Kenapa Militer AS Dipusatkan ke Asia Pasifik dan Indonesia
PACOM dibekali seperlima dari total kekuatan militer AS.
Jum'at, 8 Februari 2013, 23:47
Renne R.A Kawilarang
(REUTERS)
VIVAnews
- Dalam kunjungan pertamanya ke Jakarta sebagai Panglima Komando
Militer AS di Kawasan Pasifik (PACOM), Laksamana Samuel J. Locklear III
menegaskan bahwa posisi Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia
Pasifik kini makin strategis di tengah perubahan dinamika kekuatan
global. Itulah sebabnya AS dalam beberapa tahun terakhir menitikberatkan
kepentingan keamanannya di Asia Pasifik.
Dalam kunjungan selama
tiga haari di Indonesia ini, Locklear tidak hanya menemui para petinggi
keamanan dan militer setempat. Dia juga merasa perlu menemui para
cendekiawan, mahasiswa hingga jurnalis dalam suatu acara di Jakarta,
Jumat 8 Februari 2013, untuk menjelaskan pandangannya soal pergeseran
fokus keamanan AS ke Asia Pasifik, yang pertama kali diumumkan Presiden
Barack Obama pada November 2011.
Locklear menyebut
pergeseran fokus itu sebagai "Perimbangan Kembali (Rebalance) Peran AS
di Asia Pasifik." Dia menegaskan perimbangan yang dimaksud bukan
bersifat konfrontatif atau untuk menyudutkan negara atau pihak tertentu.
"Ini bukan hanya menyangkut militer tapi juga kebijakan, diplomasi, dan
perdagangan... Perimbangan ini adalah suatu strategi kolaborasi dan
kerjasama," kata Locklear.
Setelah mengakhiri perang
di Irak dan Afganistan, AS menggeser fokus kepentingan keamanannya ke
kawasan ini. Itulah sebabnya lebih dari setengah kekuatan militer laut
AS kini ditugaskan beroperasi di kawasan yang terdiri dari beragam
negara itu, termasuk Indonesia.
Maka itu, tidaklah heran
bila kini Laksamana Locklear memimpin komando gabungan militer terbesar
yang dimiliki AS. Wilayah operasi PACOM meliputi Asia Pasifik, Asia
Timur, dan Asia Selatan.
PACOM dibekali seperlima
dari total kekuatan militer AS dan akan memimpin 60 persen dari armada
Angkatan Laut Amerika. Saat ini, armada militer AS di Pasifik diperkuat
oleh lima kapal induk dengan kekuatan pendukung, yaitu 180 kapal, 1.500
pesawat, dan 100.000 personel militer aktif.
Locklear memaparkan
betapa pentingnya Asia Pasifik bagi kepentingan keamanan negaranya.
"Selama hampir setahun menjabat sebagai panglima, saya makin kagum atas
beragamnya kompleksitas di kawasan ini, yang melingkupi lebih dari
separuh permukaan Bumi dan lebih dari setengah jumlah populasinya.
Kawasan ini punya keragaman yang luar biasa secara sosial, budaya,
ekonomi, dan geopolitik," kata Locklear.
Dia pun memaparkan data
yang cukup spesifik dalam menegaskan betapa banyak dan beragamnya
kekuatan di Asia Pasifik saat ini dan itu menjadi perhatian utama AS.
"Kawasan ini punya dua dari tiga ekonomi terbesar di dunia dan tujuh
dari 10 negara terkecil di muka bumi," kata Locklear.
"Asia Pasifik juga punya
negara yang berpenduduk paling banyak di dunia, dan juga negara
demokratik terpadat, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbanyak, dan
republik terkecil," lanjutnya.
Locklear memaparkan bahwa
dari segi bisnis dan perdagangan, Asia Pasifik juga sangat strategis.
Kawasan ini "memiliki sembilan dari 10 pelabuhan terbesar di dunia, dan
jalur-jalur laut paling sibuk yang menghasilkan lebih dari US$8 triliun
dari arus perdagangan dua arah yang melibatkan setengah dari total kargo
kontainer dunia dan 70 persen dari kapal-kapal pengangkut bahan energi
melintasi lautan Pasifik setiap hari," kata Locklear.
Di sisi pertahanan dan
keamanan, Asia Pasifik dianggap AS sebagai kawasan yang paling banyak
diperlengkapi kekuatan militer. "Kawasan ini punya tujuh dari 10
kekuatan militer terbesar. Lalu, angkatan-angkatan laut terbesar dan
paling mutakhir berada di Asia Pasifik."
Selain itu, tidak boleh diabaikan bahwa lima dari negara-negara kekuatan nuklir dunia berada di kawasan ini.
"Semua aspek itu, bila
dikumpulkan, menghasilkan suatu kompleksitas strategis yang unik," kata
Locklear, yang selama kunjungannya ke Jakarta menemui Panglima TNI,
Menteri Pertahanan, dan para pejabat tinggi Indonesia lainnya.
"Jadi, kini ada sebanyak
hampir 350 ribu personel militer AS yang berdinas dan tinggal di Asia
Pasifik dan bersama mereka juga ada hampir 70 ribu anggota keluarga
mereka... Saya tegaskan bahwa Amerika merupakan kekuatan Pasifik. Tidak
hanya terletak di Pasifik, namun kami juga punya ikatan sejarah dan
ekonomi dengan para negara tetangga sehingga mereka menyadari bahwa kita
punya kepentingan yang signifikan sebagai sama-sama negara di Asia
Pasifik," kata Locklear.
Locklear menyatakan tidak
ambil pusing atas ancaman pengurangan anggaran militer, seperti yang
diwanti-wanti oleh Menteri Pertahanan AS, Leon Panetta, baru-baru ini
karena anggaran baru belum kunjung disetujui Kongres. Masalah ini, kata
dia, tidak saja dialami oleh militer namun juga melanda pos-pos anggaran
lainnya di tubuh pemerintah AS.
"Militer kami memang
harus mengantisipasi perkembangan itu... Namun, kabar baiknya, Presiden
Obama sebelumnya menyatakan bahwa Asia Pasifik menjadi prioritas bagi
militer kami di masa depan. Tidak saja militer namun juga kerjasama di
bidang-bidang lain. Jadi, saya perkirakan justru akan ada banyak
interaksi di kawasan ini," kata Locklear.
Soal China
Sebagai panglima PACOM,
Locklear mengungkapkan sejumlah tantangan besar yang harus dihadapi
negara-negara Asia Pasifik. Salah satunya adalah perubahan iklim, yang
berdampak pada cuaca dan permukaan laut.
"Kondisi itu berpengaruh
bagi keamanan masa depan banyak negara di kawasan ini sehingga kita
harus paham bagaimana menghadapinya," katanya.
Ancaman-ancaman lain dari
aktor non negara seperti organisasi ekstremis yang menggunakan
kekerasan, organisasi teroris, perdagangan narkoba dan lain-lain, juga
terus mendatangkan masalah.
Asia Pasifik pun kini
masih dihadapkan pada konflik perbatasan dan kepemilikan wilayah. Akses
dan kebebasan di wilayah laut dan dunia siber juga dilihat menjadi
tantangan yang kian meningkat. Rawannya situasi di Semenanjung Korea pun
masih jadi soal. Begitu pula dengan bangkitnya China dan India sebagai
kekuatan ekonomi baru.
Selain itu, tidak seperti
aliansi keamanan NATO di kawasan Amerika dan Eropa, tidak ada suatu
mekanisme pemerintahan tunggal di Asia Pasifik yang menyediakan suatu
kerangka bersama dalam menyelesaikan konflik. "Itulah sebabnya
perimbangan kembali posisi AS menjadi penting bagi Asia Pasifik. Ini
menjadi dasar bagi banyaknya peluang kerjasama AS dengan para negara
mitra di kawasan," kata Locklear.
Dia juga meluruskan sikap
AS atas berkembangnya pengaruh China di Asia Pasifik. Menurut dia, pola
hubungan kedua negara itu tidak sedramatis seperti yang digambarkan
media massa. AS, bagi Locklear, tidak melihat China sebagai ancaman
walaupun saat ini sedang bersitegang dengan negara-negara sekutu AS,
seperti Jepang dan Filipina, menyangkut masalah teritori.
Locklear tidak setuju
dengan anggapan yang beredar saat ini bahwa AS tengah berupaya
"mengurung China untuk membendung pengaruhnya di kawasan". Strategi yang
diterapkan Washington, menurut Locklear, adalah justru terus berupaya
melibatkan negara komunis itu untuk ikut bertanggung jawab menjaga
stabilitas keamanan di Asia Pasifik.
"Kami mengupayakan
hubungan yang bertahan lama dengan China, termasuk hubungan militer ke
militer. Kami berharap bisa mengesampingkan perbedaan-perbedaan
pandangan yang ada dan fokus dalam hubungan yang sama-sama memberi
manfaat bersama, seperti memerangi perompakan dan terorisme, melindungi
jalur komunikasi laut, kerjasama bantuan kemanusian dan penanggulangan
bencana," kata Locklear.
Peran Indonesia
Sebelum datang ke Jakarta, dalam wawancara singkat melalui telepon dengan VIVAnews,
Laksamana Locklear menjelaskan bahwa Indonesia termasuk mitra utama
bagi AS dalam menjaga stabilitas di Asia Pasifik. Itulah sebabnya dalam
kunjungan ke Jakarta, dia juga menegaskan perlunya pengembangan dan
penguatan kerjasama keamanan antara AS dan Indonesia.
Salah satu yang jadi
prioritas kedua negara adalah kerjasama keamanan maritim. "Ini merupakan
salah satu elemen yang penting bagi kedua negara, mengingat Indonesia
berada di persimpangan dua lautan besar dan juga di salah satu jalur
distribusi yang paling penting di dunia. "Kepemimpinan negara Anda di
wilayah ini dan begitu juga dukungan kami atas kepemimpinan negara Anda
di kawasan ini akan menjadi kunci untuk bergerak maju," kata Locklear.
Banyak yang telah
direncanakan pemerintah kedua negara untuk memperkuat kerjasama itu.
"Begitu pula akan banyak latihan bersama dan juga latihan di tingkat
multilateral yang makin meningkat," kata Locklear.
Dalam kunjungannya di
Jakarta, dia mengatakan bahwa kerjasama antarmiliter kedua negara,
terutama sejak 2005, juga semakin erat. "Ini juga termasuk pada
kerjasama yang dijalin angkatan laut dari kedua negara. Mengingat letak
Indonesia sebagai negara kepulauan di persimpangan yang strategis, kami
berharap berbagai kerjasama, seperti berbagi informasi soal situasi
keamanan di laut, bisa terus dikembangkan," kata Locklear, yang menjadi
Panglima PACOM sejak Maret 2012.
Dalam suatu diskusi
beberapa hari sebelum kunjungan Locklear, seorang perwira menengah TNI
Angkatan Laut mengungkapkan bahwa Indonesia memegang posisi yang sangat
penting bagi banyak negara besar, termasuk AS. "Wilayah kita ibarat
pusat gravitasi keamanan maritim. Itulah sebabnya banyak negara yang
ingin meningkatkan kerjasama yang lebih baik dengan Indonesia," kata
Kolonel Laut Judijanto, perwira dari Sekolah Staf dan Komando TNI
Angkatan Laut (Seskoal).
Kepala Pusat Olah Yudha
(War Game Centre) di Seskoal itu mengingatkan Amerika Serikat telah
menjalin kemitraan strategis dengan Indonesia, termasuk meliputi sektor
keamanan maritim. Beberapa negara lain juga menjalin kemitraan serupa,
seperti China, Korea Selatan, dan Jepang. "Bahkan Uni Eropa pun ingin
menjalin kerjasama dengan kita. Begitu pula Inggris," kata Judijanto.
Dia pun menunjukkan
betapa pentingnya perairan-perairan Indonesia bagi perdagangan dan
pelayaran internasional. "Setiap tahun, 63 ribu kapal melintas Selat
Malaka; 3.500 di Selat Sunda, dan 3.900 di Selat Lombok."
Di Selat Malaka, tonase
kapal-kapal dagang yang melintas setiap tahun mencapai 525 juta ton
dengan nilai US$390 miliar, di Selat Sunda sebanyak 15 juta ton dengan
nilai total US$5 miliar, sedangkan di Selat Lombok sebanyak 140 juta ton
senilai US$40 miliar.
Presentasi Judijanto itu
mendukung penilaian Duta Besar David Merrill--diplomat veteran yang kini
memimpin lembaga persahabatan AS-Indonesia, Usindo, yang menjadi
penyelenggara diskusi--yang sebelumnya memaparkan bahwa Indonesia
memiliki tiga selat kunci bagi perdagangan dan pelayaran global, yaitu
Malaka, Sunda, dan Lombok.
"Itulah yang membuat
Indonesia punya peran esensial dalam mempertahankan keamanan maritim di
Asia Pasifik, begitu pula dengan perdagangan dan pelayaran global," kata
Merrill. (kd)