Sunday, 25 March 2018

The Pakubuwono Code : Mengungkap Rahasia Sandi, Sengkala, Kearifan Lokal, dan Perhitungan Matematika Jawa Kuno dengan Akhir Zaman


THE PAKUBUWONO CODE :

MENGUNGKAP RAHASIA SANDI, SENGKALA, KEARIFAN LOKAL, DAN PERHITUNGAN MATEMATIKA JAWA KUNO DENGAN AKHIR ZAMAN.

Bangsa Indonesia saat ini seperti kehilangan ingatan akan sejarah bangsanya sendiri. Lupa ingatan sejarah ini bukanlah hal yang bisa dianggap enteng, sebab sebagaimana ghalib-nya orang yang lupa ingatan, maka perilakunya menjadi tak terkendali, hilang kesadaran dan menjadi ngawur dalam melangkah dan menapaki proses kehidupan kekiniannya dan masa depannya.

Lupa terhadap Sejarah Nusantara “yang sebenarnya dan selengkapnya”, telah menyebabkan penyakit mental kronis dari sebagian besar anak bangsa kita.

Penyakit mental ini berlanjut kepada rusaknya karakter kebangsaannya, dan tak mampu memelihara National Character Building-nya. Mayoritas anak bangsa berjalan sebagaimana segerombolan manusia yang tak mempunyai kesadaran nurani dan tak punya jati diri, sehingga dengan mudah dipengaruhi oleh budaya asing dari luar, yang tidak mengakar kepada sejarah dan tradisi leluhur bangsanya, lalu dikendalikan oleh sekelompok elit kekuasaan strukltural politik-ekonomi dan budaya agen-agen modernitas materialisme yang menjadi perpanjangantangan neo-imperialis, neo-kolonialis, kapitalis, materialis-hedonis global untuk menjadi budak-budak konsumtif dan pembela kepentingan hegemoni budaya Barat.

Memang bukan sepenuhnya kesalahan internal bangsa kita. Tanpa mengabaikan kelemahan internal bangsa kita sendiri, ada baiknya juga kita waspada dan waskita terhadap pengaruh luar dan kesengajaan yang telah di-seting oleh para penjajah terhadap bangsa kita.

Juri Lina, orang Swedia penulis buku “Architects of Decepion: The Concelaed History of Freemasonry” (2004) mengungkapkan adanya tiga cara kaum penjajah Barat (yang umumnya berideologi materialis-kapitalis dan dari kelompok Freemason-Illuminati Hitam Kabalisisme) yaitu:

1. Dengan pengaburan sejarah bangsanya, dengan membuat sebanyak mungkin anak-anak bangsa kita lupa (amnesia) akan sejarah bangsanya.

2. Dengan menghancurkan bukti-bukti sejarahnya, sehingga kita tak bisa lagi dengan mudah membuktikan kebenaran sejarah bangsa kita.

3. Penjajah telah berupaya memutuskan hubungan sebanyak mungkin Putra Bangsa dengan leluhurnya. Agen-agen penjajah telah merekayasa pelajaran sejarah, mereka mengatakan bahwa leluhur Nusantara adalah bangsa primitif dan tak beradab, manusia penghuni gua dari zaman batu yang tak berilmu pengetahuan tinggi dan sebagainya.

Sun Tzu, dalam bukunya The Art of War pernah menulis :
“Untuk mengalahkan bangsa yang besar, tidak perlu dengan mengirimkan pasukan perang, tetapi cukup dengan cara menghapuskan pengetahuan mereka atas kejayaan para leluhurnya, maka mereka akan hancur dengan sendirinya.”

Sebuah fakta sejarah bahwa banyak dari dokumen, buku-buku dan manuskrip kuno Nusantara yang dirampok dan dibawa kabur oleh para penjajah Barat selama mereka menguasai negeri kita tercinta ini. Seorang teman dosen FRSD ITB yang menyelesaikan studi magister dan doktoralnya di Universitas Leiden, Belanda, pernah menceritakan bahwa 5 dari 7 lantai Gedung Perpustakaan Universitas itu terisi penuh dengan naskah, kitab, dan manuskrip milik para Raja dan bangsawan serta para Pujangga-Cendikiawan dan para Ulama Nusantara.

Buku The Pakubuwono Code yang ditulis oleh Agung Prabowo ini adalah salah satu upaya penting untuk melawan hegemoni paradigma sejarah yang telah dipaksakan penjajah Barat (Belanda, Inggris dan Amerika). Buku ini telah dengan gamblang mengungkapkan salah satu rahasia kemajuan dan khazanah ilmu pengetahuan matematika Jawa kuno.

Sumber :

Tuesday, 6 February 2018

Pengurus harta wakaf, takutlah akan azab Allah jika tidak amanah



-

Apabila penulis dengar cerita ada menguruskan harta wakaf tidak amanah, muncul rasa kasihan penulis kepada pengurus harta wakaf ini.

Kenapa kasihan kepada pengurus harta wakaf bukan orang yang memberi wakaf?
kerana orang yang memberi wakaf akan mendapat pahalanya, tapi orang menguruskan harta wakaf tetapi tidak amanah akan mendapat dosa.

Orang yang mengurus harta wakaf tidak amanah sekiranya menggunakan harta wakaf untuk kegunaan peribadi atau dijadikan harta wakaf sebagai harta peribadi. Tidak takutkah orang yang tidak amanah ini dengan azab Allah , tidak takutkah harta yang digunakan, diberikan kepada anak isteri adalah harta haram. Tidak rasa bersalahkah kepada orang yang memberi wakaf , mereka ikhlas tetapi orang yang menguruskan harta wakaf mereka khianat.

Penyelewengan harta wakaf kerap terjadi kepada harta wakaf yang diurus oleh seorang individu sahaja. Tidak ada pemantauan , tidak ada orang lain yang tahu bagaimana harta wakaf ini diuruskan.

Berbeda sekiranya , harta wakaf ini diurus oleh satu jawatan kuasa yang melibatkan beberapa orang. Pemantauan terhadap pengurusan harta wakaf dibuat, penyelewengan sukar dilakukan.

Sekiranya seorang individu sahaja yang menguruskan harta wakaf,apa sahaja boleh berlaku tanpa pengetahuan orang lain. 

Kerap terjadi , pengurus harta wakaf ini menggunakan harta wakaf untuk kegunaan peribadi dengan berniat akan mengantikan semula harta wakaf berkenaan.

Amanahkah pengurus harta wakaf ini? Tidak amanah, kerana tidak ada sesiapa tahu beliau meminjam harta wakaf ini. 

Perkara seperti ini tidak akan berlaku sekiranya, ada jawatankuasa yang menguruskan harta wakaf berkenaan.

Justeru itu, kepada orang yang menguruskan harta wakaf. Berlaku amanahlah, takutlah pada azab Allah yang pedih jika tidak menguruskan harta wakaf dengan amanah.

Penulis paparkan tulisan yang diambil dari isi khutbah Jumaat berkaitan harta wakaf untuk tatapan bersama.

Bacalah.....

Wakaf ialah menyerahkan harta yang dimiliki kepada Allah untuk dimanfaatkan oleh masyarakat umum, seperti mewakafkan tanah, bangunan, kenderaan, uang  termasuk juga harta-harta yang ada di dalam masjid ini dan sebagainya.

Kita perlu sedar bahawasanya harta yang telah diwakafkan adalah milik Allah SWT. dan penerima harta wakaf tersebut adalah sebagai pengurusnya. Ini tidak bererti penerima atau pengurus harta wakaf mempunyai hak sepenuhnya dengan memperlakukan sesuka hati terhadap harta yang diwakafkan seperti menjual, memberinya kepada orang lain atau pun mewariskan harta yang diwakafkan itu. Ini bertepatan dengan hadith Rasulullah s.a.w. yang bermaksud ;

"Daripada Ibnu Umar r.a. berkata: Umar bin Al-Khattab telah mendapat habuan sebidang tanah daripada ghanimah (harta rampasan) Perang Khaibar, lalu datang meminta perintah daripada Rasulullah s.a.w. tentang tanah tersebut, dia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya telah mendapat habuan tanah daripada ghanimah Perang Khaibar yang paling saya sayangi daripada harta lain yang ada pada saya selama ini, maka apa perintahmu kepadaku dengan tanah itu".

Sabda Rasulullah s.a.w:-
"Kalau kamu mahu, kamu tahanlah (wakafkanlah) tanah itu dan sedekahkanlah hasilnya".

Bermaksud:-

Kata Ibnu Umar: "Umar r.a. telah mewakafkan hasil tanahnya, sesungguhnya tanah itu tidak boleh dijual, tidak boleh diwariskan dan tidak dihibah".

Kata Ibn Umar lagi dengan maksudnya: "Umar r.a. telah menyedekahkan kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba yang baru merdeka, pejuang-pejuang di jalan Allah, ibnu sabil dan tetamu-tetamu. Tidaklah berdosa sesiapa yang menyelia tanah wakaf itu memakan sebahagian hasilnya sekadar yang patut, sebagai upah, tetapi tidaklah boleh ia memilikinya". (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Konsep inilah yang harus kita fahami agar kita dapat melaksanakan amanah harta yang diwakafkan dengan baik dan sempurna mengikut syarak.

Kedapatan segelintir masyarakat yang masih belum faham tentang konsep wakaf dan peranan pemegang amanah sehingga mengakibatkan penyelewengan dan penyalahgunaan Harta Wakaf tersebut.

Allah SWT. telah mengingatkan kita agar tidak melakukan khianat dan penyelewengan atau salah guna kuasa terhadap amanah harta wakaf yang telah diberikan kepada kita sebagaimana Firman-Nya dalam surah Al-Anfal ayat 27:

 "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati (amanah) Allah dan Rasul-Nya serta (janganlah) kamu mengkhianati amanah-amanah (yang diserahkan kepada) kamu, sedangkan kamu mengetahui (dosanya)". 

Maka perbuatan mengkhianati Amanah Harta Wakaf dan menyembunyikannya adalah berdosa. Orang yang memakan hasil harta wakaf dengan cara yang dilarang samada harta itu dijual atau diwarisi atau diagih-agihkan adalah berdosa dan mendapat balasan yang buruk di dunia dan di akhirat sebagaimana maksud hadith Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar:-

"Dan barangsiapa yang berusaha mendapatkannya dengan cara yang tidak halal, dan dibelanjakannya pada bukan tempatnya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka dan betapa ramai orang yang tidak menghiraukan pendapatan yang diperolehinya, asalkan memuaskan hawa nafsunya meskipun yang haram, maka baginya disediakan api neraka di hari kiamat". (Riwayat Baihaqi).

Marilah sama-sama kita sedar dan memahami tentang konsep sebenar wakaf agar kita tidak menyeleweng daripada landasan yang sebenarnya. Kita juga tidak mahu harta yang diwakafkan ini dijual, diagih-agihkan, diwariskan mahu pun dimonopoli oleh sesetengah pihak sahaja tetapi hendaklah dikawal dan dibangunkan mengikut peraturan dan Undang-undang Syarak dan dapat dimanfaatkan untuk kegunaan Masyarakat Umum.

Takutlah kepada azab Allah SWT. yang menanti kita sekiranya amanah Harta Wakaf dikhianati.

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyerahkan segala jenis amanah kepada ahlinya (yang berhak menerimanya). Apabila kamu menjalankan hukum di antara manusia (Allah menyuruh) kamu menghukum dengan adil. Sesungguhnya Allah dengan (suruhan-Nya) itu telah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat". (An-Nisa':85). 

Wasalam


Sumber : http://tulahan.blogspot.co.id/2012/02/pengurus-harta-wakaf-takutlah-akan-azab.html

Tuesday, 30 January 2018

Flow of Sytem Instrument in Trading Program



Monday, 8 January 2018

Rockefeller Pimpin Bagi-Bagi Kekayaan Indonesia ke Perusahaan Asing

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menjadi tujuan menggiurkan bagi investor asing. Namun, siapa sangka tumbuhnya penanaman modal asing di tanah air diawali peran ekonom dunia David Rockefeller.


Miliarder Amerika Serikat, David Rockefeller, meninggal pada usia 101 tahun pada Senin (20/3) waktu AS. Ia tercatat sebagai orang tua terkaya di dunia

Ia menjadi pemimpin konferensi November 1967 lalu di Jenewa, Swiss. Saat itu, Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik dan Menteri Ekonomi Sultan Hamengku Buwono menghadapi pengusaha besar dunia untuk mendengar betapa pentingnya investasi asing bagi masa depan Indonesia.

Dalam pertemuan tiga hari yang disponsori Time Inc, menghadirkan eksekutif perusahaan ternama dari Eropa, Jepang, Australia, Kanada dan Amerika Serikat (AS) seperti perusahaan-perusahaan minyak besar, bank termasuk Chase Manhattan, General Motors, Imperial Chemical Industries, British American Tobacco, Siemens, US Steel dan banyak lainnya.


"Dengan cara Anda sendiri, Anda bisa membantu membawa stabilitas ekonomi dan politik yang diinginkan dari negara kita," ujar Adam dilansir dari Time.com.


Hasil pertemuan tersebut membagi secara rapi kekayaan sumber daya alam Indonesia kepada perusahaan-perusahaan raksasa itu. Tambang hingga hutan Indonesia dimanfaatkan selama berpuluh tahun oleh mereka.
Baca juga: Miliarder Rockefeller di Balik Penjarahan Kekayaan Alam Indonesia

Salah satu perusahaan yang mendapat bagian adalah Freeport yang menguasai gunung tembaga di Papua Barat, Konsorsium US/Eropa mendapat nikel, perusahaan raksasa Alcoa mendapat sebagian besar bauksit Indonesia. Begitu juga dengan kelompok perusahaan Amerika, Jepang, dan Prancis yang mendapat jatah hutan tropis Sumatra.


Meski telah meninggal Senin (20/3), orang tua terkaya di dunia itu meninggalkan 'warisan' berupa penguasaan sumber daya alam oleh investor asing. Rocketfeller meninggal akibat gagal jantung pada usia 101 tahun di kediamannya, Poncantico Hills, New York, AS.

Dietro i Panama Papers la più colossale truffa del pianeta

ponzi pyramid scheme fiat federal reserve 640x430
Vi ricordate il recente scandalo dei cosiddetti “Panama Papers”?
di Piero Cammerinesi
* * *
AVVERTENZA – Questo articolo – che contiene notizie che credo non siano mai state pubblicate sulla stampa italiana né ‘alternativa’ né tantomeno mainstream - nasce da un’approfondita ricerca e da due fonti. Una riferibile a dei siti in lingua inglese più avanti indicati e l’altra a fonti personali di cui l’autore può garantire competenza e serietà, ma soprattutto conoscenza diretta degli argomenti trattati. Pertanto si tranquillizzi il lettore se alcune notizie qui contenute gli parranno inverosimili o quantomeno fantasiose; lo erano anche per l’autore prima di approfondire la storia narrata. Dunque, prima di liquidare il tutto come una bizzarra fantasia, approfondisca l’argomento e le fonti indicate. 
 In fondo il modo migliore per nascondere qualcosa è metterlo sotto gli occhi di tutti.
* * *
Dunque, si parlava dello scandalo dei Panama Papers
panama-papers-480.jpg
Quello, per intenderci, in cui sui media di regime compariva Putin in primo piano – nonostante dichiaratamente non fossero riferibili a lui i fondi occulti a Panama, attribuibili solo a “delle persone a lui vicine” – in buona compagnia con vari capi di Stato e di governo?
 Quello in cui, tra migliaia e migliaia di nomi con società e conti segreti nel paradiso fiscale panamense – guarda caso – mancavano personaggi di spicco statunitensi?
Quello che, dopo una momentanea fiammata sul mainstream media, è scomparso dall’orizzonte delle notizie?
Quello che, partito da una opaca organizzazione denominata International Coalition of Investigative Journalists (ICIJ) – basti pensare che essa dipende dalla Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) finanziata (a volte le combinazioni…) dal governo americano tramite l’USAID alcuni ritengono un’operazione dei servizi anglo-americani nel contesto di scontri al vertice dei poteri mondiali?
Ebbene su questi Panama Papers va fatta qualche considerazione più approfondita.
Ma iniziamo con ordine.
Il leak dei Panama Papers consta di circa 11,5 milioni di documenti, costituiti principalmente da e-mail, file PDF, file di foto e parti di un database interno della Mossack Fonseca.
Si riferiscono a un periodo che va dal 1970 alla primavera del 2016.
Riguardano conti e società offshore intestati a personalità politiche, imprenditori, miliardari, mafiosi, criminali e società-ombra.
Ora, naturalmente, possedere una società offshore non è illegale di per sé nella maggior parte dei Paesi, trattandosi di qualcosa che può essere utile per una vasta gamma di transazioni commerciali.
Tuttavia, uno sguardo ai Panama Papers indica chiaramente che l'obiettivo primario, nella stragrande maggioranza dei casi, era quello di occultare l'identità dei veri titolari dei conti e delle società. I documenti rivelano anche numerosi scandali e individuano capi corrotti di Stato e di governo. Le società offshore attribuibili ai capi di Stato e di governo attuali o ex-tali costituiscono una delle parti più spettacolari di questa colossale fuga di notizie, così come i collegamenti ad altri leader, e alle loro famiglie, ai consiglieri più vicini e ai loro amici.
_intro_imageUrl.jpg
Capi di Stato direttamente coinvolti:
Mauricio Macri, presidente dell’Argentina
Salman, re dell’Arabia Saudita
Khalifa bin Zayed Al Nahyan, presidente degli Emirati Arabi Uniti e emiro di Abu Dhabi
Petro Poroshenko, presidente dell’Ucraina
Ex-capi di Stato direttamente coinvolti:
Qatar Hamad bin Khalifa Al Thani, ex emiro del Qatar
Ahmed al-Mirghani, ex presidente del Sudan
Capi di governo direttamente coinvolti:
Sigmundur Davíð Gunnlaugsson, primo ministro dell’Islanda
Ex-capi di governo direttamente coinvolti:
Bidzina Ivanishvili , ex primo ministro della Georgia
Ayad Allawi, ex primo ministro dell’Iraq
Silvio Berlusconi, ex presidente del consiglio dell’Italia
Ali Abu al-Ragheb, ex primo ministro della Giordania
Benazir Bhutto, ex primo ministro del Pakistan
Hamad bin Jassim bin Jaber Al Thani, ex primo ministro del Qatar
Pavlo Lazarenko, ex primo ministro dell’Ucraina
Ion Sturza, ex primo ministro della Moldavia
Vi sono poi altri 200 politici in tutto il mondo tra i clienti della Mossack Fonseca, tra cui un certo numero di ministri oltre a familiari di governanti, come, ad esempio, il padre di David Cameron.
Fin qui la panoramica sui personaggi coinvolti.
Ora, a prescindere dal fatto che questa non può che essere la punta dell’iceberg della reale magnitudo del fenomeno, nonché dal fatto che una analisi dei nomi coinvolti – ma soprattutto di quelli non coinvolti – porta a comprendere parecchie cose, che cosa c’è veramente sotto?
A parte gli indubbi vantaggi fiscali di possedere conti o società offshore a Panama o in altri paradisi del genere, perché – come si è detto – l’analisi di questi conti mostra che l'obiettivo primario è quello di occultare l'identità dei veri titolari?
Solo per difendersi dal fisco?
No, decisamente no.
In realtà il leak dei Panama Papers ha solo sollevato il lembo del velo che nasconde uno scandalo di proporzioni colossali di cui la maggior parte della gente non ha idea alcuna e di cui i media non parleranno mai.
d60af74e71678846fb7a81f34bb4184ade93b03a
Dietro c’è la più straordinaria, gigantesca, mostruosa truffa che mai sia stata concepita sul pianeta.
Di che si tratta?
Ebbene, dalle ricerche condotte e da fonti molto introdotte in questi ambienti ho potuto appurare che da decenni il governo americano e la Federal Reserve (compresi Tesoro, Banca mondiale, FMI etc.) apre ‘conti mirror’ o conti fantasma, conti illegali in ogni parte del mondo e nelle maggiori banche internazionali.
Questi conti vengono messi a disposizione – come si è visto nel caso dei Panama Papers - di determinate personalità in certi Paesi allo scopo di finanziare guerre, rivoluzioni colorate, genocidi, monopoli di informazione controllati e utilizzati per disinformare ma anche per pianificare ulteriori sottrazioni delle ricchezze di organismi e Paesi.
Il funzionamento è semplice.
Quando il governo USA o un’altra entità autorizza ufficialmente la Federal Reserve (o il FMI o la Banca Mondiale o il Tesoro degli Stati Uniti etc.) ad aprire un conto mirror presso una delle 250 banche più grandi del mondo, avviene che dal conto principale, che rimane nella banca originaria, vengono trasferite delle somme su questi conti aperti in altri Paesi.
Il conto mirror ha la stessa intestazione del conto principale, in modo che tutto appaia regolare, mentre in realtà non è affatto regolare in quanto non vi è l’autorizzazione dei reali – e legali - titolari dei capitali depositati, che provengono dai Collateral Accounts.
maxresdefault
Cosa sono i Collateral Accounts?
Va prima di tutto precisato che se il lettore cercherà in Rete elementi sui Collateral Accountstroverà ben poco, o meglio, troverà fonti private, su blog, siti o Wikipedia che ne parlano, chi in modo positivo chi negativo; le fonti istituzionali non ne parlano affatto.
Ciò in quanto si tratta di questioni classificate Top secret di cui ufficialmente molto poco è trapelato sino ad oggi.
Come ogni notizia secretata, ufficialmente o verrà negata o non verrà commentata.
Ebbene, si tratta di una complessa rete di conti e asset (in primis oro, ma anche argento, metalli preziosi di altra natura, opere d'arte di valore inestimabile, alcune presenti anche in musei e molto altro, inclusi diritti su giacimenti petroliferi e terreni) sparsi per l'intero globo, anche in banche centrali ed in banche commerciali ma fuori bilancio.
Queste ricchezze sono custodite in depositi nei luoghi più disparati, sotto montagne o sotto deserti, e perfino negli oceani.
47014fd7b22697579fb123cc83e79c11
Molti di questi depositi segreti hanno trappole mortali all'entrata, e numerosi ‘cercatori d'oro’ indipendenti o ingenui indigeni manipolati da qualche scaltro manipolatore dell'intelligence americana deviata o simili, a conoscenza di qualche segreto, sono letteralmente saltati per aria, in particolare nei depositi delle Filippine.
Ricordate il film americano National Treasure (2004), in italiano Il Mistero dei Templari, con Nicolas Cage? In quel film, fonti ben informate mi hanno riferito che furono rivelati alcuni dettagli proprio di questa ricchezza internazionale nascosta in giro per il mondo, con l'errata informazione, tuttavia, che si trattasse di un National treasure, appunto, americano.
In realtà, si tratta di un tesoro internazionale, parte dei Collateral Accounts.
Sulla base di tali ricchezze, nel secondo dopoguerra venne creato un sistema di creazione del denaro dal nulla, ispirato apparentemente ad un'idea già avuta dal Conte di Saint-Germain, consigliere di famiglie reali europee nel '700, attraverso l'emissione di titoli bancari delle maggiori banche internazionali, che aveva lo scopo di finanziare la ricostruzione e lo sviluppo di tutti i Paesi del mondo.
In realtà, invece, ben presto esso venne manipolato dai ‘gestori del sistema’, in primis americani, e gestito di fatto per fini privati, per arricchire se stessi, amici, amici degli amici e per corrompere e finanziare le più disparate nefandezze.
I titoli bancari emessi, oggigiorno, sono soprattutto Medium Term Note (MTN) ma anche Bank Guarantee (BG) e Stand-by Letter of Credit (SBLC), emessi a una percentuale che parte anche dal 20% del valore facciale e, attraverso alcuni passaggi di compravendita a valori sempre un po' più alti, chiamati tier 1, tier 2 e tier 3, giunge infine ai compratori finali, tipicamente fondi pensione, fondi assicurativi o altri generi di fondi, che le detengono fino a scadenza, acquistandole a valori, dopo i vari passaggi, superiori solitamente al 90% del valore facciale. La taglia di questi strumenti può variare, ma tagli frequenti sono quelli da 500 milioni di dollari/euro.
Questi passaggi sono gestiti dai Trader specializzati (che nulla hanno a che fare con il trading online!).
Bankers bonus
È in questi passaggi che vengono coinvolti amici ed amici degli amici dei banchieri per arricchirsi, permettendo loro di investire casho direttamente strumenti finanziari (in genere MTN, BG, SBLC) per accedere a queste compravendite con lauti guadagni, di solito con investimenti minimi di 100 milioni di dollari/euro, ma più spesso, attraverso cash pooling, anche con cifre inferiori.
Se, ad esempio, partecipo all'acquisto di uno strumento al 40% del valore facciale e viene rivenduto al 60%, con contratti già predeterminati dal sistema e garantiti, si ha un guadagno del 50%, che viene poi solitamente diviso tra le parti in causa, investitori ed intermediari inclusi. Considerando che si partecipa, tipicamente, a un programma (Trading program, Private placement program o simili) in cui si comprano e vendono, attraverso il Trader, molti di questi strumenti finanziari, anche per un anno consecutivo o più, si capisce che si parla di guadagni stratosferici.
Facile arricchirsi così, no?
E molte persone, anche pubblicamente conosciute, italiani inclusi, si sono arricchite grazie a questi programmi. Date le cifre necessarie per questi investimenti così redditizi, è chiaro che parliamo di possibilità non accessibili a tutti, bensì solo ai cosiddetti sophisticated investors, investitori sofisticati: un termine dell'alta finanza utilizzato per indicare coloro che possono avere accesso ad investimenti privilegiati, non accessibili alla massa.
Tuttavia chi sa, di regola non parla di questi argomenti, talvolta per egoismo, talaltra per paura, talaltra ancora per entrambe le cose. La Securities and Exchange Commission (SEC), il Tesoro americano e l'FBI, guarda caso tutti americani, smentiscono sui loro siti che operazioni di compravendita di strumenti finanziari, come quelli sopra accennati, siano legali, considerandole frodi. In effetti non sono legali, come accennato, ma certamente esistono e quelle pagine webservono solo per mascherare, come sempre, ciò che non si vuole far sapere al pubblico.
Coloro che si trovano al vertice della piramide di questo sistema finanziario, ai quali viene affidata una certa quantità di titoli da emettere e far poi scendere a cascata, attraverso i passaggi sopracitati, nel sistema finanziario, vengono chiamati Master Commitment Holders e si contano sulle dita di meno di due mani.
Tanto questi Commitment Holders quanto i Trader del sistema sono, come si può immaginare, controllati da specifiche intelligence affinché svolgano adeguatamente il loro lavoro, secondo le direttive impartite dai grandi banchieri. 
05 Bank of England Gold Vault
Collateral Accounts, chiamati anche Global Accounts, Global Debt Facility, o più precisamente Combined International Collateral Accounts of the Global Debt Facility, contengono al loro interno asset che le famiglie reali del mondo hanno accumulato in una storia plurimillenaria, con riferimenti non casuali (si pensi al “God Save the King/Queen” britannico, ripreso dai saluti biblici ai primi Re israeliti) che risalgono sin all'Antico Israele.
Già dal '500-'600 alcune famiglie reali europee iniziarono, attraverso accordi privati e segreti, a riunire i loro asset, probabilmente come forma di protezione verso i montanti movimenti che avrebbero portato alla creazione degli Stati moderni. 
Un impulso importante in questa direzione venne dato dallo Zar di Russia intorno al 1875, quando inviò i propri figli presso le famiglie reali sparse nel globo al fine di organizzare una riunificazione collettiva di tutte le loro ricchezze, per poi utilizzarle per il bene comune ed evitare future guerre.
Piano nobile, ma che non ebbe però molta fortuna considerando quanto sarebbe accaduto da lì a pochi decenni.
Al vertice di tale complessa struttura, costituita da migliaia di fondazioni e Trust, vi è una Fondazione, chiamata Foundation Divine, ed un connesso Trust chiamato Heritage International Trust, che sono rispettivamente la Master Foundation ed il Master Trust dei Combined International Collateral Accounts of the Global Debt Facility.
Parte di tale ricchezza funse da collaterale per il sistema finanziario, centrato nella FED americana (Fed System) in quanto il dollaro americano venne imposto dagli USA come valuta di riserva internazionale (rigettando la famosa proposta del bancor di Keynes), creato con gli accordi di Bretton Woods del 1944, ed attivo dal 1945.
Collateral Accounts costituirebbero dunque – secondo le fonti interpellate - un sistema internazionale legale ma segreto, di proprietà privata e riconosciuto da molteplici trattati internazionali Top secret, gestito dal 1945 al 1995 dalla Trilateral Trillenium Tripartite Gold Commission (TTTGC) di cui facevano parte i vincitori occidentali della seconda guerra mondiale (USA, UK e Francia). In buona fede, fu, infatti, a queste potenze che le famiglie reali nel dopoguerra diedero in gestione tali enormi ricchezze reali, sperando che esse le avrebbero utilizzate a fin di bene.
Ma così non fu.
A queste potenze, avendo esse perpetrato numerose frodi con le ricchezze dei Collateral Accounts, vennero sottratti successivamente tutti i poteri di gestione degli asset dei medesimi e, nel 1995, venne istituita una entità sovrana indipendente da ogni Stato, religione e politica, registrata alle Nazioni Unite ma classificata Top Secret, vale a dire l’attuale entità che gestisce gli asset dei Collateral Accounts.
Si tratterebbe dell’International Treasury Controller (ITC), il cui braccio amministrativo, creato di conseguenza dal medesimo ITC, è denominato OITC, l'Office of International Treasury Control.
I proprietari di tali asset sono, come si è detto - secondo le fonti sopra accennate - le famiglie reali di tutto il mondo.
Esse avrebbero dato in gestione alla TTTGC le loro ricchezze, non rinnovando tuttavia con essa l’accordo cinquantennale (1945-1995) di gestione dei loro asset di ulteriori 50 anni.
Così nel ’95 decisero di istituire l'ITC che viene considerata l'unica istituzione o organizzazione nella storia umana ad avere abbastanza oro e mezzi necessari per garantire con l’oro le valute di tutte le 207 nazioni del pianeta.
Stiamo parlando di una quantità d'oro, accumulata da migliaia di anni, non inferiore ai 2 milioni di tonnellate (oro non registrato ufficialmente, né presente nei bilanci delle banche in cui è in parte depositato), molto superiore a quella dichiarata ufficialmente dal World Gold Councilsecondo cui, a fine 2015, l’oro stoccato a livello globale era pari a 186.700 MT (metric tons, ossia tonnellate).
In Internet si trova, da parecchi anni oramai, abbastanza materiale che parla dei Collateral Accounts, ma vi è da fare attenzione e usare discernimento perché, data la tematica ‘scottante’, vi è molta disinformazione da parte di alcune intelligence. Si pensi, ad esempio, all'OPPT ma anche a personaggi quali Neil Keenan e Karen Hudes - guarda caso tutti americani - o a giornalisti fantasiosi come Benjamin Fulford. Personaggi che molta gente, in buona fede ed ingenuamente, segue in rete, ignara di come funzionino i vertici del mondo, quel ‘dietro le quinte’ che i media non rivelano ma che, quasi sempre, nemmeno conoscono. Anche il caso della Foundation X, risalente a qualche anno fa, citata da Lord James of Blackheath, è interessante ai fini della notizia dell'esistenza di un sistema finanziario internazionale ‘fuori bilancio’ nel quale girano, effettivamente, ricchezze che appaiono incredibili.
nixon
Come è noto, fino al 1971 le valute erano garantite dall’oro, ma quell'anno gli americani, per scelta unilaterale, sganciarono il dollaro dall'oro. Ed essendo il dollaro americano la valuta di riserva internazionale, come deciso negli accordi di Bretton Woods del '44-45, di fatto tale decisione determinò a cascata uno sganciamento dall'oro anche delle altre valute nazionali.
Dal 1971 il mondo si trova, dunque, in un regime di fiat money, ossia denaro non garantito da nulla, se non dalla nostra (ingenua) fiducia.
Il presente sistema finanziario centrato nella Federal Reserve, fu garantito attraverso oro prestato dalle famiglie reali alla Banca mondiale e al Fondo monetario internazionale, attraverso il Master Holder dei Collateral Accounts dell’epoca, chiamato M1 (in possesso dell'Anello Alpha-Omega che ne rappresenta il ruolo spirituale), Ferdinand Marcos delle Filippine.
La Banca Mondiale e il Fondo Monetario Internazionale vennero finanziati con 3.000 tonnellate d’oro l'unaQuelle ricchezze dovevano servire come vere e proprie start up per i Paesi distrutti dalle guerre o dalle rivoluzioni.
Ma l'inizio dei problemi più grossi risale a qualche decennio prima.
Ad esempio, quando la Federal Reserve fu incorporata nel 1913, gli USA non avevano oro sufficiente per garantire il valore del dollaro.
Fu lo Zar di Russia che inviò 75.000 tonnellate d’oro negli USA come garanzia per finanziare la Federal Reserve.
Quell'oro era parte dei Collateral Accounts depositato in Russia e come tale custodito legalmente dallo Zar di Russia (il Presidente, Primo Ministro o il Re/Regina di un Paese, a seconda dei casi, è il Custode legale degli asset dei Collateral Accounts custoditi in quel Paese).
La Federazione Russa è in possesso di documenti che provano questo fatto.
Ora, il problema è che recenti indagini hanno rivelato che quelle 75.000 tonnellate d’oro non sono più presso la Federal Reserve né in altri depositi del Governo americano.
Insomma, quella montagna d’oro si è volatilizzata.
Questo sarebbe – secondo alcuni - il motivo per cui Kissinger si è recato di recente in Russia ed è tornato in America con la coda tra le gambe.
A causa sempre di questa situazione il Papa - avendo lo IOR un rapporto molto stretto con la Federal Reserve - sarebbe rimasto sconvolto e starebbe ora prendendo le distanze dagli Stati Uniti.
Ciò sarebbe collegato con il recente incontro di Papa Francesco con il Patriarca moscovita Kirill a Cuba.
putin
Se le cose stanno in questi termini non ci sarebbe dunque da meravigliarsi se i mediaoccidentali stanno in tutti i modi cercando di screditare e attaccare Putin.
Si tratta di disinformazione e propaganda di primissimo ordine per coprire le tracce di ciò che l'America ha fatto in passato, e continua a fare.
Dopo il Trattato di Londra del 1920, Trattato non conosciuto ai più, l’oro venne trasportato e immagazzinato in depositi in molti Paesi del mondo, secondo un complesso sistema ideato dalle famiglie reali, e con un apparente ruolo di primo piano dell'allora giovane, e futuro imperatore, Hirohito.
Lo scopo era di secretare tali asset in modo da evitare, per quanto possibile, future frodi.
Tutte le Nazioni hanno aderito ai vari trattati internazionali riferibili a questa enorme ricchezza mondiale, compresi gli Stati Uniti ed i loro alleati. Ad esempio, il Global Agreement del 1980, promosso da Ferdinand Marcos, ma mai, di fatto, attuato. Anche nel secondo dopoguerra, tutti gli Stati dovettero depositare una larga parte delle loro riserve d'oro nei Collateral Accounts, in modo da non avere, terminato il conflitto, situazioni di estremo squilibrio tra diversi Paesi, situazioni che avrebbero potuto generare una nuova futura guerra. Lo stesso Vaticano fu costretto a fare altrettanto. Gli asset vennero quindi riuniti in modo da finanziare, in modo bilanciato, la ricostruzione e sviluppo di tutti i Paesi del mondo.
Tuttavia, chi ha infiltrato il Pentagono e la Casa Bianca, e i loro alleati, hanno iniziato a fare guerre, conquistare nazioni e rubare gli asset custoditi in altri Paesi e/o i documenti cartacei relativi a tali asset, cercando di monetizzarli presso qualche banca internazionale. Pensiamo, ad esempio, al "mercato nero" di titoli finanziari oramai non più validi, nel quale migliaia di persone nel mondo, italiani inclusi, spesso in buona fede, cercano di inserirsi per fare il "colpo della vita", senza sapere, o facendo finta di non sapere, che stanno agendo nell'illegalità. Vi sono molte tipologie di questi bond "vecchi" (old/historic bonds) trafficati nel mercato nero finanziario: pensiamo ad esempio ai TOV (Treaty of Versailles) Bonds, FRN (Federal Reserve Notes), FRB (Federal Reserve Bonds)Wells Fargo Bonds, Petchili Bonds e molti altri. Tutti questi bond appartengono, in realtà, ai Collateral Accounts e derivano da furti avvenuti presso qualche deposito segreto, nelle Filippine ma non solo. Negli ultimi decenni, personaggi come i Bush, padre e figlio, Bill Clinton, Dick Cheney e Tony Blair sarebbero stati coinvolti, insieme a molti altri, in queste enormi frodi.
Questa sarebbe dunque la vera storia delle guerre dei secoli XX e XXI, dagli interventi in Estremo Oriente negli anni '60 e '70, a quelli in America Latina e America Centrale negli anni ‘70 e ’80.
Anch’essi erano per l'oro e altri asset dei Collateral Accounts.
Stesso discorso per quanto riguarda la seconda guerra mondiale; la distruzione della Germania era per l'oro. Ma le stesse forze dell'Asse, apparentemente, andarono a caccia di questi tesori nelle Filippine.
La Russia e lo Zar? Per l’oro.
La Corea? Per gli asset dei Collateral Accounts.
E sempre questo è ciò che oggi continua ad alimentare il caos in Medio Oriente, la distruzione e le stragi.
Iran, Libia, Iraq, Siria, Turchia; il domino di Paesi del Medio Oriente ha continuato fino a quando la Russia si è messa di traverso come la storia recente ha mostrato; il governo russo, assieme ad altri Paesi, in primis gli aderenti ai BRICS, sta, infatti, lavorando per la creazione di un nuovo sistema finanziario internazionale equilibrato e benefico per tutti i Paesi, garantito dall'oro.
Come si è detto sopra, il responsabile legale, proprietario e arbitro degli asset di garanzia della linea di credito globale, l’International Treasury Controller (ITC), è stato nominato dalla ‘gerarchia’ che rappresenta le famiglie reali del mondo al fine di sostenere la valuta di ogni nazione del pianeta con l'oro necessario per collegare le valute delle nazioni al nuovo sistema finanziario sostenuto dall’oro mondiale. Ciò in realtà sarebbe dovuto già accadere secondo gli accordi di Bretton Woods, o meglio secondo alcuni trattati segreti paralleli a quello ufficiale.
Ma non avvenne a causa delle manipolazioni degli Alleati (USA, UK e Francia).
Tuttavia all’ITC, vale a dire al Dr Ray C. Dam, discendente della famiglia reale cambogiana e con esperienza finanziaria maturata in varie banche centrali, nonché in precedenza firmatario dell'oro per i G7 (ed al precedente M1, Ferdinand Marcos, che svolgeva in sostanza il ruolo svolto dal '95 dall'ITC), non è mai stato permesso di svolgere il suo ruolo a causa degli ostacoli frapposti dal governo americano e dai suoi agenti e alleati, i quali hanno sempre fatto di tutto per eliminare gli uomini chiave del sistema.
JFKWHP AR6536 D
Si pensi a Sukarno, che fece un accordo con Kennedy, proprio pochi giorni prima della morte di quest'ultimo, per la creazione di un dollaro sovrano e non targato FED, garantito da una parte di asset(oro) dei Collateral Accounts custoditi in Indonesia; accordo, ovviamente, mai attuato dal successivo governo americano. Fu anzi il vicepresidente Lyndon Johnson, divenuto improvvisamente presidente alla morte di Kennedy, ancora nel suo hotel di Houston, ad annullare quell'accordo (Green Hilton Treaty, 1963), revocando i relativi Presidential Executive Order. Così facendo, il Governo americano fu in grado di ritirare dalla circolazione quelle banconote da 1 e 2 dollari della nuova valuta (garantita dall'oro) che già erano state messe in circolazione, ed impedire l'emissione dei tagli da 5, 10, 20, 50 e 100 dollari.
Successivamente gli americani, per creare confusione, fecero circolare varie copie false di tale accordo.
Non migliore sorte toccò a Ferdinand Marcos, precedente M1, che, dopo essere stato deposto da presidente delle Filippine nel 1986 per intervento degli americani, morì ‘esiliato’ in un ospedale hawaiano tre anni dopo. Egli fece tuttavia in tempo, nel dicembre dell'88, a ‘passare il testimone’ di M1 (e relativo Anello Alpha-Omega) ad una persona stimata, a livello internazionale, che tuttora lo detiene.
Ma del quale alle nostre fonti non è stato consentito rivelare il nome.
Anche il primo ITC, Dr. Ray C. Dam, in carica dal 1995 al 2011, venne messo fuori gioco, come i precedenti, da operazioni della CIA deviata. E nel maggio 2012 le famiglie reali hanno nominato un nuovo ITC, il cui nome non è dato sapere.
Le Forze Alleate vincitrici della seconda guerra mondiale, americani in primis, avrebbero dunque utilizzato costantemente questi asset internazionali per i propri fini egoistici, al fine di soggiogare popoli ed invadere nazioni, come la storia recente dimostra ampiamente.
Quello che non è noto neppure agli addetti ai lavori è la magnitudo di quest’azione di rapina cui bisogna dedicare una speciale attenzione.
All'insaputa anche degli addetti ai lavori, il Controller avrebbe giurisdizione legale sulla Federal Reserve, sull’FMI, sulla Banca Mondiale, sulla Banca dei regolamenti internazionali, e su ogni altra banca che fa parte dei 250 maggiori istituti bancari del mondo, dato che ognuna di esse detiene in deposito asset dei Collateral Accounts. E per trattati internazionali, per quanto riguarda i Collateral Accounts, l'ITC/OITC e la relativa giurisdizione hanno precedenza su - e stanno ‘sopra’ - ogni altra entità nazionale o internazionale.
Si tratterebbe – sempre secondo le fonti indicate - della legge suprema del pianeta.
Ma ritorniamo ai conti mirror e al meccanismo della gigantesca truffa che ci riporta ai Panama Papers.
Ora, gli interessi di tali conti – si tratta d’importi di miliardi di dollari - si accumulano su ‘conti fantasma’ aperti presso le 250 più importanti banche in vari Paesi a nome di capi di governo, ministri e capi di Stato e vengono utilizzati per finanziare rivoluzioni, guerre e via dicendo.
La banca ricevente dunque apre conti offshore segreti Panama style in modo da comprare capi di Stato, di governo, i loro agenti e alleati, facendo così in modo che i beni dei loro Paesi possano venir depredati dall’organizzazione, che alcuni chiamano Cabala (the Cabal), con esplicito riferimento all'origine di molti membri delle famiglie di banchieri internazionali.
Gruppi mercenari e agenzie d’intelligence vengono finanziati dai ‘conti fantasma’ loro intestati per organizzare rivoluzioni colorate, guerre civili, genocidi etc.
Ogni Paese che viene aggredito dagli agenti statunitensi finanziati dai Collateral Accounts rubati viene finanziariamente violentato, dominato, controllato e derubato di tutte le risorse naturali.
Ukraine gold 680x365
E, come ad esempio è avvenuto recentemente in Ucraina, vengono sottratte al Paese le riserve auree.
O, come è accaduto in Libia, dove le risorse per armare i mercenari provenivano da tali risorse rapinate e, una volta invaso il Paese, è stato anche saccheggiato dell’oro depositato nella locale Banca centrale.
L’oro libico è stato portato via dal Paese, rifuso e rivenduto a Wall Street, mentre i profitti sono stati utilizzati per altri complotti, stragi e saccheggi di nazioni e popoli.
Il conto di deposito principale cui è collegato il ‘conto fantasma’ non viene toccato e può essere ritrasferito in qualsiasi momento al conto principale. Ciò che viene sottratto ai Collateral Accountssono tuttavia miliardi di dollari di interessi che non vengono accreditati al legittimo titolare del conto principale.
Il trasferimento di questi fondi avviene sia Bank to Bank, che attraverso meccanismi perversi, estranei al meccanismo Swift internazionale, quali il cosiddetto Server to Server, meccanismo illegale ma conosciuto in certe banche internazionali attraverso il quale certi ambienti ‘deviati’, con la compiacenza di banchieri e/o bancari corrotti, cercano di ‘scaricare’ fondi senza lasciarne traccia nel sistema Swift. Tutto illegale, naturalmente, ma purtroppo a tutt’oggi utilizzato per derubare fondi dei Collateral Accounts. O anche, a volte, per trasferire denaro non pulito.
Ora questo sistema di controllo globale – fino a pochissimo tempo fa totalmente Top Secret, inizia a venire a galla.
Numerosi politici di tutto il mondo – funzionali alla strategia di dominio mondiale americana – vengono comprati e controllati in questo modo.
E, per non far emergere questa realtà di fatto, il denaro dei Collateral Accounts viene utilizzato ampiamente per controllare i mainstream media a livello globale.
Quanto sopra fa chiaramente capire che nel caso dei Panama Papers et similia non si tratta solo di evitare le tasse, bensì di una manovra intesa a controllare le attività di élite nazionali da parte del proprietario transnazionale del denaro, pertanto uno stratagemma per controllare le élite nazionali stesse.
Ora è altamente probabile che nel contesto di lotte di potere tra le piramidi più oscure delle congreghe che gestiscono le politiche e le strategie mondiali una fazione – quella collegata all’impero americano - abbia cercato di dare un avvertimento alle altre fazioni facendo emergere elementi – attraverso i Panama Papers – atti a creare difficoltà a certi Stati e a certi personaggi, tra i quali in particolare a Putin, che sarebbe a conoscenza della colossale rapina di 75.000 tonnellate d’oro appartenenti ai Collateral Accounts, depositate sino al 1913 in Russia e prestate agli USA dal suo custode, lo Zar, e mai restituite.
La storia finanziaria degli Stati Uniti d'America, sin dalla sua creazione - 240 anni fa circa - non è in realtà mai stata rose e fiori. Un Paese che, da allora, è caduto in recessione una cinquantina di volte, numerose volte in bancarotta, e ripetutamente supportato per riprendersi dalla comunità internazionale. Non solo nel 1913, come detto, ma anche negli anni '30 la comunità internazionale, attraverso i Collateral Accounts, venne in supporto degli USA in seguito all'ennesimo default, prestando dell'altro oro. L'oro accumulato in patria dal Governo americano, attraverso l'Executive Order 6102 del 1933 e il Gold Reserve Act del 1934, fu infatti sufficiente a ripagare solo il 10% circa dei debiti degli USA.
Obama Warmonger
Tuttavia oggi la comunità internazionale non ha alcuna intenzione di venire ancora in supporto agli americani, la cui disciplina finanziaria è solo peggiorata dagli anni '30, causando enormi frodi internazionali, come accennato in questo articolo.
Gli americani stanno cercando di nascondere il default già raggiunto, attraverso continui aumenti del debt ceiling legale, che nel maggio 2013 fu portato a 16,699 T (trilioni) di dollari, giungendo anche a sospendere tale tetto massimo del debito americano, con l'ultima sospensione risalente all'ottobre 2015 e che rimarrà in vigore fino a marzo 2017.
Ad oggi, il debito americano ha superato i 19 trilioni di dollari e continua ad aumentare.
Come si è detto, vi sono segreti, al vertice delle piramidi di potere mondiali, di cui probabilmente non verremo mai a conoscenza.
Ma ve ne sono altri che, per qualche motivo, volontario o meno, a volte vengono lasciati trapelare.
Nelle classificazioni dell'intelligence internazionale, vi sono non solo questioni classificate Top secret, ma ve ne sono altre superiori - sia nazionali che internazionali - chiamate Above top secretche, magari, sono note ad un manipolo di persone.
key Edit 2 1080x668 c
O, addirittura, questioni che non dovranno maiessere rivelate, nemmeno fra secoli, le cosiddette questioni Shrouded/cloaked in secrecy.
Termini, questi, a quanto pare, realmente utilizzati al vertice.
Ma forse di questi tempi qualche spiraglio si sta aprendo, qualche velo che separa i comuni mortali dalle alte sfere che governano il mondo sta cadendo.
Se è così, e ce lo auguriamo, potremmo vederne delle belle nel prossimo futuro...

Wikipedia

Search results

AddThis

Bookmark and Share

Facebook Comment

Info Archive

Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Arief Natadiningrat :

"Kami berharap, negara ini tidak melupakan sejarah. Dulu sebelum kemerdekaan Bung Karno meminta dukungan keraton untuk bisa membuat NKRI terwujud, karena saat itu tak ada dana untuk mendirikan negara. Saat itu keraton-keraton menyerahkan harta yang mereka punya untuk kemerdekaan negara ini,"

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/05/1725383/Para.Sultan.Dukung.Keistimewaan.Yogya

THE FSKN STATMENT IN SULTANATE OF BANJAR : SESUNGGUHNYA KETIKA RAJA - RAJA MEMBUAT KOMITMENT DGN BUNG KARNO DALAM MENDIRIKAN REPUBLIK INI , SEMUA KERAJAAN YG MENYERAHKAN KEDAULATAN DAN KEKAYAAN HARTA TANAHNYA , DIJANJIKAN MENJADI DAERAH ISTIMEWA. NAMUN PADA KENYATAANNYA ...HANYA
YOGYAKARTA YG DI PROSES SEBAGAI DAERAH ISTIMEWA ... AKANKAH AKAN MELEBAR SEPERTI KETIKA DI JANJIKAN ... HANYA TUHAN YG MAHA TAU. ( Sekjen - FSKN ) By: Kanjeng Pangeran Haryo Kusumodiningrat

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=177026175660364&set=a.105902269439422.11074.100000589496907