AL AMANAH
Ahmad Rohani HM.
Al amanah bermakna akhutsiqah artinya orang yang dapat dipercaya (jujur). Al amānah berarti segala yang diperintahkan Allah kepada hamba-Nya; berarti pula dhiddu al khiyānah yaitu kejujuran, hal dapat dipercaya; arti lain al amānah adalah al wadī'ah yaitu amanah atau titipan.
Umur merupakan anugerah Allah kaligus amanah (suatu yang dipercayakan Allah kepada kita) yang harus kita syukuri dalam bentuk kesediaan berusaha terus-menerus meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, yang terproyeksi dalam wujud amal shalih atau amal ibadah. Kesediaaan dan kesadaran yang demikian ini merupakan modal kita untuk kesejahteraan hidup di masa depan, masa depan dalam arti duniawiyah maupun ukhrawiyah. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al Hasyr (18); 59 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
(Hai orang-orang yang telah beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan intropeskilah, telitilah masing-masing diri kamu segala amal perbuatan yang telah kamu perbuat, sebagai modal kapital kamu untuk kehidupan masa depan)
Selanjutnya, perhatikan firman Allah dalam al Qur’an surat an Nisa’ ayat 58:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum - menetapkan kebijakan di antara manusia hendaknya menetapkannya secara adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat".
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasul saw. Bersabda:
“Memelihara amanah adalah fithrah manusia yang ada di dalam setiap hati - hati nurani umat manusia”
Dapat dipahami bahwa, siapapun makhluk yang bernama manusia wajib memelihara amanah, apapun dan betapapun kecilnya wujud amanah haruslah disampaikan kepada yang berhak menerimanya.
Yang dimaksud dengan amanah (trust) dalam konteks ini adalah segala sesuatu yang diperintahkan (dari yang lebih atas) dan dipercayakan kepada seseorang sehingga ia berkewajiban untuk menyampaikan apa yang diamanahkan kepada yang berhak menerima. Misalnya; Presiden adalah pemegang amanah rakyat, pimpinan dan anggota MPR/DPR adalah pemegang amanah rakyat melalui pemilihan umum, Ta'mir Masjid adalah pemegang amanah jama'ah, dan seterusnya. Mereka semua berkewajiban menyampaikan amanah kepemimpinan kepada pihak-pihak yang dipimpinnya serta harus mempertanggung-jawabkan tentang kepemimpinannya kepada pemberi amanah.
Rasul saw. bersabda : "Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin, pemegang amanah kepemimpinan, dan setiap orang akan ditanya tentang kepemimpinannya…"(H.R. Bukhari).
Bahwa mengeluarkan suatu kebijakan, peraturan atau apa saja haruslah selalu memperhatikan dan berpijak pada amanah kepemimpinan yang pada hakikatnya bertujuan untuk kemashlahatan dan kesejahteraan si terpimpin dan lembaga serta kepentingan umat/masyarakat pada umumnya. Tendensi pribadi, golongan, maupun ketidak-adilan dan bias kepentingan serta tindakan penyelewengan, haruslah dihindari sejauh-jauhnya bagi siapapun pemegang amanah .
Rasul saw. bersabda: “Siapapun yang telah ditunjuk memegang jabatan dengan cara nepotisme, meski ia berada di antara orang yang secara individual lebih disukai Allah SWT. daripada orang tersebut, maka ia dinyatakan telah melakukan tindakan penyelewengan terhadap Allah, Rasul, dan umat Islam “(H.R. Hakim). Rasul juga bersabda:
“Bendera akan dikibarkan di dekat kepala para pembohong yang tingginya proporsional dengan tingkat kebohongannya. Dengarlah, tiada yang lebih buruk di antara para pembohong, kecuali pemimpin yang membohongi masyarakat terpimpin” (H.R. Muslim).
Suatu ketika Rasul saw. ditanya seseorang sahabat; kapan hari kiamat tiba? Rasul menjawab sbb: “Kiamat akan tiba manakala gudang amanah mulai hilang, dan pada saat itu hari-hari terakhir negeri tiba”. Sahabat tersebut bertanya lagi; apa yang dimaksud dengan hilangnya amanah ? Rasul menjawab: “Manakala tanggung jawab diberikan kepada orang yang bukan ahlinya, pada saat itu tunggulah saat kehancuran, hari kiamat” (H.R. Bukhari).