http://arkeologi.web.id/articles/berita-arkeologi/1010-dana-perawatan-hanya-cukup-untuk-babat-rumput
Dana Perawatan Hanya Cukup untuk Babat Rumput
Cirebon, - Pemerintah Kota Cirebon menganggarkan Rp 207 juta untuk merawat empat situs budaya di kota itu dalam setahun. Dana itu diperkirakan hanya cukup untuk membabat rumput, memberi makan monyet, dan pengecatan berkala.
Situs yang masuk dalam anggaran itu adalah Taman Sunan Kalijaga, Tamansari Suryanegara, Jembatan Kuta Kosot, dan Kelenteng Tiao Kak Sie. Bangunan tersebut rata-rata sudah berdiri sejak abad XV saat Sunan Gunung Jati berkuasa. Sebagian bangunan tidak hanya butuh perawatan, tetapi juga perbaikan karena sarana umum penunjang obyek wisata masih minim.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Budaya Kota Cirebon Abidin Aslich di sela-sela seminar revitalisasi keraton di Keraton Kasepuhan, Rabu (3/3), mengatakan, dana Rp 207 juta itu hanya cukup untuk membabat rumput, mengecat, dan memberi makan monyet. Ia mengakui kemampuan Pemkot dalam menyediakan dana terbatas.
Sebagai gambaran, Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Budaya tahun ini mendapatkan anggaran Rp 4,9 miliar, termasuk gaji pegawai. Dibandingkan dengan APBD Kota Cirebon yang mencapai Rp 600 miliar, anggaran untuk dinas itu sangat kecil sehingga pos pemeliharaan situs pun kecil.
Akan tetapi, dibandingkan dengan tahun lalu, nilai anggaran perawatan kali ini lebih besar. Tahun lalu Pemkot hanya menganggarkan Rp 173 juta untuk perawatan situs. Tahun ini setidaknya ada kenaikan Rp 34 juta.
Kondisi situsPenambahan dana perawatan dinilai sangat perlu karena berimbas pada kondisi situs. "Tahun-tahun lalu, karena tidak diberi makan, monyet-monyet di situs Sunan Kalijaga sering merusak rumah warga, naik ke atap, dan memelorotkan genting. Tapi, setelah mereka diberi makan, tidak merusak lagi," kata Abidin.
Pangeran Arief Natadiningrat, putra Sultan Kasepuhan XIII, juga mengatakan, perawatan situs budaya memang sangat mahal. Untuk merevitalisasi taman di sekitar Bangsal Pagelaran Keraton Kasepuhan diperkirakan butuh Rp 4 miliar. Pemerintah pusat hanya mengabulkan setengah dari kebutuhan dana revitalisasi taman.
Arief mengaku banyak bergantung pada Pemkot, provinsi, dan pusat untuk pendanaan keraton. Kini pihaknya mencoba menggali dana dari lembaga swadaya masyarakat di luar negeri dan program tanggung jawab sosial dari perusahaan di Cirebon.
Keraton, lanjutnya, sebenarnya bisa mandiri untuk merawat bangunan bersejarahnya asal ada aset yang bisa digunakan untuk mendapatkan pemasukan. Menurut dia, aset milik keraton saat ini masih ditempati pemerintah daerah sehingga keraton tidak bisa mendapatkan hasilnya.
"Jumlahnya 337 hektar di Kota Cirebon saja. Jika ini bisa dikelola untuk pertanian, hasilnya bisa membuat kami mandiri," kata Arief.
Sumber: http://cetak.kompas.com/
http://aadl.wordpress.com/2008/08/31/dialog-tradisi-dan-arsitektur/
Dialog Tradisi dan Arsitektur
Revitalisasi Keraton Surakarta Mendesak
"Karena kerusakan semakin parah, keraton berharap pemerintah pusat bersedia menurunkan dana Rp15 miliar untuk kepentingan revitalisasi. Mudah-mudahan pada 2011 sudah bisa dianggarkan di APBN," papar Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta, Gusti Kanjeng Ratu Wandansari, kemarin.
Menurut putri keraton yang akrab dipanggil Gusti Murtiyah atau Mbak Moeng itu, pemerintah telah menugasi sejumlah insinyur dari Kementerian Pekerjaan Umum untuk mengecek langsung kondisi dua bangunan yang rusak. Dua bangunan utama yang kini keropos dan banyak bocor itu pernah direnovasi ketika Keraton Surakarta mengalami kebakaran hebat pada 1985.
Bangunan situs sejarah dan budaya peninggalan dinasti Mataram Islam itu selama keberadaannya tidak pernah lekang dari segala prosesi upacara adat. Anggaran operasional yang minim kini semakin menyulitkan. Apalagi PLN berencana memadamkan listrik keraton jika sampai 20 September tidak mampu melunasi pembayaran listrik triwulan sejak Juli. (WJ/N-4)