Aneh!. Pemberantasan Mafia Pajak Lindungi PT. Freeport
Lagi, untuk kesekian kalinya Freeport dilindungi dari pemberantasan Mafia Pajak, khususnya pembayaran pajak sejumlah perusahaan asing di Indonesia.
Sebelum gayus di identifikasi sebagai biang kerok pembalakan pajak sejumlah perusahaan di tanah air indonesia, kasus mafia pajak sudah melekat sejak beroperasinya PT. Freeport di Tanah Papua. Indonesia memang babak belur saja setelah Freeport hadir tahun 1967. Apakah ini bentuk jasa pemerintah kepada PT. Freeport yang berhasil membuka kran investasi ke Indonesia?. Apakah peniadaan pengusutan kasus pajak freeport merupakan hadiah istimewa kepada dunia bahwa freeport berjasa mendatangkan junta imperialisme di negeri ini.
Saya tegaskan, atas dasar konstitusi UUD 1945 lah, IR. Sukarno merebut tanah Papua bagian barat. Tujuan Sukarno tidak semata-mata untuk menjadikan negeri melanesia sebagai bingkai nusantara Indonesia, lebih bermartabat lagi adalah menyelamatkan Papua dari noda jarahan kapitalisme asing. Cita-cita bung karno gagal seketika generasi sekarang membiarkan orang Papua, Tanah Papua, Ibu Pertiwi berada dalam genggaman Imperialisme Freeport. Indonesia sudah gagal mengambil alih Papua semenjak Freeport menandatangi kontrak karya pertama.
Perlindungan atas ketidak beresan pajak Freeport bukan hari ini saja, tapi sudah menjadi budaya negara dan pemerintahan pasar bebas. Freeport membuka diri dan mengekspos data-datanya kepada publik, termasuk kewajiban pajak dan Fee. Ini dilakukan di tahun 2006 hingga sekarang. Bayangkan, di tahun sebelum 2006, apapun tentang Freeport hanya mereka-mereka saja yang main tutup mata. Apakah ini caranya mafia?. Bagaimana mungkin, Kontrak sepihak Suharto-Freeport yang tidak menguntungkan bangsa Indonesia dianggap angin lalu saja dari gemuruh pemberantasan mafia pajak hari ini.
Kita tidak akan membangunkan Sukarno dari alam lain untuk mengatasi Freeport, tetapi Konstitusi harus ditegakan sesauai amanah pendahulu bangsa Indonesia. Pemerintahan pasca tamatnya masa kekusasan Sukarno dan Hatta, rezim selanjutnya selalu sadar melanggar ketentuan dasar-dasar negara Republik Indonesia. Pergantian rezim orde baru sampai rezim pencitraan SBY-Boediono pun mengakali konstitusi.
Hingga perusahaan raksasa Freeport di Papua akan habis pada tahun 2021 dan dimungkinkan untuk perpanjangan kontrak dua puluh tahun lagi hingga tahun 2041. Indonesia sudah kebablasan urus perusahaan ini. Rekayasa segala hal dilakukan pemerintah Indonesia untuk menjadikan freeport sebagai pendukung ekonomi Amerika dan elite tertentu di Indonesia saja.
Pengalaman pernah di tipu, pernah di kibuli asing pun tidak dirubah oleh generasi hari ini. Simak saja, update terbaru dugaan rekayasa mafia pajak Freeport dari Vivanews.com (lihat: http://us.nasional.vivanews.com/news/read/200207-polri-bantah-freeport-dicoret-dari--pasien-,) Anggota Komisi III bidang Hukum DPR Bambang Soesatyo menuding ada upaya pencoretan nama perusahaan Freeport dari daftar 'pasien' Gayus Tambunan semasa jadi pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Apa kata Kepolisian?. "Dicoret bagaimana? Kalau dicoret, ya enggak jadi 151 dong," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar, Rabu 19 Januari 2010. Pada berita sebelumnya, Bambang menilai aksi mafia pajak ini sudah keterlaluan. Bambang menduga, ada oknum di Direktorat Jenderal Pajak yang telah menghilangkan identitas perusahaan tambang raksasa di Papua itu. "Nama Freeport semula masuk dalam daftar perusahaan yang ditangani Gayus. Namun ketika Polri mengonfirmasi ke Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak menyerahkan daftar baru yang tidak mencantumkan identitas Freeport," tanya politisi Golkar ini.
Pemberantasan Mafia pajak tidak saja pada aktor secuil Gayus yang baru lahir dan belajar meng-kanalisasi data pajak, tetapi icon mafia pajak pertambangan sudah menjadi inti dalam diri Freeport dimanapun dia beroperasi. Sepakat jika mafia pajak yang sering di sindir sebagai kelas teri dan kelas ikan paus satu-satunya bila menoreh pada kewajiban pajak Freeport yang kelas ikan paus.