Nabi Muhammad SAW lahir di Mekkah, 20 April 570 lahir waktu setelah penyerangan pasukan gajah yang dipimpin Abrahah ke kota Makkah. Peristiwa ini diabadikan didalam sebuah surat dalam Al-Qur’an, yaitu Surat Al-Fiil (105).
1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu Telah bertindak terhadap tentara bergajah?
2. Bukankah dia Telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?
3. Dan dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
4. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
5. Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)
Beberapa bulan sebelum Nabi dilahirkan, beberapa gunung berapi didunia ini meletus, termasuk Gunung Krakatau di Selat Sunda.
Peristiwa ini terjadi pada sekitar tahun 535 Masehi. Akibat letusan hebat dari gunung-gunung berapi tersebut, untuk beberapa tahun sesudahnya, hampir diseluruh negara didunia, mengalami hujan abu, dan sinar matahari tidak dapat menembus ketebalan awan debu vulkanik yang terbawa angin.
Selat Sunda telah berkali-kali terjadi bencana tsunami yang tercatat dalam katalog tsunami. Tsunami yang terjadi ini disebabkan oleh beberapa fenomena geologi, di antaranya erupsi gunung api bawah laut Krakatau, Ledakan Gunung Krakatau yang sangat dasyat yang menyebabkan tsunami yang sangat besar dan berdampak pada seluruh dunia, bahkan menghancurkan dapat wilayah terdekat yaitu Jawa Barat ketika zaman Kerajaan Tarumanegara
David Keys, Ken Wohletz, and others have postulated that a violent volcanic eruption, possibly of Krakatoa, in 535 may have been responsible for the global climate changes of 535–536.[15] Keys explores what he believes to be the radical and far-ranging global effects of just such a putative 6th-century eruption in his book Catastrophe: An Investigation into the Origins of the Modern World. Additionally, in recent times, it has been argued that it was this eruption which created the islands of Verlaten, Lang, and the beginnings of Rakata —all indicators of early Krakatoa's caldera's size. To date, however, little datable charcoal from that eruption has been found.
Thornton mentions that Krakatoa was known as "The Fire Mountain" during Java's Sailendra dynasty, with records of seven eruptive events between the 9th and 16th centuries.[16] These have been tentatively dated as having occurred in 850, 950, 1050, 1150, 1320, and 1530.Fenomena bumi “yang murka”. Dari sisi agama,kita menyebutnya sebagai Bumi yang sedang menjalankan perintah Tuhan yang Maha Hakim menghukum suatu masyarakat karena pembangkangan atas perintah-Nya. Refleksi yang senada dapat kita tangkap dari tulisan tentang letusan Krakatau jauh di masa lalu (kemungkinan tahun 535 M) yang mengubah peradaban dunia. (Oman Abdurahman : Geomagz Volume 1 No. 3 - 13 December 2011)
Dalam cuaca seperti inilah Nabi dilahirkan, yaitu pada tanggal 12 rabi’ul Awal tahun Gajah, yang diperkirakan jatuh pada tanggal 20 April 570 M, di kota Makkah. Ayah Nabi bernama Abdullah, sedangkan ibunya adalah Aminah. Ayahnya termasuk keluarga Bani Hasyim yang sangat dihormati dalam Suku Quraisy. Adikayahnya adalah Abu Thalib, yang juga ayahanda dari Ali bin Abu Thalib kw. Sedangkan ayah dari Abdullah bernama Abdul Muthalib.
Pemeluk Islam Pertama di Nusantara
Sejarawan asal Italia, G. E. Gerini di dalam bukunya Futher India and Indo-Malay Archipelago, mencatat bahwa sekitar tahun 606-699M telah banyak masyarakat Arab, yang bermukim di Nusantara. Mereka masuk melalui Barus dan Aceh di Swarnabumi utara. Dari sana menyebar ke seluruh Nusaantara hingga ke China selatan.
Sekitar tahun 625M, sahabat Rasulullah Ibnu Mas’ud bersama kabilah Thoiyk, datang dan bermukim di Sumatera. Di dalam catatan Nusantara, Thoiyk disebut sebagai Ta Ce atau Taceh (sekarang Aceh). (Sumber : Akar Melayu, Kerajaan Melayu Islam Terawal di Nusantara, Kesultanan Majapahit, Realitas Sejarah Yang Disembunyikan [Hermanus Sinung Janutama]).
Berdasarkan catatan-catatan yang ada, mari kita coba mengungkap misteri, siapa sesungguhnya pemeluk Islam pertama asal Tanah Jawi.
1. Penganut Islam pertama,
Berasal dari Nusantara, kemungkinan adalah Para Leluhur Bangsa Aceh, yang ikut serta menghantar Ibnu Mas’ud ra. bersama kabilahnya. Di dalam buku Arkeologi Budaya Indonesia, karangan Jakob Sumardjo, diperoleh informasi, berdasarkan catatan kekaisaran Cina, diberitakan tentang adanya hubungan diplomatik dengan sebuah kerajaan Islam Ta Shi di Nusantara. Bahasa Cina menyebut muslim sebagai Ta Shi. Ia berasal dari kata Parsi Tajik atau kata arab untuk Kabilah Thayk (Thoiyk). Kabilah Thoiyk ini adalah kabilahnya Ibnu Mas’ud r.a, salah seorang sahabat Nabi, seorang pakar ilmu Alquran (Sumber : Arkeologi Semiotik Sejarah Kebudayaan Nuswantara).
2. Penguasa Nusantara,
Pertama memeluk Islam adalah Raja Sriwijaya yang bernama Sri Indravarman. Pada sekitar awal abad ke 8, orang-orang Persia Muslim mulai berdomisili di Sriwijaya akibat mengungsi dari kerusuhan Kanton. Dalam perkembang selanjutnya, pada sekitar tahun 717 M, diberitakan ada sebanyak 35 kapal perang dari dinasti Umayyah dengan hadir di Sriwijaya, dan semakin mempercepat perkembangan Islam di Sriwijaya (Sumber : Sejarah Umat Islam; Karangan Prof. Dr. Hamka).
Ditenggarai karena pengaruh kehadiran bangsa Persia muslim, dan orang muslim Arab yang banyak berkunjung di Sriwijaya, maka raja Srivijaya yang bernama Sri Indravarman masuk Islam pada tahun 718M (Sumber : Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang; Karangan H Zainal Abidin Ahmad, Bulan Bintang, 1979).
Sehingga sangat dimungkinkan kehidupan sosial Sriwijaya adalah masyarakat sosial yang di dalamnya terdapat masyarakat Buddha dan Muslim sekaligus. Tercatat beberapa kali raja Sriwijaya berkirim surat ke khalifah Islam di Syiria. Bahkan disalah satu naskah surat adalah ditujukan kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M) dengan permintaan agar kholifah sudi mengirimkan da’i ke istana Srivijaya (Sumber : Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII & XVIII; Karangan Prof. Dr. Azyumardi Azra MA) (Sumber : Wikipedia : Kerajaan Melayu Kuno dan Hadits Nabi, Negeri Samudra dan Palembang Darussalam).
3. Penduduk pulau Jawa,
Penduduk yang pertama memeluk Islam adalah Pangeran Jay Sima (Suku Jawa) dan Rakeyan Sancang (Suku Sunda).
1) Pangeran Jay Sima
Hubungan komunikasi antara tanah Jawa dan Jazirah Arab, sudah terjalin cukup lama. Bahkan di awal Perkembangan Islam, telah ada utusan-utusan Khalifah, untuk menemui Para Penguasa di Pulau Jawa. Pada tahun 654M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bin Affan, beliau mengirimkan utusannya Muawiyah bin Abu Sufyan ke tanah Jawa, yakni ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Kalingga pada saat itu, di pimpin oleh seorang wanita, yang bernama Ratu Sima. Dan hasil kunjungan duta Islam ini adalah, Pangeran Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam (Sumber : Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya
Menurut Carita Parahyangan Cicit Ratu Shima adalah Sanjaya yang menjadi Raja Galuh, dan menurut Prasasti Canggal adalah pendiri Kerajaan Medang di Mataram. Berdasarkan Naskah Wangsakerta disebutkan bahwa Ratu Shima berbesan dengan penguasa terakhir Tarumanegara
2. Rakeyan Sancang
Rakeyan Sancang (lahir 591 M) putra Raja Kertawarman (Kerajaan Tarumanagara 561 – 618 M). Raja Suraliman Sakti ( 568 – 597 M ) Putra Manikmaya cucu Suryawarman Raja Kerajaan Kendan adalah saudara sepupu Rakeyan Sancang inilah yang sering dirancukan dengan putra Sri Baduga Maharaja, yaitu Raja Sangara, yang menurut Babad Godog di Garut terkenal dengan sebutan Prabu Kiansantang atau Sunan Rohmat Suci.
Kertawarman merasa dirinya mandul, tahta Kerajaan diwariskan kepada adiknya Prabu Sudhawarman padahal sesungguhnya tanpa disadari sempat memiliki keturunan dari anak seorang pencari kayu bakar (wwang amet samidha) Ki Prangdami bersama istrinya Nyi Sembada tinggal di dekat Hutan Sancang di tepi Sungai Cikaengan Pesisir Pantai selatan Garut. Putrinya Setiawati dinikahi Kertawarman yang hanya digaulinya selama sepuluh hari, setelah itu ditinggalkan (dan mungkin dilupakan).
Setiawati merasa dirinya dari kasta sundra, tidak mampu menuntut kepada suaminya seorang Maharaja, ketika mengandung berita kehamilannya tidak pernah dilaporkan kepada suaminya hingga melahirkan anak laki-laki yang ketika melahirkan meninggal dunia. Anaknya oleh Ki Parangdami dipanggil Rakeyan mengingat keturunan seorang Raja, kelak Rakeyan dari Sancang itu pada usia 50 tahun pergi ke tanah suci hanya untuk menjajal kemampuan “kanuragan” Syaidina Ali bin Abi Thalib (599 -661) yang dikabarkan memiliki kesaktian ilmu perang/ ilmu berkelahi yang tinggi.
Rakeyan Sancang disebutkan hidup pada masa Imam Ali bin Abi Thalib. Sumber lainnya menyebutkan (640 M) Rakeyan Sancang tidak sempat berkelahi dengan Syaidina Ali bin Abi Thalib. namun menyatakan kalah akibat tidak mampu mencabut tongkat Syaidina Ali yang hanya menancap di tanah berpasir. Sejak itulah Rakeyan Sancang menyatakan dirinya masuk Islam kemudian meneruskan berguru kepada Syaidina Ali, Rakeyan Sancang diceritakan, turut serta membantu Imam Ali bin Abi Thalib dalam pertempuran menalukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika Utara, serta ikut membangun kekuasaan Muslim di Iran, Afghanistan dan Sind (644-650 M) mendapatkan bantuan dari seorang tokoh asal Asia Timur Jauh.
Di pesisir selatan wilayah Tarumanagara (Cilauteureun, Leuweung / Hutan Sancang dan Gunung Nagara) secara perlahan Islam diperkenalkan oleh Rakeyan Sancang yang ketika itu yang mau menerima Islam sedikit sekali. Upaya Rakeyan Sancang menyebarkan Islam terdengar oleh Prabu Sudhawarman, yang dinilai bisa mengganggu stabilitas pemerintahan, timbulah pertempuran yang ketika itu Senapati Brajagiri (anak angkat Sang Kertawarman) turut memimpin pasukan.
Rakeyan Sancang unggul, Prabu Sudhawarman sempat melarikan diri yang dikejar Rakeyan Sancang, tapi tusuk konde Rakeyan Sancang jatuh pertempuran terhenti kemudian mereka saling menceriterakan silsilah sehingga ada pengakuan Rakeyan Sancang anak Sang Kertawarman.
Peristiwa tersebut berkembang menjadi ceritera dari mulut ke mulut yang menyatakan Kean Santang/ Kian Santang/ Prabu Kiansantang mengejar bapaknya Prabu Siliwangi untuk di Islam-kan. Mengenai siapa pemeluk Islam pertama di tataran Sunda, Pangeran dari Kerajaan Tarumanagara, yang bernama Rakeyan Sancang.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10155599281584304&id=825989303
SUPER VOLCANO KRAKATAU 535 M & PERUBAHAN PERADABAN DUNIA
“Bumi berguncang keras disusul dengan letusan yang menggelegar. Letusan Krakatau tahun 535 itu berlangsung sepuluh hari, dengan letusan puncaknya selama 34 jam. Debu halus, pasir, krikil, hingga bom sebanyak 200 km3, dilontarkan ke stratosfer, menutupi cahaya matahari, sehingga hampir seluruh langit gulita. Di khatulistiwa, suhu turun 10o C, telah menyebabkan terjadinya perubahan peradaban secara global. Karena begitu banyaknya material yang diledakkan, terjadilah kekosongan di dalam, menyebabkan tubuh gunung ini ambruk, menghasilkan kaldera 40 km x 60 km dan membentuk Selat Sunda.”
David Keys, seorang arkeolog dan koresponden koran “The Independent” London, meluncurkan sebuah buku berjudul “Catastrophe: An Investigation into the Origins of the Modern World” (1999). Ada hal yang menarik dalam buku tersebut, yaitu kesimpulannya bahwa Krakatau pernah meletus tahun 416 M atau 535 M dan implikasinya terhadap terjadinya perubahan peradaban dunia secara global. Dalam hal ini Keys merujuk pada catatan sejarah sebagai berikut: Angka 416 M dikutip dari sebuah teks Jawa kuno berjudul ‘Pustaka Raja Purwa’ yang bila diterjemahkan bertuliskan: “Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada goncangan Bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Lalu datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula. Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatra”. Menurut buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 m dpl dengan lingkaran
PERADABAN-2 1
Gambar 2. Buku Pustaka Raja Purwa yang memuat keterangan mengenai letusan gunung api yang sangat dahsyat.
pantainya mencapai 11 km.
Di tempat lain, seorang bishop Suriah, John dari Efesus, menulis sebuah chronicle di antara tahun 535 – 536 M. Adapun isi dari chronicle yang tercatat adalah: “Ada tanda-tanda dari Matahari, tanda-tanda yang belum pernah dilihat ataudilaporkan sebelumnya. Matahari menjadi gelap, dan kegelapannya berlangsung selama 18 bulan. Setiap harinya hanya terlihat selama empat jam, itu pun samar-samar. Setiap orang mengatakan bahwa Matahari tak akan pernah mendapatkan terangnya lagi”. Dokumen lainnya dari Dinasti Cina mencatat: ”suara guntur yang sangat keras terdengar ribuan mil
jauhnya ke barat daya Cina”.
PERADABAN-3 1
Gambar 3. Tempat jejak-jejak ion belerang yang berasal dari asam belerang gunung api Krakatau Purba yang ditemukan pada contoh-contoh batuan inti (core) di lapisan es Antarktika dan Greenland, (Keys, 1999).
Catatan sejarah tersebut, selanjutnya divalidasi dengan data hasil penelitian Krakatau Purba dari Berend George Escher dan Verbeek juga didukung beragam dokumen sejarah dari Nusantara, Siria, dan Cina tentang sebuah bencana yang sangat dahsyat terjadi di abad 5 atau 6 Masehi dan mengakibatkan Abad Kegelapan di seluruh dunia. Batuan inti (Ice Cores) di lapisan es Antartika dan Greenland juga mencatat jejak ion sulfat vulkanik berumur 535- 540 M dan diperkirakan kiriman bencana dahsyat Gunung Purna Krakatau. Jejak-jejak belerang gunung api Krakatau pun tersebar di kedua belahan Bumi selatan dan utara (Gambar 3).
Berdasarkan informasi tersebut di atas, maka Keys mengajukan sebuah hipotesis bahwa Krakatau pernah meletus pada tahun 535 M dan letusan itu menghasilkan dampak bencana yang dirasakan di seluruh dunia sebagai peristiwa tragedi besar yang mampu merubah bentuk fisik alam dengan terbentuknya Selat Sunda dan terjadinya perubahan peradaban secara global. Selanjutnya Keys menyusun sebuah rangkaian kejadian letusan Krakatau tahun 535 M, sebagai berikut:
Gempa bumi. Tanda awal reaksi gunung api. Tanda awal ini sudah dirasakan sampai Batavia (Jakarta);
Letusan bak guntur yang menggelegar. Letusan ini menghasilkan suara hingga terdengar sampai Australia. Letusan ini juga menghasilan gelombang kedap udara yang lazim terjadi pada ledakan bom sehingga menghasilkan korban jiwa;
Letusan yang dihasilkan dari pecahnya kaldera melontarkan ribuan kubik material (pijar) ke lapisan Stratosfer. Fragmen bebatuan panas ini kemudian ditemukan pada bongkahan es Greenland dan Antartika;
Ledakan yang besar itu mengguncang tanah sehingga ambles dan memisahkan daratan Jawa dan Sumatra dan terbentuklah selat Sunda;
Bebatuan berbagai ukuran, debu, pasir, krikil, hingga bom, yang terlontar ke Stratosfer menjadikan hampir seluruh langit bumi gelap dan menutupi cahaya matahari. Suhu udara di bumi turun mencapai 10 derajat di ekuator. Turunnya suhu dan minimnya matahari menjadikan bumi tak ubahnya planet Venus. Komponen vegetasi di bumi rusak sehingga cadangan makanan menjadi minim. Kejadian itu selanjutnya mengakibatkan pergolakan sosial dalam memperebutkan cadangan makanan.
Apabila kita setuju dengan pendapat mengenai Letusan Krakatau 535 M tersebut di atas, maka beberapa kejadian perubahan fisik dan peradaban yang merupakan dampak dari letusannya.
PERADABAN-4
Gambar 4. Penampang berarah barat – timur yang menghipotesiskan runtuhnya kaldera akibat letusan Krakatau Purba dan menyebabkan terbentuknya Selat Sunda pada abad ke-6 (Keys, 1999).
Pembentukan Selat Sunda
Beberapa hal menarik dalam tulisan Keys, 1999, di antaranya adalah hasil pemodelan yang menyatakan bahwa Pulau Jawa dan Pulau Sumatra masih menyatu sebelum letusan Krakatau pada 535 M.
Berikut sebuah kutipan dari buku tersebut: “A mighty thunder which was answered by a furious shaking of the earth, pitch darkness, thunder and lightning and then came forth a furious gale together with a hard rain, a deadly storm darkening the entire world, in no time there came a great flood. When the water subsided it could be seen that the island of Java had been split in two, thus creating the island of Sumatra.” David Keys from Javanese writings (Book of Kings).
(Petir menggelegar menyebabkan bumi bergetar, gelap gulita, guruh dan kilat sambar-menyambar disusul badai disertai dengan hujan deras, badai gelap mematikan seluruh dunia, dalam waktu singkat banjir besar melanda. Ketika air surut dapat dilihat bahwa pulau besar telah terbelah dua, menciptakan Pulau Jawa dan Pulau Sumatra).
PERADABAN-5 1
Gambar 5. Pulau Jawa dan Sumatra ketika masih bersatu, atas. Setelah letusan dahsyat Krakatau terbentuk kaldera besar yang dan terbentuk dua pulau besar, masing-masing Pulau Sumatra dan Pulau Jawa, bawah (Keys, 1999).
Para ahli menyetarakan letusan dahsyat (violent eruption) Krakatau yang mampu membentuk Selat Sunda tersebut dengan 2 milyar kali bom atom Hiroshima atau bisa 11,11 kalinya letusan Krakatau 1883 serta menghasilkan kaldera sebesar 5,7 – 8,5 kalinya kaldera Krakatau 1883.
Hasil pemodelan Keys tersebut telah memperkuat teori Van Bemmelen (1952) dalam “De Geologische Geschiedenis van Indonesie” menyatakan; bahwa pada saat itu sebelum tahun 1175 Gunung Krakatau belum merupakan pulau kecil seperti sekarang karena kondisinya belum memungkinkan di lewati kapal laut.
Pulau-pulau besar kecil masih banyak berserakan di Selat Sunda. Sumatra dan Jawa masih bergandeng menjadi satu. Perbatasan antara Swarnadwipa (Sumatra) dan Jawadwipa (Jawa) pada masa itu masih berupa suatu teluk yang menjorok jauh ke pedalaman di daerah Jambi. Demikian menurut catatan para pelaut Arab dan Cina (van Bemmelen, 1952, hal. 126-127).
The Dark Age (Abad Kegelapan)
Istilah “Dark Age” selalu dikaitkan dengan masa kegelapan bangsa Eropa yang dimulai sejak redupnya kekaisaran Romawi pada 476 M akibat migrasi dan tekanan kaum Barbar. Keruntuhan Romawi terjadi
ketika kaisar terakhir dari kekaisaran Romawi Barat, Romulus Augustus, diberhentikan oleh Odoacer, seorang Jerman (Julius Nepos) yang menjadi penguasa Itali dan meninggal pada tahun 480 M. Sejak saat itu dikatakan Eropa telah memasuki masamasa Kegelapan (Dark Ages). Masa-masa Kegelapan ini berlangsung kira-kira dari tahun 476 M itu hingga masa Renaisans (1600).
Apa penyebab migrasi kaum Barbar di awal periode Dark Age yang terjadi di Eropa itu? Banyak jawaban yang diberikan, tapi kini argumentasi yang menguatkannya adalah letusan besar Krakatau 535 M. K. Wohletz, seorang ahli vulkanologi di Los Alamos National Laboratory, Amerika Serikat, telah melakukan serangkaian penelitian letusan Krakatau 535. Hasil simulasinya menunjukkan betapa dahsyatnya letusan itu. Letusan sebesar itu telah melontarkan 200 km3 magma (bandingkan dengan Krakatau 1883 yang melontarkan magma sejumlah 18 km3). Letusan Krakatau 535 M berlangsung selama sepuluh hari, tetapi letusan puncaknya berlangsung selama 34 jam dan menghasilkan kawah berukuran antara 40-60 km (Gambar 4). Kecepatan bahan yang dimuntahkan (mass discharge) sebesar 1 miliar kg/detik. Awan letusan (eruption plume) telah membentuk perisai di atmosfer setebal 20-150 m, dan menurunkan temperatur 50-100 C selama 10-20 tahun.
PERADABAN-6 1
Gambar 6. Sebuah ilustrasi awan melayang yang menutupi sebagian besar permukaan bumi dalam beberapa hari dan minggu setelah letusan Krakatau Purba (Keys, 1999).
Bencana tersebut telah mendatangkan wabah sampar yang mendunia, gagal panen, dan revolusi. Kekurangan pangan membuat kaum Barbar bermigrasi dan menyerang kemana-mana. Pada saat itu di Eropa terjadi transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Bizantium, kejayaan Persia Purba, dan South Arabian berakhir. Sementara di bagian dunia lainnya, misalnya di Benua Amerika seperti peradaban Nazca yang penuh teka-teki, Metropolis Teotihuacan, dan kota besar Maya Tikal berakhir. Jadi pasca letusan Krakatau 535 M tersebut membuat dunia dalam keadaan keos (chaos). Matahari dan bulan bersinar lebih redup karena tertutup debu vulkanik selama 18 bulan, menyebabkan perubahan iklim global.
Dampak Letusan Krakatau 535 M sangat besar dan di Eropa saat itu, istilah “Dark Age” bukan hanya menunjukkan “gelap” dalam arti sesungguhnya, tetapi juga menunjukkan arti lain sebagai kemunduran peradaban. Sementara di kawasan lainnya seperti di Arabia disebut periode “Jahiliyah”. Istilah apa yang tepat untuk Indonesia? Seperti apa kira-kira yang terjadi di sini? Di Indonesia sendiri, khususnya di Jawa dan Sumatra sejarah kerajaan-kerajaan tidak ada yang lengkap atau istilah Keys adalah “the missing link of the history”.
Keys mencontohkan di Pulau Sumatra terjadi kesenjangan (sejarah yang hilang) hampir 100 tahun, (535 – 650 M), yaitu antara kerajaan yang berbasiskan budaya Pasemah sampai kemunculannya kerajaan Sriwijaya. Sementara di Pulau Jawa kesenjangan terjadi hampir 200 tahunan (535 – 750 M), yakni antara kerajaan yang berada di Jawa bagian barat sampai kemunculan kerajaan-kerajaan di Jawa bagian tengah.
Memang secara fisik akan sangat sulit menelusuri sejarah yang hilang tersebut, karena dampak erupsi super volcano Krakatau mengakibatkan kerusakan fisik yang luar biasa beratnya termasuk hancurnya peradaban. Tentu akan sulit untuk merekontruksinya.
Namun sebetulnya sejarah itu tidak hilang apabila mengacu pada silsilah raja-raja di tanah Sunda menurut naskah-naskah Pangeran Wangsakerta. Menurut naskah Wangsakerta tersebut jaman keemasan Tarumanagara terjadi pada masa Raja Purnawarman (395-434) yang mampu memperluas wilayah Tarumanagara, dan banyak diabadikan di dalam bentuk Prasasti. Prasasti terpenting yang mengabarkan keberadaan Purnawarman dimuat dalam prasasti Ciaruten, menjelaskan: “Kedua jejak telapak kaki yang seperti jejak telapak kaki Wisnu ini kepunyaan penguasa dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman raja Tarumanagara”.
Pada jaman itu pula, masalah hubungan diplomatic ditingkatkan. Sehingga wajar jika Pustaka Nusantara menyebutkan bahwa kekuasaan Purnawarman saat membawahi 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (Purbolinggo) di Jawa Tengah. Dikemudian hari secara tradisional Ci Pamali (Kali Brebes) dianggap batas kekuasaan rajaraja penguasa Jawa Barat pada masa silam, demikian juga pada masa Manarah dan Sanjaya di Galuh.
Langkah-langkah pengembangan Tarumanagara oleh Purnawarman secara terperinci diuraikan di dalam Pustaka Pararatvan I Bhumi Jawadwipa. Seperti usaha memindahkan ibukota kerajaan kesebelah utara ibukota lama, di tepi kali Gomati, dikenal dengan sebutan Jayasingapura. Kota tersebut didirikan Jayasingawarman, kakeknya. Kemudian diberi nama Sundapura (kota Sunda). Ia pun pada tahun 398 sampai 399 M mendirikan pelabuhan di tepi pantai. Pelabuhan ini menjadi sangat ramai oleh kapal-kapal kerajaan Tarumanagara.
Dari model rekonstruksi Keys yang menggambarkan pulau Sumatera dengan Pulau Jawa masih bersatu sebelum erupsi super volcano Krakatau 535, maka perpindahan ibu kota Kerajaan Tarumanagara dari Teluk Lada Pandeglang ke Sundapura secara geologi dapat dipahami, yakni:
Kegiatan perdagangan Kerajaan Tarumanagara sangat tergantung pada jalur pelayaran Samudera Hindia, sementara akses menuju Selat Malaka dan Laut Jawa tidak ada, walaupun ada celah-celah sempit Selat Sunda, namun kemungkinan hanya dapat dilayari kapal laut kecil.
Kegiatan perdagangan di sekitar Salakanegara sangat terganggu akibat aktivitas Gunung Krakatau Purba terus meningkat, sehingga banyak kegiatan perdagangan melalui laut lebih memilih jalur Selat Malaka untuk mendapatkan sumber daya rempahrempah di Kepulauan Al Mulk (Maluku).
Dengan kondisi seperti itu efektivitas perdagangan Tarumanagara menjadi terganggu. Tentu saja Purnawarman sebagai Raja Tarumanagara memiliki inisiatif mencari wilayah untuk mempertahankan perekonomian kerajaan dengan melebarkan sayap perdagangan ke daerah yang aman dan berisiko minimal. Pilihannya adalah wilayah Sundapura yang berada di zona gempa ringan dengan potensi sumber daya air berlimpah, dan sumber daya tanah yang subur. Perpindahan ibukota pun kemungkinan terjadi secara alamiah sesuai perkembangan perekonomian kerajaan. Kajayaan tersebut berlanjut terus sampai pada masa raja Candrawarman (515-535 M).
Sampailah pada tahun 535 M, Gunung Krakatau Purba meletus dan pata tahun itu pun Raja Candrawarman wafat. Peristiwa ini merupakan awal memudarnya Kerajaan Tarumanegara seperti yang diberitakan melalui Prasasti Purnawarman di Pasir Muara. Prasasti tersebut menceritakan peristiwa pengembalian pemerintahan daerah kepada Raja- Raja Sunda yang di mulai pada tahun 536 M, sehingga terjadi perubahan status bahwa Ibukota Sundapura pada waktu itu telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Sama halnya dengan kedudukaan Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I – VIII). Ketika pusat pemerintahan beralih dari Salakanegara ke Tarumanagara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah.
Sangat mungkin letusan besar Krakatau 535 telah meluluhlantakan sebagian besar wilayah Kerajaan Tarumanagara terutama yang berada di wilayah Banten, sehingga Raja-Raja Tarumanagara pun terus disibukkan dengan bencana ikutan (sekunder) dari letusan Krakatau Purba, seperti perubahan iklim (global), gagal panen, wabah penyakit, dll. Peristiwa tersebut menyebabkan Tarumanagara kehilangan wibawa dan tidak lagi memiliki pamor. Selanjutnya satu persatu pengembalian kekuasaan kepada raja-raja daerah terus berlangsung. Akhirnya pada masa Raja Linggawarman (666-669 M) Kerajaan Tarumanagara benar benar berakhir dan yang ada hanya kerajaan-kerajaan kecil.
Periode 535-669 M atau selama 100 tahun lebih pasca letusan Krakatau Purba dapat dikatakan sebagai jaman kegelapan (Dark Age) di Tatar Sunda sebagaimana terjadi di bagian dunia lainnya. Data fisikpun sangat sulit diperoleh selain dari naskahnaskah kuno dan cerita rakyat. Namun dengan mulai ditemukannya situs Candi Batujaya di Kabupaten Karawang Jawa Barat, maka bukti-bukti fisik Kisah kejayaan Terumanegara lambat laun mulai terkuak dan secara perlahan kisah Kejayaan Tarumanagara akan terungkap.
PENUTUP
Dampak letusan Krakatau tahun 1883 pun tidak kalah dahsyatnya dibandingkan letusan Krakatau tahun 535 karena pertumbuhan penduduk pada tahun 1883 jauh lebih banyak. Mulai 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau 1883, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba yang masih aktif dan bertambah tinggi pula. Percepatan ketinggian Anak Krakatau saat ini sekitar 20 inci (sekitar 50 cm) per bulan. Artinya setiap tahun gunung ini menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki (sekitar 6 m) lebih lebar 40 kaki (sekitar 13 m). Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 m per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi Anak Krakatau mencapai 100 m lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 m dari permukaan laut.
Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, namun fakta-fakta geologi dan seismik di Jawa dan Sumatra yang aneh akan memastikan bahwa apa yang pernah terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus besar. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan besar ini akan terjadi antara 2015-2083. Namun, pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia seperti yang terjadi pada 26 Desember 2004 harus pula menjadi perhatian dalam mengeluarkan kebijakan.
Sementara itu, menurut Profesor Ueda Nakayama, salah seorang ahli gunung api berkebangsaan Jepang, Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saatsaat tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus dahsyat. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun, korban yang akan ditimbulkan jelas lebih besar daripada letusan sebelumnya karena semakin padatnya penduduk. Oleh karena itu, kewaspadaan menghadapi bencana harus ada pada sanubari bangsa Indonesia. Kearifan lokal tentang peringatan dini yang telah ditanamkan oleh para leluhur harus tetap dipertahankan. Demikian pula nama-nama geografis yang mencerminkan keadaan fenomena alam sekitar jangan diganti dengan nama-nama manusia yang seolah pengkultusan.
Pada akhirnya yang tersisa kekaguman, bahwa Indonesia ternyata menjadi perhatian dunia karena Krakatau. Salah satu gunung yang menjadi bagian dari keluarga besar Cincin Api Nusantara ini ternyata sangat terkenal di dunia karena pernah menjadi sebab atas berakhirnya sebagian peradaban dunia. Letusan Krakatau yang dahsyat tersebut, ternyata di sisi lain memiliki pesona dan keunikan, sehingga layak dinobatkan sebagai geoheritage (warisan geologi) yang mendunia. Tentu saja nilai warisan geologi ini akan berdampak positif bila dikembangkan sebagai geopark Internasional atau lebih dikenal sebagai Geopark Jejaring Unesco. Perwujudan sebagai geopark tidak lain sebagai perwujudan Kejayaan Tarumanagara atau di masa kini sebagai Kejayaan Republik Indonesia.
Penulis adalah Fungsional Penyelidik Bumi, Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan Badan Geologi
ACUAN
Ajip Rosidi (penyunting), 2000. Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia, dan Budaya Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi. Pustaka Jaya.
Keys, 1999. Catastrophe: A Quest for the Origins of the Modern World, Ballentine Books, New York).
Winchester’s, S. 2003. Krakatoa: The Day the World Exploded: August 27, 1883.
http://www.salakanegara.com/p/mulabukaningtatar- pasundan.html
http://mitchtestone.blogspot.com/2009/11/weredark- ages-triggered-by-volcano.html
http://www.ees1.lanl.gov/Wohletz/Krakatau_6th_ Century.pdf
http://www.vectortemplates.com/raster/globes/ globes-013.png
http://kelompeta.multiply.com/photos/album/18/ Gunung_Anak_Krakatau
Sumber : http://geomagz.geologi.esdm.go.id/super-volcano-krakatau-535-m-a-perubahan-peradaban-dunia/
WaLlahu a’lamu bishshawab