati ini. Pada saat menikah dengan Prabu Siliwangi, Nyai Subanglarang lantas diboyong oleh suaminya untuk tinggal di Bogor yang ketika itu merupakan pusat pemerintahan Pakuan Pajajaran.
            Dengan demikian tidaklah benar cerita yang menyatakan Prabu Siliwangi sebagai seorang Hindu, bahkan rela meninggalkan istananya hanya untuk mempertahankan agama lamanya. Cerita ini sesungguhnya berasal dari para penjajah Belanda dan para penguasa buta yang mempunyai kepentingan kekuasaan dan kepentingan agama tertentu sehingga berupaya untuk mengaburkan peran Islam dalam sejarah bangsa Indonesia karena kebusukan hati mereka. 

Tanggapan terhadap mereka yang mengatakan Prabu Siliwangi beragama Hindu
            Perihal keyakinan yang dianut oleh  Prabu Siliwangi selama ini seakan-akan selalu mengundang ragam pertanyaan dan rasa penasaran sehingga menimbulkan perdebatan diantara masyarakat Sunda yang tak pernah berakhir hingga kini. Ada yang masih mengatakan bahwa Prabu Siliwangi masih tetap dengan keyakinan agamanya yang lama, antara Hindu ataupun Sunda Wiwitan. Namun, ada pula yang meyakini bahwa Prabu Siliwangi telah memeluk agama Islam alias beliau adalah seorang Muslim.
            Disini saya sebagai penulis akan mencoba menjelaskannya secara ringkas dan menyesuaikannya dengan perjalanan sejarah yang sebenarnya, bukan sejarah yang sudah direkayasa oleh para penjajah juga para penguasa ataupun mereka yang mempunyai kepentingan kelompok ataupun agama tertentu. Adapun perkataan mereka adalah sebagai berikut:  
§  Mereka mengatakan, “Bahwa Prabu Siliwangi merupakan pemeluk agama Hindu Sejati dan bahwa sesungguhnya Prabu Siliwangi serta Kerajaannya Pajajaran rela menghilang dari kehidupan nyata hanya karena demi mempertahankan kepercayaannya, yakni agama Hindu ataupun Sunda Wiwitan.”
§  Mereka juga mengatakan sangat tragis, “Bahwa Prabu Siliwangi memerintahkan Prajurit Pakuan Pajajaran untuk menyerang Kesultanan Pakungwati Cirebon karena telah menyebarkan agama Islam di wilayah Pajajaran.” 
§  Mereka mengatakan pula bahwa, “Prabu Siliwangi tidak mempunyai keturunan yang beragama Islam, keturunannya hanyalah Prabu Surawisesa yang merupakan anak dari Nyai Kentring Manik Mayang Sunda”.

            Saya sebagai penulis masih mempunyai harapan dan sangat yakin pada keturunan Sunda yang tidak terpengaruh dengan dongeng-dongeng sesat di atas. Apa yang mereka katakan hanyalah upaya pendistorsian atas sejarah demi mengkaburkan fakta yang sebenarnya dan berusaha untuk menghilangkan fakta yang benar-benar faktuil tentang peranan ummat Islam selama ratusan tahun silam di Indonesia yang telah sebagian besar mereka lenyapkan.
            Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak membantahnya karena saya khawatir akan lebih banyak lagi yang tersesat terutama pada generasi sunda selanjutnya secara turun temurun. Maka secara ringkas saya katakan:
            Tanggapan Pertama, Adapun mereka yang mengatakan Prabu Siliwangi sebagai pemeluk agama Hindu sejati rela menghilang dari kehidupan nyata demi mempertahankan keyakinannya adalah mereka yang tidak mempunyai dasar. Menurut hemat saya, ketika Prabu Siliwangi hendak menikahi Nyai Subanglarang bahwa secara logika dan menurut sisi hukum Syari’at Islam bukan berdasarkan hasil terawangan ataupun penelusuran batin yang salah kaprah, jika seorang non muslim hendak menikahi wanita atau pria yang beragama Islam maka ia yang non muslim apapun agamanya terlebih dahulu harus mengucapkan Dua Kalimah Syahadat sebelum akad pernikahannya dilangsungkan.
            Di dalam ajaran agama Islam, tidak ada seorang ulama pun yang membolehkan wanita muslimah menikah dengan laki-laki non muslim, bahkan ijma’ para ulama menyatakan haramnya wanita muslimah menikah dengan laki-laki non muslim, baik dari kalangan musyrikin; Budha, Hindu, Majusi, ataupun dari kalangan Ahlul Kitab; Yahudi dan Nashrani. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman”.(Q.S Al-Baqarah: 221)
            Dalam ayat di atas, Allah SWT melarang para wali perempuan (ayah, kakek, saudara, paman, dan orang-orang yang memiliki hak perwalian atas wanita) menikahkan wanita yang menjadi tanggungjawabnya dengan laki-laki non muslim.
            Kondisi tersebut sama persis kedudukannya saat peristiwa dimana seorang non muslim dalam hal ini adalah Prabu Siliwangi yang akan menikahi seorang muslimah, Nyai Subanglarang. Maka hukum Islam diatas sangat berlaku baginya meski beliau merupakan seorang raja harus tunduk pada syari’at Islam. Apalagi yang menikahkan mereka adalah seorang ulama besar yakni Syeikh Quro. Sangat tidak mungkin jika hukum syari’at Islam tidak diketahuinya atau tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Inilah fakta yang mempunyai dasar, bukan hanya menurut “konon katanya”.
            Tanggapan Kedua, mereka mengatakan bahwa Prabu Siliwangi memerintahkan Prajurit Pakuan Pajajaran untuk menyerang Kesultanan Cirebon karena telah menyebarkan agama Islam di wilayah Pajajaran. Ini adalah perkataan mereka yang sangat tidak relevan dengan sejarah.
            Menurut naskah Pustaka Nagara Kretabhumi parwa I sarga 2 menceritakan bahwa pada tanggal 12 bagian terang bulan Caitra tahun 1404 Saka, Syarif Hidayatullah yang merupakan cucu Prabu Siliwangi dari anaknya Nyimas Rarasantang, dinobatkan oleh Pangeran Cakrabuana sebagai Susuhunan Jati pada Kesultanan Pakungwati.
            Ketika itu Prabu Siliwangi baru saja menempati Istana Sang Bhima, kemudian diberitakan bahwa pasukan Angkatan Laut Demak yang kuat berada di Pelabuhan Cirebon untuk menjaga kemungkinan datangnya serangan Pajajaran. Tumenggung Jagabaya beserta 60 anggota prajuritnya yang dikirim dari Pakuan Pajajaran menuju Cirebon, tidak mengetahui kehadiran pasukan Demak di sana. Hal ini membuat Jagabaya dan pasukannya tak berdaya menghadapi pasukan gabungan Cirebon-Demak yang jumlahnya sangat besar.
            Peristiwa itu membangkitkan kemarahan Prabu Siliwangi. Pasukan besar segera disiapkan untuk menyerang Cirebon. Akan tetapi, pengiriman pasukan itu dapat dicegah olehPurohita[11] keraton Ki Purwa Galih. Purohita itu mengatakan bahwa Cirebon merupakan daerah warisan dari anaknya sendiri terhadap cucunya, Pangeran Cakrabuana kepada Syarif Hidayatullah. Bagaimana nanti tanggapan dari negeri-negeri sahabat jika seorang kakek menyerang anak dan cucunya sendiri. Maka alasan pembatalan penyerangan itu bisa diterima oleh Prabu Siliwangi.
            Keadaan bertambah tegang ketika hubungan Demak dan Cirebon semakin dikukuhkan dengan perkawinan putera-puteri dari kedua belah pihak.  Persekutuan Cirebon-Demak inilah yang sangat mencemaskan Prabu Siliwangi. Sedangkan Pangeran Cakrabuana dan Susuhunan Jati tetap menghormati Prabu Siliwangi karena masing-masing sebagai ayah dan kakek. Oleh karena itu permusuhan antara Pajajaran dengan Cirebon tidak berkembang ke arah ketegangan yang melumpuhkan sektor-sektor pemerintahan.
            Sejatinya ketidaksenangan Prabu Siliwangi bukan terhadap Kesultanan Cirebon yang telah berhasil menyebarkan agama Islam, melainkan karena hubungan Demak yang terlalu akrab dengan Cirebon. Terhadap agama Islam, ia sendiri tidak membencinya, karena salah satu dari istrinya pun adalah seorang pemeluk agama Islam yakni Nyai Subanglarang.
            Dalam sumber sejarah Carita Parahyangan, pemerintahan pada masa Prabu Siliwangi dilukiskan sebagai berikut:

“Purbatisi purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal musuh alit. Suka kreta tang lor kidul kulon wetan kena kreta rasa. Tan kreta ja lakibi dina urang reya, ja loba di sanghiyang siksa”. (Ajaran dari leluhur dijunjung tinggi sehingga tidak akan kedatangan musuh, baik berupa laskar maupun penyakit batin. Senang sejahtera di utara, barat dan timur. Yang tidak merasa sejahtera hanyalah rumah tangga orang banyak yang serakah akan ajaran agama).

            Dari naskah tersebut dapat diketahui, bahwa pada saat itu telah banyak masyarakat atau rakyat Pajajaran yang meninggalkan agama lama (Sunda Wiwitan) dan beralih memeluk agama Islam. Jadi, tidaklah benar jika ada yang mengatakan bahwa Kerajaan Pajajaran menyerang Cirebon disebabkan karena kebencian Prabu Siliwangi terhadap Islam. Justru merekalah yang mengatakan demikian itu karena kebencian mereka terhadap Islam dan menyebarkan dongeng-dongeng penuh kebohongan dan kepalsuan. Adapun saya disini tidak bercerita dongeng yang terlahir dari hasil imaginasi dangkal, melainkan saya berbicara mengenai fakta sejarah yang sudah tercatat.    
            Tanggapan ketiga, ada yang mengatakan bahwa Prabu Siliwangi tidak mempunyai keturunan yang beragama Islam. Saya pernah berbincang-bincang dengan salah satu penganut keyakinan Sunda Wiwitan di zaman sekarang ini,  menurutnya salah satu anak Prabu Siliwangi dari Nyai Subanglarang yang paling terkenal bernama Ki Hyang Santang itu hanyalah tokoh fiktif yang diada-adakan. Begitupun anak-anak Nyai Subanglarang yang lain itu tak pernah ada.
            Menurut saya, perkataan mereka hanyalah merupakan propaganda penyesatan dan berusaha mengkaburkan bukti-bukti peninggalan yang ada. Sedangkan, sangat begitu jelas dalam catatan sejarah dikatakan, bahwa dari pernikahan Prabu Siliwangi dan Nyai Subanglarang ini dikaruniai tiga orang anak. Masing-masing yaitu Prabu Anom Walangsungsang yang lahir pada tahun 1423 M. Anaknya yang kedua adalah Nyimas Ratu Rarasantang yang lahir tahun 1426 M, sedangkan anaknya yang ketiga adalah Raden Raja Sanggara yang lahir pada tahun 1428 M.
            Dari pernikahan Nyimas Rarasantang dengan raja Mesir yang masih ada garis keturunan dari Bani Ismail bernama Sultan Syarif Abdullah lahirlah Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Nyimas Rarasantang pada waktu itu, setelah menikah dengan raja Mesir berganti nama menjadi Syarifah Mudaim yang sekarang makamnya berada di Cirebon bersama kakaknya, Pangeran Cakrabuana (Prabu Anom Walangsungsang). Selain itu, Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati) pun dimakamkan di tempat yang sama. Sedangkan makam Raden Sanggara yang menurut masyarakat Garut beliau adalah Ki Hyang Santang atau Sunan Rohmat dimakamkan di Godog, Garut.  
            Dari Syarif Hidayatullah, keturunan-keturunan Prabu Siliwangi menyebar hampir ke seluruh wilayah di Jawa Barat, terutama di daerah Banten dan Cirebon. Makam-makam keturunannya yang berada di tiap-tiap daerah inilah sebagai tanda bukti bahwa mereka pernah hidup dan bukan tokoh fiktif seperti yang dikatakan oleh mereka yang berusaha menyesatkan orang-orang Islam dan keturunan-keturunan tanah Sunda.  
            Pertanyaan sederhana untuk mereka, jika memang benar bahwa anak-anak Prabu Siliwangi dari Nyai Subanglarang itu tidak pernah ada dan dianggap sosok yang diada-adakan, lantas keturunan siapakah gerangan Sunan Gunung Djati (Syarif Hidayatullah) yang termasuk salah satu dari Wali Songo itu? Dari mana asalnya Pangeran Cakrabuana, Nyimas Rarasantang, dan Raden Sanggara (Sunan  Rohmat) jika mereka bukan keturunan dari Prabu Siliwangi? Percayakah mereka semua terlahir ke dunia tanpa ada yang melahirkan sementara bukti-bukti makam mereka masih ada? 

            Meskipun nama-nama mereka tidak tertulis di dalam Batu Tulis dan bukan penulis di Batu Tulis, tapi sejatinya merekalah yang telah banyak memberikan perubahan besar dan mengubah haluan kemusyrikan menuju ke-tauhid-an di tanah Jawa Barat.  
            Memang saya disini mengakui bahwa Prabu Siliwangi setelah dinobatkan menjadi Raja Kerajaan Sunda-Galuh yang kemudian dirubahnya menjadi Kerajaan Pajajaran menjadikan agama resmi kerajaannya yang dianut saat itu adalah Sunda Wiwitan. Akan tetapi, yang terpenting disini adalah bahwa Prabu Siliwangi telah ber-Syahadat dan mengakui bahwa “Tiada Tuhan Selain Allah”. Mana mungkin jika Prabu Siliwangi bukan seorang muslim sementara anak-anak dan keturunannya menjadi para wali Allah dan menjadi ulama-ulama besar Islam pada zamannya masing-masing. Kecuali anak Prabu Siliwangi dari Nyai Kentring Manik Mayang Sunda yang bernama Prabu Surawisesa inilah yang tetap setia dengan agamanya yang kemudian diagungkan oleh para penganut Sunda Wiwitan hingga kini.      
            Perlu diketahui, bahwa kerajaan Pajajaran yang dahulu kala menganut ajaran Sunda Wiwitan, kelak akan lenyap dan tidak akan pernah berdiri lagi, sebab akan digantikan dengan kerajaan Pajajaran yang baru, yakni Pajajaran yang menganut ajaran Islam; Pasundan Islam. Hal ini telah disampaikan oleh Prabu Siliwangi dalam sebagian wangsitnya:   

“Dia mudu marilih, pikeun hirup ka hareupna, supaya engke jagana jembar senang mugih mukti, bisa ngadegkeun deui Pajajaran. Lain Pajajaran nu kiwari, tapi Pajajaran anu anyar, nu ngadegna digeuingkeun ku obahna zaman; Pilih: ngaing moal ngahalang-halang. Sabab pikeun ngaing, heunteu pantes jadi raja amun somah sakabehna lapar bae jeung balangsak.” (Kalian boleh memilih untuk hidup ke depan nanti, agar besok lusa, kalian hidup senang kaya raya dan bisa mendirikan lagi Pajajaran! Bukan Pajajaran saat ini (penganut Sunda Wiwitan) tapi Pajajaran yang baru (Pasundan Islam) yang berdiri oleh perjalanan waktu! Pilih! Aku tidak akan melarang, sebab untukku, tidak pantas jadi raja jika rakyatnya lapar dan miskin).

Wallahu 'Alam. (Gugun Sopian) 




[1] Tapa Brata adalah sejenis tapa untuk meraih kesempurnaan jiwa.
[2] Ua dalam bahasa Sunda adalah sebutan atau panggilan kepada kakak dari ayah atau ibunya. Dalam hal ini, Ki Gedeng Sendangkasih merupakan kakak dari ayahnya Prabu Siliwangi yakni Ningrat Kencana atau Dewa Niskala, keduanya merupakan anak dari Prabu Wastu Kencana dari istrinya yang bernama Mayangsari.   
[3] Dalam Purwaka Caruban diterangkan bahwa “I telas ira Ki Gedeng (Sedang) Kasih angemasi, Sang Prabhu Siliwangi rinatwaken ta sireng Sedangkasih nagari, yata ri huwus malahaken wigrahanya kabéh.”(Setelah Ki Gedeng Sendangkasih meninggal, Prabu Siliwangi dijadikan raja di Negara Sendangkasih (Surantaka), yaitu setelah mengalahkan semua musuhnya).   
[4] Dalam Prasasti Batu tulis diberitakan bahwa Prabu Siliwangi dinobatkan menjadi raja dua kali, sebagai raja kerajaan Galuh dan raja kerajaan Sunda. Kerajaan Galuh diserahkan dari ayahnya, Dewa NIskala kepada Prabu Siliwangi. Sedangkan tahta kerajaan Sunda diserahkan dari mertuanya, Prabu Susuktunggal yang merupakan ayah dari Nyai Kentring Manik Mayang Sunda.    
[5] Mushola yang didirikan oleh Syeikh Hasanuddin ini sekarang menjadi Mesjid Agung Karawang.
[6] Rahasia ghaib
[7] Nyai Subanglarang digambarkan dalam Purwaka Caruban sebagai “yata kanya paripurna ing hayu, kadi patang welas kang chandra ng téjamaya.”(Nyai Subanglarang adalah wanita yang kecantikannya sangat sempurna, ibarat cahaya terang bulan tanggal empat belas.   
[8] Pada zaman dahulu, tasbih yang biasa digunakan orang Islam untuk wirid ini sulit dicari dan ditemukan, tidak seperti pada zaman sekarang orang Islam mudah untuk mendapatkannya karena sudah banyak toko-toko yang menjualnya.
[9] Hal tersebut pernah dipublikasikan dalam tulisan Antropolog Nanang Saptono yang berjudul “Di Jateng Ada Candi, Di Jabar Ada Kabuyutan”. Tulisan ini pernah dimuat di harian Kompas edisi 3 September 2001.
[10] Mengenai semakin tersebar luasnya ajaran agama Islam di wilayah Pajajaran, Prabu Siliwangi pernah mengatakan “Ngaing Raja Pajajaran hanteu nyaram somah milih agama, anu dicaram soteh nyaéta: palah-pilih teu puguh milih, mimiti milih agama ieu laju bosen … milih deui! Raja Pajajaran, henteu nyaram somah milih agama, ari tetala mah éta agama lain pi’eun ngaganggu kasantosaan nagara, lain pi’eun macikeuh anu barodo, lain pi’eun numpuk kabeungharan, lain pi’eun kasenangan sorangan. “(Raja Pajajaran tidak melarang rakyat memilih agama, yang dilarang hanyalah sembarangan memilih suatu yang tak tentu mula-mula pilih satu agama sudah bosan … memilih lagi! Raja Pajajaran tak melarang rakyat memilih agama bila jelas itu agama bukan untuk mengganggu kesejahteraan negeri, bukan untuk mengakali orang bodoh, bukan untuk menumpuk kekayaan, bukan untuk kesenangan pribadi).

Wednesday, 1 January 2014

(Early Warning) Runtuhnya Indonesia; Target “Asing” Pemilu 2014 dan 2019, Perang 2020-2030


(Early Warning) Runtuhnya Indonesia; Target “Asing” Pemilu 2014 dan 2019, Perang 2020-2030


Latar Belakang


Penulis mencoba membahas isu yang sedikit melebar keluar batas Indonesia; bila akhir-akhir ini isu Nasional; PEMILU 2014, Korupsi, Skandal, yang sering dibicarakan oleh banyak kalangan, ada baiknya kita membuka cakrawala ke isu Regional dan Internasional; sebagai penyegaran dan sekaligus pemahaman baru terkait isu-isu besar yang seharusnya lebih menjadi perhatian kita.
Dinamika dunia Internasional paling santer dibahas saat ini adalah mengenai pergeseran hegemoni Amerika Serikat; khususnya di kawasan Asia-Pasifik sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh pesatnya pertumbuhan di China. Amerika Serikat tentunya tidak menginginkan terjadi ketimpangan pengaruh; karena dengan hilangnya hegemoni di kawasan Asia-Pasifik akan membawa dampak kerugian sangat besar pada semua aspek kehidupan Amerika Serikat. Disisi lain, China, direncanakan atau tidak, mereka telah menjelma menjadi sebuah kekuatan besar baru membawa dampak positif dan negatif; sehingga pertumbuhan di China merupakan koin yang memiliki 2 (dua) sisi; ancaman dan peluang.
Indonesia, secara geografis memiliki kelebihan luar biasa di kawasan Asia-Pasifik; terutama karena daerah perlintasan perdagangan Internasional yaitu jalur Laut China Selatan sebagai perairan tersibuk dan lalu Selat Malaka merupakan wilayah teritori Indonesia, tentu hal ini menjadi sebuah berkah bagi Indonesia namun dalam saat yang sama menjadi semacam kutukan dikarenakan letak strategis inilah, Indonesia menjadi magnet pihak “asing” untuk menancapkan “pengaruh dan kontrol”.
1383473105400305722
Gambar: Dok. Pribadi
Sejarah “Asing” di Indonesia
Kembali melihat rentang perjalanan sejarah Indonesia dikaitkan dengan pihak “asing”; dapat kita runut bahkan mulai dari jaman pra-kolonial, pada jaman tersebut Indonesia atau lumrah juga disebut Nusantara merupakan kawasan yang terdiri dari kumpulan kerajaan-kerajaan tersebar di beberapa kawasan pulau-pulau utama. Pada jaman tersebut Indonesia telah menjadi daya tarik pihak “asing”, terutama bangsa-bangsa berasal dari China dan Arab, yang sebagian besar pada jaman tersebut mereka tertarik untuk menjalin hubungan ekonomi, sosial, budaya, dan agama; dalam pandangan penulis mungkin hanya pada jaman ini sepanjang sejarah kita sampai dengan sekarang, pihak “asing” menjalin hubungan baik dan saling menguntungkan kedua belah pihak.
1383473086148364350Gambar: Dok. Pribadi
Memasuki jaman kolonial; pihak “asing” sudah memiliki agenda lain selain menjalin hubungan damai, pihak “asing” mulai menguasai tidak saja dengan cara baik maupun dengan cara buruk sehingga terjadilah penjajahan terhadap bangsa ini oleh Portugis, Spanyol, Belanda dan Jepang yang menjadi masa-masa kelam dalam sejarah bangsa Indonesia.
Pada tahun 1945 akhirnya bangsa Indonesia dapat sedikit mengangkat kepala dengan memproklamirkan Kemerdekaan, hanya saja kemerdekaan tersebut bagi pihak “asing” menjadi semacam “surprise” yang tidak diperhitungkan sebelumnya, jangan pernah kita melupakan bahwa sebelum kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tahun 1942 di Wina ada sebuah kesepakatan dibuat oleh Sekutu; “Negara-Negara sekutu sepakat untuk merebut wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Jepang untuk dikembalikan kepada pemilik koloninya masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari wilayah pendudukannya”, selanjutnya dikenal dengan nama Perjanjian Wina 1942, dan secara psikologis masih menjadi dasar pihak “asing” (sekutu) merasa memiliki kepentingan terhadap Indonesia.
Maka dari sinilah rangkaian intervensi “asing” menjadi semacam sesuatu yang akan selalu melekat dalam perjalanan bangsa Indonesia, walaupun kita telah merdeka beberapa kejadian besar selalu melibatkan pihak “asing” didalamnya seperti:
  • Awalnya Indonesia terlibat aktif dalam pertemuan Non-Blok (KTT Asia-Afrika, Bandung, 1955) namun magnet kelompok blok sangatlah besar dan pada era 1960-an terjalin kedekatan Indonesia dengan kubu sosialis/kiri (Soviet) membuat timbulnya pergesekan di dalam dan luar negeri, berlanjut pecahnya konflik pada tahun 1965 dengan kejadian G30SPKI, lalu berkembang menjadi gejolak politik, Presiden Soekarno harus kehilangan jabatannya; tidak lepas juga dari campur tangan kubu kapitalis/kanan (Amerika Serikat).

  • Pada tahun 1998, yang masih melekat dalam ingatan sebagian besar bangsa Indonesia, sebuah pergerakan yang membuat Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya, menurut beberapa kalangan dan juga penulis yakini selain dikarenakan rentannya kondisi perekonomian Indonesia saat itu kejadian ini juga disinyalir digerakan oleh tangan-tangan “asing” dengan alasan terkesan dramatis salah satunya karena Presiden Soeharto saat itu terindikasi mulai mendekatkan diri kembali ke kubu sosialis/kiri (Rusia) dengan membatalkan pembelian pesawat tempur dari Amerika Serikat lalu memilih memesan pesawat tempur dari Rusia (1996-1997).

  • Referendum dan lepasnya Timor-Timur dari Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Habibie, langsung ataupun tidak langsung pihak “asing” berperan aktif terhadap kejadian tersebut.

  • Kedekatan Gus Dur dengan Israel, seakan menjadi pemantik diatas siraman bensin; selain karena alasan kesehatan, keinginan menjalin hubungan dengan Israel membuat gerah banyak kelompok, sehingga Gus Dur akhirnya juga harus mengalami pemakzulan secara politik.

  • Pada masa kepemimpinan Presiden Megawati, terjalin kerjasama dengan pihak-pihak “asing” melalui penjualan beberapa BUMN terkait kesulitan keuangan Negara, yang harus digaris-bawahi justru adalah keran kerjasama Indonesia mulai dibuka lebar untuk kubu sosialis/kiri (China), salah satu kerjasama yang benar-benar mengejutkan pada saat itu sampai dengan sekarang adalah kontrak penjualan gas LNG Tangguh; harus diakui bahwa indikasi kedekatan dengan China tersebut telah membuat gerah Amerika Serikat, dan sangat mungkin kekalahan Megawati pada PEMILU 2004 dipicu karena besarnya kekhawatiran kubu kapitalis/kanan (Amerika Serikat) apabila Megawati kembali menjadi Presiden Indonesia akan memperbesar pengaruh kiri (China) di Indonesia sedangkan pengaruh yang selama ini ditanam oleh pihak kanan (Amerika Serikat) akan memudar.

  • Pada masa kepemimpinan Presiden SBY, dapat dikatakan merupakan masa-masa bulan madu antara Indonesia dan kubu kapitalis/kanan, contoh kedekatan dapat terlihat ketika Indonesia bersedia negosiasi dengan GAM, kontrak-kontrak SDA yang lebih cenderung ke kubu kapitalis/kanan, The Fox yang didukung kekuatan “asing” mengawal perjalanan politik SBY, lobby-lobby luar negeri secara bilateral Indonesia lebih intensif dengan kubu kapitalis/kanan; dan indikasi pengaruh dan kedekatan lainnya yang mungkin pembaca lebih mengetahuinya.
Tahun depan 2014, Indonesia akan melakukan perhelatan besar yaitu PILEG dan PILPRES, dari ilustrasi diatas penulis pikir, pembaca sudah cukup cerdas melihat apa yang sebenarnya terjadi nanti pada pesta demokrasi yang akan kita laksanakan tersebut. Apabila anda berpikir tahun depan adalah sebuah kegiatan bagi kepentingan sekelompok partai politik di Indonesia saja, anda bisa jadi salah besar karena tidak melihat kepentingan “asing” bermain.
Kanan vs Kiri
Pemberitaan mengenai Amerika Serikat yang dalam kondisi ‘Shut Down’ telah mengguncang dunia Internasional; pada saat bersamaan pertumbuhan China dalam segala aspek juga telah menarik perhatian dunia Internasional. Kedua kondisi diatas telah membuat terjadinya pergeseran hegemoni, salah satunya di kawasan Asia-Pasifik, saat ini dunia sedang mencari titik keseimbangan baru.
China mulai menunjukan eksistensinya selama 1 (satu) dekade terakhir dan akan terus meningkat pada dekade-dekade mendatang, terutama pada wilayah Laut China Selatan, klaim wilayah oleh China berdasarkan 9 garis putus-putus perbatasan kuno yang memasukan hampir semua wilayah Laut China Selatan sampai ke perairan Natuna bukanlah sebuah wacana, hal ini paling berpotensi besar kearah konflik antar Negara yang luar biasa besar, Indonesia dengan posisi strategisnya hampir dapat dipastikan akan terseret masuk ke konflik kawasan.
138477552048648573
Manuver militer China sudah mulai menunjukan kearah konflik besar dan melebar seperti beberapa rentetan kejadian berikut:
  • 2009: Kapal selam bertenaga nuklir milik AL China berlayar dalam parade di perairan Qintao, China, 23 April 2009. Hampir semua Negara Asia yang memilki garis pantai memperkuat armada kapal selam mereka di tengah memanasnya sengketa wilayah, salah satunya Laut China Selatan.http://hankam.kompasiana.com/2012/04/08/sengketa-laut-china-selatan-perlombaan-di-lautan-453430.html

  • 2010: awal bulan Juli 2010 Angkatan Laut China mengadakan latihan pendaratan di dekat Pulau Natuna dengan menggunakan kapal pendarat kelas Yuyi.http://hankam.kompasiana.com/2010/07/29/antisipasi-terhadap-klaim-china-atas-kepulauan-natuna-209631.html

  • 2011: Sengketa antara Filipina dan China atas klaim yang bertentangan terhadap Kepulauan Spratly meningkat pada tahun 2011, juru bicara Pemerintah Filipina mulai menyebut seluruh kawasan laut tersebut sebagai Laut Filipina Barat. Dalam layanan Administrasi Atmosferik, Geofisika, dan Astronomik Filipina (PAGASA) bersikukuh bahwa kawasan tersebut akan selalu disebut sebagai Laut Filipina.

  • 2012: China pamer kekuatan, Perdana Menteri Wen Jiabao menggambarkan pengerahan kapal yang mempunyai panjang 300 meter tersebut menunjukkan ‘keperkasaan dan kekuatan yang besar”. Berlayarnya kapal tersebut berlangsung di tengah ketegangan China dengan Jepang dan Filipina serta sejumlah Negara lainnya terkait dengan konflik teritorial di kawasan.http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2012-09-26/china-pamer-kekuatan-hadapi-ketegangan-di-kawasan/1020916

  • 2013: Sebuah kapal perusak AS akan bergabung dengan kapal Angkatan Laut Filipina, untuk latihan perang mulai Kamis (27/6/2013) dekat daerah yang diklaim China di Laut China Selatan. Manuver itu, menambah ketegangan dengan China soal klaim teritorial. http://international.sindonews.com/read/2013/06/27/40/754638/manuver-filipina-as-picu-ketegangan-dengan-china

  • Kemarahan Taiwan atas Filipina terkait penembakan nelayannya pekan lalu masih berlanjut. Hari ini Taiwan menggelar latihan perang dekat perbatasan maritim Filipina. http://dunia.news.viva.co.id/news/read/413297-marah-dengan-filipina–taiwan-gelar-latihan-perang
Ketegangan ini dipertajam dengan rencana Amerika Serikat yang akan pindah fokus dari Timur Tengah ke Asia-Pasifik pada tahun 2020 dengan menempatkan 60% kekuatan Angkatan Laut di wilayah Asia-Pasifik, melalui pernyataan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon. E. Panetta disampaikan bahwa rencana tersebut tidak terkait dengan usaha membendung kekuatan China di Asia-Pasifik. Akan tetapi langkah tersebut setidaknya membuat Pemerintah Indonesia ketar-ketir, melalui Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyatakan kekhawatirkan dan menegaskan bahwa Indonesia berada pada posisi tidak baik yaitu memilih diantara 2 (dua) kekuatan; Amerika Serikat dan China.
http://www.tempo.co/read/news/2012/06/03/118407929/60-Persen-Kapal-Perang-AS-di-Asia-Pasifik-2020
Kondisi Amerika Serikat yang sedang carut marut; menjadi semacam anti klimaks dari peran sentral Amerika Serikat di kancah Internasional, laju pertumbuhan China yang belum terlihat akan berhenti; cepat atau lambat akan mulai mengimbangi bahkan sangat mungkin melewati kekuatan dan pengaruh Amerika Serikat dan hal ini sangat disadari oleh China dan pihak lainnya, baik yang berseberangan maupun beraliansi.
Dari postur kekuatan perang, berdasarkan peringkat yang dirilis oleh Global Fire Power 2013, Amerika Serikat masih menduduki peringkat pertama dengan index 0.2475 sedangkan China pada peringkat ketiga dengan index 0.3351. Dengan memanfaatkan momentum saat ini maka China akan mulai mengejar untuk bersanding sejajar dengan Amerika Serikat, terlihat pada nilai belanja militer, China bercokol membayangi Amerika Serikat pada urutan kedua; nilai belanja militer China akan terus membesar dan Amerika Serikat justru akan mengecil atau stagnan kalaupun bertambah, nilainya tidak akan signifikan:
15 Negara dengan belanja militer terbesar (Dalam Milyar $ USD):
1. Amerika Serikat (682)
2. China (166)
3. Rusia (90,7)
4. Inggris (60,8)
5. Jepang (59,3)
6. Perancis (58,9)
7. Saudi Arabia (56,7)
8. India (46,1)
9. Jerman (45,8)
10. Italia (34,0)
11. Brasil (33,1)
12. Korea Selatan (31,7)
13. Australia (26.2)
14. Kanada (22,5)
15. Turki (18.2)
…… Indonesia (8.3)
Dengan kondisi dunia seperti saat ini, penulis meyakini waktu 6 tahun (2014-2020) sangatlah cukup bagi China mengejar posisi Amerika Serikat setidaknya untuk mengimbangi kekuatan dan pengaruh pada kawasan Asia Pasifik. Hal ini tentunya membuat Amerika Serikat dalam posisi mewaspadai; dan juga Negara-Negara di kawasan terutama yang bersengketa langsung dengan China mulai menyusun strategi perang.
Indonesia yang berdasarkan peringkat kekuatan berada pada posisi 15, sebaiknya tidak terlena karena bila dilihat dari belanja militer Indonesia yang hanya 8 Milyar USD sangatlah tidak berarti; 1/20 belanja militer China, 1/85 belanja militer Amerika Serikat bahkan apabila Indonesia meningkatkan belanja militer 2 (dua) kali lipat menjadi sebesar 16 Milyar USD posisi tersebut masih dibawah belanja militer Turki yang berada di urutan 15, dan harus disadari walaupun target Minimum Essential Force (MEF) akan tercapai pada tahun 2019 seperti yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro, kondisi ini masih cukup memprihatinkan mengingat potensi ancaman besar dan nyata akan dihadapi dalam kurun waktu dekat.
Masa Depan Indonesia
Berbicara aktor dalam peta persaingan dunia, terdapat 4 (empat) aktor utama; selain kubu kanan dan kubu kiri terdapat kubu yang penulis namakan kubu depan dan kubu belakang. Penamaan kubu depan karena karakteristik cenderung terang-terangan di depan berseberangan dengan semua kubu lainnya mewakili sebagian besar bangsa Arab dan penamaan kubu belakang karena karakteristik cenderung di belakang layar mewakili sebagian besar bangsa Yahudi; penamaan dengan istilah kanan, kiri, depan, belakang agar unsur-unsur SARA hilang dan pembahasan ini tidak melebar ke perdebatan keyakinan dan perlu ditegaskan juga bahwa penulis tidak menggali persoalan ideologi dan agama tetapi fokus tulisan ini adalah persoalan pengaruh dan kontrol terutama terhadap aspek-aspek politik, ekonomi, dan pertahanan keamanan.
Aktor-aktor dunia tersebut merupakan refleksi kondisi di Indonesia selanjutnya penulis namakan kelompok, berdirinya Indonesia juga merupakan konsolidasi 3 (tiga) kelompok yang dekat/dipengaruhi kubu-kubu; kanan, kiri dan depan sedangkan kubu 1 (satu/belakang) masuk daftar hitam Indonesia sejak kemerdekaan sampai sekarang karena bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang dianut Indonesia terkait konsep kemerdekaan (Israel vs Palestina), kalaupun kubu belakang pernah akan diakomodir masuk Indonesia adalah saat Indonesia dipimpin oleh Presiden Gus Dur namun sebelum terjadi, mereka langsung di “cut” oleh kelompok kiri dan depan sehingga balik ke habitatnya di belakang layar; 3 (tiga) kelompok tersebut, pada awalnya dirangkul bersama oleh pendiri bangsa Indonesia; Soekarno, sejalan dengan waktu pergesekan terjadi dan menyebabkan perpecahan dimulai dari DI/TII dan puncaknya G30SPKI akhirnya dimenangkan kelompok kanan + 1 (satu/belakang).
Apa yang sedang terjadi saat ini juga cukup jelas terlihat bahwa sedang berlangsung pertarungan politik dari 3 (tiga) + 1 (satu/belakang), hanya saja kelompok depan selalu dijadikan tameng khususnya oleh kanan + 1 (satu/belakang); mengambil contoh dari Afghanistan pada masa pendudukan oleh Uni Soviet, Taliban disokong secara penuh oleh Amerika Serikat agar Uni Soviet dapat terusir dari Afghanistan, akan tetapi setelah Uni Soviet hengkang alih-alih kemandirian yang didapatkan malah sekarang di Afghanistan, Amerika Serikat yang menjadi musuh Taliban.
Kejadian yang mirip dengan Afghanistan dapat terlihat di Indonesia dalam skala cerita lebih kecil dengan kejadian yang baru saja dipertontonkan, ketika Menteri Dalam Negeri melontarkan wacana tentang FPI dan Kepala Daerah yang berkembang menjadi konfrontasi antara kiri dan depan, kalau saja kelompok kiri dan depan sedikit membuka mata mungkin tidak perlu terjadi konfrontasi; karena mereka sedang dimanfaatkan untuk saling berhadapan sehingga kanan + 1 (satu/belakang) tidak perlu mengotori tangannya untuk bertarung secara terbuka.
Dengan melihat dinamika yang ada; seharusnya kelompok kiri dan depan dapat bersatu atas dasar common enemy (kanan) + 1 (satu/belakang) bukan malah dengan mudahnya dibenturkan satu dengan lainnya, strategi seperti ini merupakan strategi kuno yang seharusnya kiri dan depan sudah mulai bersikap dengan cerdas menghadapinya bukan justru mengulangi sejarah kelam; pada jaman pra-kolonial, kerajaan-kerajaan Nusantara hidup berdampingan dengan damai bersama China dan Arab sampai akhirnya dirusak dengan adu domba oleh penjajah (kolonial).
Dari penjabaran singkat diatas, semuanya sudah cukup terang benderang mengenai kondisi saat ini dan masa depan Indonesia, namun ada satu isu lagi yang ingin penulis sampaikan dan cukup mengejutkan adalah apa yang ada didalam agenda pihak-pihak “asing” terutama kanan + 1 (satu/belakang) terkait masa depan Indonesia, salah satunya adalah rekomendasi resmi dikeluarkan oleh RAND Corporation kepada Pentagon (Amerika Serikat) bahwa Indonesia harus dibagi 8 wilayah.
Target kanan sudah dapat ditebak; status QUO, sebagai pihak berpengaruh dan mengontrol atau bila pengaruh dan kontrol tidak dapat dipertahankan maka tidak boleh ada kelompok lain yang berpengaruh dan/atau mengontrol di Indonesia (with us or against us), sehingga agenda memecah wilayah Indonesia ataupun menyerang Indonesia merupakan ancaman yang tidak dapat di pandang enteng.
Dimanakah posisi kiri dan depan terkait Indonesia kurang lebih sama yaitu ingin berpengaruh dan mengontrol, penulis akan meminjam pemikiran dari Hans Morgenthau: bahwa pria dan wanita memiliki “keinginan untuk berkuasa”. Hal ini dapat kita lihat didalam dunia politik khususnya politik internasional; “politik adalah perjuangan memperoleh kekuasaan atas manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya dan cara-cara memperoleh, memelihara dan menunjukan kekuasaan menentukan teknik tindakan politik”.
Bagaimana dengan bangsa Indonesia? Tidak banyak yang memikirkan kompleksitas kepentingan, karena permasalahan Nasional saja sudah sangat pelik terutama masalah korupsi sistematis hingga dapat dikategorikan sebagai bahaya laten; dengan apa yang sedang berkembang di masyarakat; penulis menangkap 1 (satu) esensi dasar bahwa masyarakat sudah muak, membuat tingkat kepercayaan yang sangat rendah terhadap pelaksana Pemerintahan dan Negara sehingga masyarakat sedang aktif bergerak memimpikan perubahan, kearah yang lebih baik; fenomena ini harus dibayar mahal oleh kelompok kanan + 1 (satu/belakang), kehadiran mereka selama ini telah sangat mengecewakan dan akan segera ditinggalkan; pengaruh dan kontrol mereka akan mulai terkikis drastis disisi lain menjadi peluang yang akan diperjuangkan untuk dimenangkan oleh kelompok kiri, sedangkan kelompok depan dalam situasi ini belum dapat menunjukan eksistensi mereka secara politik.
Dikarenakan semua pihak berkeinginan untuk berkuasa, penulis berpendapat skenario perang hampir dapat dipastikan terjadi, kapankah? Melihat beberapa kejadian besar diatas maka dalam jangka pendek target pertamanya adalah perebutan melalui jalur politik pada PEMILU 2014, dari hasil PEMILU 2014 ini maka tindakan selanjutnya berkembang ke PEMILU 2019 dan 2020-2030. Beberapa skenario yang dapat penulis bayangkan adalah sebagai berikut:
1385612598306953219
Gambar: Dok. Pribadi
Didalam Intelijen, umum dikenal cara menghitung tingkat ancaman dengan rumus yang merupakan kombinasi dari Intention (niat), Capability (kemampuan), Circumstances (keadaan); terkait ancaman perang antara kanan dan kiri penulis mencoba memberikan ilustrasi secara singkat sebagai berikut:
  • Intention (Niat):Kanan – Dengan agenda memecah Indonesia dan pergerakan kekuatan pada tahun 2020 demi mempertahankan pengaruh di Negara-Negara Asia-Pasifik, kuat mengindikasikan bahwa status QUO akan dipertahankan dengan ataupun tanpa kekuatan.Kiri – Manuver dan unjuk gigi kekuatan khususnya di perairan Laut China Selatan serta intensifnya China melakukan komunikasi dan menancapkan pengaruh terhadap Negara-Negara di Asia Tenggara kuat mengindikasikan bahwa China akan merebut pengaruh dan kontrol terhadap kawasan Laut China Selatan dan Negara-Negara di kawasan (Asia Tenggara).

  • Capability (Kemampuan):Kanan – Dari ilustrasi peringkat dan belanja militer diatas, Amerika Serikat sangat siap untuk perang.Kiri – Memanfaatkan kondisi Amerika Serikat yang mengalami hantaman perekonomian dan momentum pertumbuhan pesat China, dalam rentang waktu 6 tahun (2014-2020) China akan siap untuk perang.

  • Circumstances (Keadaan):Terjadinya perang tergantung dari Indonesia yang akan berperan sebagai war maker;Kanan – Apabila pengaruh Amerika Serikat hilang terhadap Indonesia dan/atau Indonesia berpihak kepada China maka berpeluang besar terjadi perang; sulit terelakan karena besarnya kepentingan mereka di Indonesia maka usaha merebut kembali atau malah menyerang Indonesia dengan tujuan agar tidak ada pihak yang merebut kepentingan mereka di Indonesia dengan mudah.
    Kiri – Apabila China dapat memastikan Indonesia memihak dan/atau pengaruh dan kontrol dipegang oleh kelompok pro China, atau setidaknya Indonesia dalam posisi tidak memihak siapapun; China akan siap untuk berkonfrontasi karena dengan keberpihakan atau ketidak-berpihakan Indonesia maka perang terbuka akan seimbang bahkan peluang China memenangkan perang menjadi sangat besar.
Dapat terlihat bahwa 3 (tiga) unsur ancaman sudah terpenuhi pada tingkatan yang menurut penulis sudah pada level tinggi dan penulis yakin skenario perang telah disadari oleh Pemerintah walaupun akan terdapat perbedaan perspektif ukuran faktor ancaman Pemerintah dan penulis, dan semoga melalui tulisan ini, ancaman tersebut dapat disadari dan diketahui juga oleh rakyat Indonesia.
Khusus pada faktor keadaan mengapa penulis nilai pada level tinggi karena kanan + 1 (satu/belakang) akan kehilangan pengaruh dan kontrol atas Indonesia dan kelompok kiri yang lebih dekat ke China akan mengambil alih pengaruh dan kontrol tersebut secara politik pada PEMILU 2014, dari 2 (dua) partai yang memiliki kedekatan dengan kelompok kiri berpotensi besar dan juga masing-masing memiliki jagoan Capres dengan elektabilitas tertinggi nomor 1 dan nomor 2 menurut sejumlah survei, sepertinya akan memenangi mayoritas kursi legislatif dan perebutan Kepemimpinan Nasional, kedua partai ini merupakan koalisi sehingga dapat berkuasa secara stabil dan skenario kelompok kiri dapat berjalan tanpa hambatan berarti nantinya. Dengan hasil seperti ini, dapat ditebak akan memunculkan kemarahan Amerika Serikat, dan puncaknya adalah opsi cara-cara dengan menggunakan kekuataan akan terjadi.
Mengapa Indonesia begitu penting; hal ini dikarenakan Indonesia memiliki letak sangat strategis, menguasai Laut China Selatan belum berarti banyak apabila tidak bisa berpengaruh terhadap Selat Malaka; dan untuk berpengaruh di Selat Malaka yang merupakan wilayah teritori Indonesia berarti harus dapat memegang pengaruh dan kontrol di Indonesia, selain itu Indonesia dikenal berperan sebagai perekat kawasan (Asia Tenggara), apabila perekatnya hilang maka kawasan (Asia Tenggara) akan tercerai berai sehingga mudah diintervensi.
Keberpihakan Indonesia akan membuat China mendapatkan keuntungan, Indonesia dapat menjadi semacam pemotong dan/atau penghambat kekuatan terutama yang bergerak dari Australia, Singapura dan Malaysia. Atau setidaknya yang dibutuhkan oleh China adalah Indonesia dalam posisi tidak memihak siapapun, hal ini sama saja kawasan (Asia tenggara) tidak memiliki perekat dengan kondisi tersebut sudah lebih dari cukup bagi China memenangkan peperangan.
Peluang Amerika Serikat mempertahankan pengaruh dan kontrol atas Indonesia sangat kecil bila dikorelasikan dengan kondisi politik di Indonesia terkini, masyarakat sedang dalam titik terendah tingkat kekecewaannya terhadap Pemerintah yang mengelola Negara ini, kelompok kanan + 1 (satu/belakang) yang selama ini diuntungkan oleh penguasa telah diberikan cukup waktu untuk menunjukkan peranannya, anggap saja mulai dari tahun 1965 sampai 2014 berarti hampir 50 tahun keleluasaan didapatkan akan tetapi tidak memberi manfaat yang baik bagi Indonesia bahkan cenderung kesengsaraan, disisi lain kelompok kiri menawarkan harapan perubahan.
Ditambah dengan kondisi Amerika Serikat (prahara ekonomi), kalau dianalogikan mereka sekarang bagaikan kartu mati, tetap bersama mereka Indonesia tidak memiliki harapan perubahan malah sebaliknya memburuk karena akan dimanfaatkan untuk membantu menyehatkan keadaan mereka yang sedang sakit parah, disisi lain kondisi China sangat menjanjikan bagaikan sebuah bunga yang baru mekar dan sedang harum.
Skenario perang sudah didepan mata, rangkaian waktu akan dimulai pada saat pergantian pengaruh dan kontrol di Indonesia dari kelompok kanan + 1 (satu/belakang) ke kelompok kiri, namun ada sebuah pertanyaan lebih besar lainnya yang harus dijawab terkait isu ini, tidak saja kapan terjadinya; tetapi apa yang telah kita siapkan apabila terjadi?
Secara mental dan psikologis, penulis tidak akan meragukan kesiapan angkatan bersenjata maupun rakyat Indonesia atas skenario apapun yang akan dihadapi oleh bangsa ini, bukan tanpa alasan penulis meyakininya dan dapat terlihat dari beberapa argumen berikut, karena:
  • Argumen pertama adalah karena secara budaya bangsa Indonesia dari jaman dahulu (pra-kolonial) terkenal sebagai bangsa perang, cerita-cerita kejayaan kerajaan Nusantara melegenda terutama di kawasan Asia sampai ke daratan India dan China sebagai bangsa penguasa dan siap bila peperangan terjadi.

  • Argumen kedua adalah Indonesia cukup berpengalaman berperang pada jaman kolonial, kisah-kisah peperangan menghiasi perjalanan bangsa Indonesia demi kebebasan.

  • Argumen ketiga adalah jaman Kemerdekaan, Indonesia dihiasi dengan peperangan pada 1 (satu) dekade awal merdeka.

  • Argumen keempat adalah dijaman orde baru dan reformasi; peperangan Timor-Timur, peperangan melawan OPM dan GAM, ataupun peperangan dalam konteks dan skala berbeda yaitu konflik internal terutama masalah politik (Pilkada, Pilpres, dan lainnya).

  • Argumen kelima adalah contoh nyata dari kasus khusus yaitu dengan Malaysia baik masalah sengketa perbatasan ataupun yang lebih sederhana persaingan pertandingan olahraga sepakbola, segenap komponen bangsa bergerak untuk menantang Malaysia berperang.
Kesimpulannya, secara mental dan psikologis Indonesia siap berperang, dan penulis justru memiliki penilaian sendiri mengenai karakteristik bangsa ini terkait perang; bahwa bila terjadi konflik terutama dengan pihak “asing” bangsa ini akan cenderung memilih berperang tanpa memikirkan menang atau kalah dan semangat atau kenekatan ini yang menjadi faktor “deterrence” penyebab musuh segan terhadap Indonesia.
Akan tetapi dalam memenangkan peperangan tidak cukup hanya bermodalkan mental, dukungan persenjataan juga harus diperhitungkan; Seperti sedikit disinggung diatas, saat ini Indonesia berada pada peringkat 15 kekuatan militer dunia akan tetapi melihat ke belanja militer yang hanya 8 Milyar USD masih sangat jauh dari cukup dalam menghadapi perang yang telah diilustrasikan.
Penulis berpendapat, Indonesia harus dapat meningkatkan kekuatannya untuk masuk setidaknya di peringkat 10 (sepuluh) besar, dan hal ini salah satu caranya dengan meningkatkan belanja militer yang juga masuk kategori 10 (sepuluh) besar sekitar 34 Milyar USD, melihat APBN saat ini yang sebesar 1700 Triliun Rupiah artinya Indonesia setidaknya mengalokasikan 20% dari total APBN untuk belanja militer.
Tujuan belanja militer yang besar adalah ketika skenario perang terjadi dan Indonesia terseret ke dalamnya; mengingat Indonesia dalam posisi mengerucut kepada aliansi dengan China berarti Indonesia harus siap berhadapan dengan kekuatan Negara-Negara tetangga yang tergabung dalam persemakmuran terutama Australia, Singapura dan Malaysia; untuk itu sangat diperlukan kekuatan serang (attack), mau tidak mau belanja militer sebesar 8 Milyar USD yang tujuannya mencegah (deterrence) tidak akan mencukupi, dan karena waktu yang sangat pendek dengan peningkatan signifikan maka diharapkan Indonesia dapat mengejar dan mengimbangi kekuatan gabungan Negara-Negara tersebut.
Tujuan lainnya adalah ketika skenario perang terjadi dan Indonesia memilih tidak terlibat (non-aliansi); Indonesia pada saat itu harus cukup kuat untuk membuat baik kanan maupun kiri berpikir keras sebelum mencoba untuk menyerang, dan kalaupun mereka menyerang; Indonesia dapat membendung kekuatan tersebut, hal ini sebagai tindakan pencegahan karena ketika dalam posisi non-aliansi tidak ada jaminan Indonesia tidak diserang oleh 2 (dua) kekuatan yang sedang memusatkan kekuatan perangnya di sekitar wilayah Indonesia.
Mungkinkah terpenuhi belanja militer sebesar 34 Milyar USD? Jawabannya hampir mustahil akan tetapi memungkinkan; target belanja sebesar 34 Milyar USD tidak dilaksanakan pada tahun pertama (2014) dan kedua (2015) Pemerintahan baru berkuasa, karena 2 (dua) tahun awal kekuasaan pemerintahan terpilih harus menyelesaikan masalah Nasional terlebih dahulu mengenai korupsi sistematis dan dihilangkan atau setidaknya ditekan secara sistem dengan diiringi tindakan tegas.
Begitu kompleksnya sistem yang ada membuat korupsi ini sulit dilawan namun penulis akan mengambil ide yang diutarakan oleh Eric Bonabeau, dalam jurnal yang berjudul Understanding and Managing Complexity Risk bahwa dalam menyelesaikan masalah yang rumit dibutuhkan tindakan penyederhanaan sehingga masalah tersebut dapat terlihat lebih mudah lalu mempermudah menemukan solusinya; akan tetapi ketika kompleksitas tersebut sudah sangat akut seperti yang ada di Indonesia maka berdasarkan pemikiran Eric Bonabeau dikatakan “complexity, not less, and that progression will continue unless war or revolution resets the entire system”; dapat juga diartikan perlunya sebuah tindakan revolusioner yaitu membuat sistem baru, hal ini dapat terlaksana dimulai dari kemauan kuat Pemerintahan terpilih dan Legislatif; serta dukungan penuh dari rakyat; bersama-sama sepakat bergerak sangat cepat menyusun perangkat sistem baru bagi Indonesia.
Bila korupsi sistematis tersebut dapat dihilangkan atau setidaknya ditekan dengan sistem baru pada tahun pertama maka pada tahun kedua diharapkan telah terlihat hasilnya, yaitu efisiensi dan efektifitas keuangan Negara (pemasukan dan pengeluaran) tambahan pemasukan keuangan harus ditargetkan atau memastikan kebocoran penggunaan keuangan Negara yang biasanya sebesar 10% - 20% tidak terjadi lagi; tentu angka sebesar 34 Milyar USD dapat terwujud dengan mudah. Mulai dari tahun ketiga 2016 sampai PEMILU 2019 merupakan waktu yang tersisa untuk memaksimalkan belanja militer Indonesia.
Itulah tantangan awal yang akan dihadapi oleh Pemerintahan terpilih 2014-2019 dan segenap komponen bangsa Indonesia dan masalah ini harus menjadi agenda semua pihak serta tidak dapat dianggap sepele, kegagalan mempersiapkan diri akan berdampak besar terhadap masa depan Indonesia; selain itu proses selama pelaksanaan Pemerintahan pasca PEMILU 2014 akan semakin berat terlebih pihak yang kalah tidak akan menyerah begitu saja sehingga tekanan dari dalam juga semakin besar dan butuh ketegasan dalam penanganannya; dampak dari ketidak-siapan (ancaman luar) dan pergesekan Nasional (ancaman dalam) tersebut dapat dibayangkan dari rangkaian ilustrasi pada tulisan ini adalah keruntuhan Republik Indonesia.
Bagaimanakah bila ternyata perang tersebut tidak terjadi? Jawabannya adalah Indonesia tetap perlu perubahan politik, perbaikan ekonomi dan peningkatan kekuatan pertahanan keamanan. Perubahan politik dapat dipastikan dimenangkan dan menjadi milik kelompok kiri, kelompok kanan + 1 (satu/belakang) tersingkirkan, kelompok depan belum dapat berperan banyak melihat kondisi saat ini tidak adanya figur dan dukungan yang kuat dari rakyat membuat mereka sebagai kelompok yang tidak menang namun dapat bertahan, kelompok depan dapat memilih bergabung dengan kiri atau membangun kekuatan politik untuk merebut pengaruh dan kontrol di Indonesia di masa depan.
Bagaimanakah Indonesia dalam pengaruh dan kontrol kelompok kiri serta kedekatan dengan China nantinya? Sejarah membuktikan bahwa bangsa China dan Arab pada jaman pra-kolonial yang menjalin hubungan dengan bangsa ini bersifat timbal balik saling menguntungkan, bila memang nanti kelompok kiri memenangkan pengaruh dan kontrol di Indonesia, bangsa ini harus memastikan prinsip saling menguntungkan berjalan dengan benar dari hubungan Indonesia – kubu kiri (China); serta tetap memiliki batasan yang jelas dan tegas terkait masalah Ideologi dan Kepentingan Nasional, jangan sampai terulang keadaan menyedihkan dari hasil hubungan kita dengan kelompok kanan + 1 (satu/belakang).
Selain itu, bangsa Indonesia dalam masa perubahan harus sudah memikirkan kemandirian secara menyeluruh, sehingga menjadi bangsa yang memiliki prinsip kuat dan tegas, suatu saat apabila ternyata hubungan baru dengan kelompok kiri yang terjalin tidak lebih baik dari hubungan lama dengan kelompok kanan + 1 (satu/belakang), Indonesia telah siap memutuskan hubungan tanpa menganggu stabilitas Negara.
Dilihat dari aspek ekonomi kedekatan dengan kubu kiri terutama China yang sedang mengalami pertumbuhan pesat, dengan hubungan kemitraan sejajar dan saling menguntungkan maka Indonesia akan menjelma menjadi kekuatan sama besarnya dalam waktu singkat; ditambah dari aspek pertahanan keamanan, kerjasama 2 (dua) Negara besar dengan kekuatan besar di kawasan ini akan membuat Indonesia disegani lawan maupun kawan; terakhir dari aspek politik, selama Pemerintahan terpilih bekerja setulus hati demi kepentingan rakyat maka kejayaan dan kemakmuran pada masa emas bangsa Indonesia dapat kembali bersinar.
Perubahan kearah yang lebih baik inilah yang diimpikan sebagian besar rakyat Indonesia, dan saat ini tawaran kelompok kiri yang sedang tumbuh pesat secara timing sangat tepat bersamaan dengan kondisi kelompok kanan + 1 (satu/belakang) yang sedang terjun bebas dan sedang sekarat sehingga tidak dapat diharapkan membawa perubahan terlebih kesempatan yang pernah mereka dapatkan tidak dimanfaatkan dengan baik dan benar, namun justru menyakiti hati rakyat Indonesia, kelompok depan pun sedang dirudung banyak permasalahan serta tidak adanya figur yang menarik hati rakyat membuat jalan kelompok kiri menjadi sangat mulus; semoga perubahan yang diimpikan tersebut tercipta seiring pergantian kelompok yang berpengaruh dan mengontrol di Indonesia, sudah cukup lama bangsa ini terpuruk ibarat tikus yang mati di lumbung padi, dan sekarang saatnya Indonesia menjadi tuan tanah yang menikmati hasilnya.
Penutup
Dari uraian tulisan ini, penulis menarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Indonesia menghadapi ancaman luar (perang) dan dalam (konflik nasional) pada waktu dekat dan butuh respon cepat, tepat, dan terarah agar Indonesia siap dan tanggap sehingga keruntuhan Indonesia tidak terjadi.
2. Indonesia tidak memiliki banyak waktu hanya 1 (satu) periode kepemimpinan yaitu 5 tahun (2014-2019) sebagai penentu utama bagi masa depan Indonesia.
3. Indonesia sedang kritis, penderitaan dan kekecewaan rakyat sangat tinggi sehingga dibutuhkan perubahan yang revolusioner.
4. Hegemoni dunia bergeser dan akan pindah dari Amerika Serikat ke China, Indonesia sudah semestinya cerdas dalam menyikapi dinamika ini sehingga tidak ‘stuck’ bersama orang sakit yang selama ini menyengsarakan; bergerak mencari perubahan, dan saat ini pilihan terbaik yang tersisa bersama orang baru yang sedang bersinar.
5. Selama dalam proses perubahan dengan ataupun tanpa bantuan pihak “luar”, Indonesia harus memikirkan dan berusaha bangkit demi mengarah ke kemandirian sejati.
Penulis juga menitipkan saran kepada beberapa pihak, yaitu:
1. Rakyat: bersatulah jangan mudah diadu-domba, ciptakan stabilitas dengan tetap bergerak menuju perubahan dan kemandirian.
2. Kelompok kanan + 1 (belakang): mulailah mempertimbangkan kembali secara matang hubungan dengan pihak “luar” (kubu kanan), karena mereka sedang terpuruk dan sepertinya akan jatuh, tentunya jangan sampai ikut terjatuh bersama mereka.
3. Kelompok kiri: Jagalah kepercayaan yang diberikan rakyat Indonesia, berjuanglah dengan sepenuh hati dan maksimal demi kemajuan dan kejayaan Indonesia di masa depan, waktu anda tidak banyak untuk membuktikan diri bahwa anda layak dipercaya.
4. Kelompok depan: Tetaplah berjuang dalam koridor kebaikan, bangunlah kekuatan politik dan tunjukan diri bahwa masa anda akan tiba.
5. Semua pihak baik luar maupun dalam: Indonesia adalah Negara perang, Indonesia tidak takut berperang, bila waktunya tiba Indonesia siap menyambutnya, sebelum tiba pikirkan dan persiapkan dengan matang peperangan tersebut.
Dari kacamata stratejik masih banyak yang dapat penulis eksplorasi mengenai isu dalam tulisan ini; maka dari itu tulisan ini akan terus berkembang dan bersambung ke tulisan lain, selanjutnya penulis akan mencoba memperkuat pembahasan dengan tulisan lebih fokus mengupas terhadap sub-sub dari isu utama secara satu persatu agar menjadi satu kesatuan dalam membuka cakrawala pembaca dan menjadi pengetahuan yang memberikan manfaat bagi pembaca.
Silahkan disebarkan bila artikel ini bermanfaat.


Baca juga:
Download Pdf.

Wikipedia

Search results

AddThis

Bookmark and Share

Facebook Comment

Info Archive

Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Arief Natadiningrat :

"Kami berharap, negara ini tidak melupakan sejarah. Dulu sebelum kemerdekaan Bung Karno meminta dukungan keraton untuk bisa membuat NKRI terwujud, karena saat itu tak ada dana untuk mendirikan negara. Saat itu keraton-keraton menyerahkan harta yang mereka punya untuk kemerdekaan negara ini,"

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/05/1725383/Para.Sultan.Dukung.Keistimewaan.Yogya

THE FSKN STATMENT IN SULTANATE OF BANJAR : SESUNGGUHNYA KETIKA RAJA - RAJA MEMBUAT KOMITMENT DGN BUNG KARNO DALAM MENDIRIKAN REPUBLIK INI , SEMUA KERAJAAN YG MENYERAHKAN KEDAULATAN DAN KEKAYAAN HARTA TANAHNYA , DIJANJIKAN MENJADI DAERAH ISTIMEWA. NAMUN PADA KENYATAANNYA ...HANYA
YOGYAKARTA YG DI PROSES SEBAGAI DAERAH ISTIMEWA ... AKANKAH AKAN MELEBAR SEPERTI KETIKA DI JANJIKAN ... HANYA TUHAN YG MAHA TAU. ( Sekjen - FSKN ) By: Kanjeng Pangeran Haryo Kusumodiningrat

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=177026175660364&set=a.105902269439422.11074.100000589496907