Friday, 23 December 2011

Ekonomi-Politik Global (Dominasi Dollar-Penjajahan The Fed-Penjajahan Israel Atas Palestina)



I. Pengantar (khususnya untuk teman2 penstudi HI, yang tidak tertarik silahkan langsung saja ke bagian II)
Seorang profesor yang mengajari kami matakuliah EPG (Ekonomi Politik Global), mengatakan bahwa EPG adalah jantung dari HI. Bila Anda menguasai EPG, maka Anda akan menguasai esensi studi HI. Sebabnya, hubungan antarnegara, baik konflik maupun kerjasama ujung-ujungnya adalah hubungan ekonomi, upaya satu aktor (baik aktor negara maupun non-negara) untuk meraup sumber daya sebanyak-banyaknya dari aktor lain. Tapi, dalam pandangan EPG, tak ada aktivitas ekonomi yang terjadi di ruang kosong (pure economic), melainkan pasti ada frame politiknya. Selanjutnya, untuk mempelajari EPG, kita pun harus merunut jauh ke kajian-kajian filsafat mengenai sifat-sifat manusia, lalu ideologi-ideologi yang melandasi aktivitas ekonomi-politik manusia, mulai dari liberalisme, merkantilisme, strukturalisme (marxisme), dan Islam (ini tambahan dari saya saja; setau saya, sejauh ini Islam belum dianggap sebagai ideologi yang melandasi aktivitas ekonomi-politik dalam kajian EPG). Dan masih banyak lagi aspek lain, yang sangat luas spektrumnya.
Menurut saya sendiri, inti dari EPG adalah distribusi uang. Uang-lah yang menjadi pangkal kekisruhan (atau kerjasama) global. Problemnya terletak pada kekacauan fungsi uang. Seharusnya, uang adalah barang berharga yang layak untuk untuk dijadikan alat tukar bagi barang dan jasa. Bila Anda sudah berpeluh mengangkat barang ratusan kilo, sudah selayaknya Anda dibayar dengan benda berharga, semisal emas atau perak dengan jumlah tertentu. Tapi, dewasa ini, upah diberikan dalam bentuk uang kertas, yang dicetak di percetakan, diberi nominal angka tertentu dan ditandatangani oleh pejabat bank. Di sini, ada perubahan proses: uang yang seharusnya didistribusikan, kini malah diciptakan oleh pihak-pihak tertentu. Sesungguhnya, uang diciptakan sekali saja, oleh Tuhan, dalam bentuk logam mulia yang terbatas jumlahnya, dan tidak bisa diciptakan ulang oleh manusia. Ketika jumlahnya terbatas, proses ekonomi adalah proses pendistribusian uang. Pemilik jasa akan mendapat uang, pemakai jasa menyerahkan uang. Pemilik minyak meraup uang, pembeli minyak memberikan uang.
Ketika uang diciptakan di mesin cetak, yang terjadi adalah chaos (kekacauan). Krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1997-1998 adalah salah satu bukti yang kita rasakan bersama, betapa pahitnya. Tapi negara-negara dunia masih mampu bertahan dengan terus-menerus mencetak uang di mesin-mesin percetakan. Namun, semua tipuan ini akan ada ujungnya, pasti. Bahkan ada ekonom yang meramalkan tahun 2011 bank-bank global akan kolaps karena sistem uang kertas sudah tak mampu lagi mendukung aktivitas ekonomi manusia. Namun, pertanyaan pentingnya, siapa yang menciptakan sistem uang kertas ini? Tidakkah mereka dulu memperkirakan adanya kemungkinan chaos (kekacauan) ini? Jawabnya, karena memang semua ini adalah proses penjajahan era baru. Para pencipta sistem keuangan kertas ini memang ingin menjajah manusia di dunia tanpa perlu senjata dan darah. Dan ironisnya, negara yang paling awal terjajah melalui sistem ini justru AS. Berikut ini uraiannya.
II. Sejarah Dominasi Dollar di AS dan Dunia
Awalnya, semua negara di dunia menggunakan emas dan perak ketika bertransaksi satu sama lain. Bahkan AS pun dalam UUD-nya mencantumkan bahwa negara menggunakan koin emas dan perak sebagai alat pembayaran. Pada tahun 1800-an hingga 1900-an, orang-orang AS menggunakan uang koin emas dan perak.
Lalu pada 1862, Presiden Lincoln perlu uang untuk membiayai perang saudara (pertanyaan klasik yang hingga kini bisa terus dipertanyakan: siapakah pemicu perang? siapakah yang meraup uang dari perang?). Parlemen AS mengizinkan Lincoln untuk meminjam uang dari bank negara (saat itu masih benar-benar bank milik pemerintah AS) sebesar 150 juta dollar (dalam bentuk koin emas/perak). Seharusnya, pemerintahan Lincoln mengembalikan uang itu dengan uang lagi, namun karena tidak mampu, diperkenalkanlah uang kertas yang berisi ‘janji’ untuk membayar kelak di lain waktu. Ketika itulah pemerintah AS memperkenalkan uang kertas dalam bentuk ‘sertifikat emas/perak’. Para pemilik uang menyimpan uangnya di bank pemerintah, pemerintah akan memberikan sertifikat bukti simpanan itu. Sertifikat itu kemudian bisa dijadikan alat tukar. Si A bisa membeli barang kepada si B dengan menggunakan sertifikat ini, lalu ketika si B butuh uang, dia bisa menyerahkan sertifikat ke bank dan menukarnya dengan koin emas/perak sesuai yang tertera di sertifikat.
Uang kertas ini secara bertahap diperkenalkan ke masyarakat dan dicetak terus-menerus untuk membiayai pengeluaran negara. Awalnya, saat itu ada cadangan emas di bank yang menjadi penjamin uang kertas itu, namun kelak, lama kelamaan, emas cadangan pun habis, sehingga pada akhirnya, uang kertas hanya uang kertas, bukan lagi ‘bukti’ penyimpanan cadangan emas di bank.
[Pertanyaan: mengapa uang kertas yang dijadikan jalan keluar? Jawabnya:
1) karena dgn uang kertas, segelintir orang bisa melakukan apa saja; misalnya, pemerintah bisa hidup mewah, yang tak mungkin bisa dilakukan bila hanya uang emas yang beredar; uang emas sangat terbatas dan hanya orang yang benar-benar bekerja dan punya sumber daya yang bisa memilikinya. Pemerintah korup tentu tak bisa bermewah-mewah dalam sistem uang emas, kecuali bila dengan terang-terangan menindas rakyat. Padahal, di era modern, penindasan dan perbudakan terang-terangan seperti zaman feodal dulu sudah tidak mungkin lagi dilakukan.
2) karena ada segelintir orang kaya yang bisa meraup kekayaan yang sangat-sangat-super banyak melalui sistem ini; selanjutnya akan dijelaskan pada bagian III “Sejarah The Fed”]
Tentu saja, prosesnya tidak mudah dan memakan waktu sangat panjang. Rakyat AS zaman itu sudah pasti tidak mau begitu saja dibodoh-bodohi: menyerahkan emas perak mereka untuk ditukar dengan kertas cetakan. Akhirnya pada 1933, dengan alasan untuk menyelamatkan perekonomian negara, Presiden Roosevelt menggunakan cara kekerasan: penyitaan emas-perak. Siapa saja yang menyimpan emas-perang dianggap kriminal dan terancam penjara dan denda. Transaksi harus menggunakan uang kertas. Semua kontrak bisnis yang menggunakan uang emas harus dikonversi ke uang kertas. Semua pemilik uang emas-perak harus datang ke bank untuk ditukar dengan sejumlah uang kertas. [Proses penyitaan emas ini juga dibarengi dengan indoktrinasi di sekolah-sekolah/universitas, karena pada era itu, sekolah di AS sudah dibawah kendali pemerintah. Rakyat AS didoktrin bahwa uang kertas sama baiknya dengan uang emas dan bahwa penyitaan emas adalah demi kebaikan rakyat.]
Setelah SEMUA uang emas ditarik, dan rakyat menggenggam uang kertas, bank pun melakukan devaluasi mata uang. Pemerintah AS lalu menjual sebagian emas yang disita dari rakyatnya itu kepada pasar internasional (tentu dengan melalui bank), dengan harga yang lebih mahal daripada harga beli dari rakyat. Pemerintah AS menerima uang kertas sebagai ganti emas yang ‘dirampok’ dari rakyat itu, lalu digunakan untuk membiayai roda pemerintahan (atau tepatnya, untuk membiayai kehidupan mewah para pejabat negara). Jelas ini adalah perampokan uang rakyat besar-besaran. Makanya dikatakan: sejak saat itu, rakyat AS dijajah oleh bank. Mereka harus bekerja keras, dibayar dengan uang kertas. Sumber daya alam –yang sejatinya milik rakyat- dieksplorasi (misalnya, emas dan minyak digali) lalu ditukar dengan uang kertas.
Pertanyaannya: siapa bank yang sedemikian berkuasa itu? Apakah benar-benar bank milik pemerintah AS? Jawabnya: baca di bagian III : Sejarah The Fed]
Selanjutnya, pada tahun 1944, AS menggagas sistem keuangan internasional yang disebut Perjanjian Bretton Woods. Perjanjian ini dihadiri 44 negara Barat ini sepakat bahwa negara-negara tidak lagi menggunakan emas sebagai alat transaksi internasional, melainkan dengan dollar yang di-back up oleh emas. Artinya, AS menjamin bahwa setiap uang kertas dollar yang dicetaknya, ada cadangan emas di bank dalam jumlah tertentu. Lalu, mengapa negara-negara adikuasa macam Inggris, Perancis, dll, mau menerima perjanjian ini? Pertama, karena saat itu mereka sedang dalam posisi lemah akibat Perang Dunia I-II. Kedua, karena bank AS saat itu memiliki cadangan emas terbanyak. Dengan demikian, negara-negara lain diminta percaya pada uang dollar karena bank AS menyimpan 2/3 emas dunia.
Kenyataannya, akhirnya AS tak mampu lagi (atau, saya curiganya, sudah didesain demikian oleh para penggagas uang kertas) mem-back up semua dollar hasil cetakan pabrik dengan uang (seperti dikatakan tadi, emas itu terbatas, uang kertas bisa dicetak semau pemilik percetakan). Akibatnya, pertukaran dolar dengan emas tidak lagi setara dengan harga pertukaran emas resmi yang disepakati di Bretton Woods. Pada tahun 1971, AS sepihak mengumumkan tidak lagi terikat pada Bretton Woods dan tidak lagi melakukan back-up emas terhadap dollar yang dicetaknya. Namun terlambat bagi dunia, dollar sudah merasuk ke seluruh penjuru dunia dan menjadi alat tukar utama transaksi internasional. Dunia sudah dicengkeram oleh penjajahan bank AS yang bisa seenaknya mencetak dollar. Pertanyaannya, siapakah sebenarnya bank yang mencetak dollar itu?
III. Sejarah The Fed
Satu-satunya lembaga yang ‘berhak’ mencetak dollar adalah bank bernama The Fed (Federal Reserve Bank). Ironisnya, ternyata bank ini bukan bagian/milik pemerintah AS. Bank itu murni bank swasta, bahkan dimiliki bukan oleh orang AS, melainkan klan konglomerat Yahudi-Zionis, bernama Rothschild dan rekan-rekannya (antara lain: Rothschild Bank of London, Rothschild Bank of Berlin, Warburg Bank of Hamburg, Warburg Bank of Amsterdam, Israel Moses Seif Bank of Italy, Lazard Brothers of Paris, Citibank, Goldman & Sach of New York, Lehman & Brothers of New York, Chase Manhattan Bank of New York, dan Kuhn & Loeb Bank of New York.)
Awalnya pada 1837-1862 AS punya bank pemerintah yang mencetak uang (sertifikat emas/perak, seperti sudah diceritakan sebelumnya). Secara bertahap, uang kertas diperkenalkan kepada masyarakat dan menjadi alat tukar pengganti koin emas/perak. Lalu, pada tahun 1913, Rothschild dkk membentuk The Fed. The Fed memiliki cadangan emas yang sangat banyak, sehingga mampu meminjamkan uang yang sangat besar kepada pemerintah AS. Kandidat-kandidat presiden AS dibiayai kampanye mereka oleh The Fed, dan setelah berkuasa, para presiden itu mengeluarkan keputusan/UU yang menguntungkan The Fed. Dimulai dari Presiden Woodrow Wilson, pada tahun 1914 menandatangani keputusan memberikan hak cetak mata uang AS kepada The Fed. Pemerintah mendapatkan uang kertas produksi The Fed dalam bentuk hutang yang harus dibayar kembali beserta bunganya. Rakyat AS dipaksa membayar pajak untuk membayar bunga tersebut.
Kelak Wilson menyesali keputusannya ini dan berkata, “Saya adalah orang yang paling tidak bahagia. Saya telah menghancurkan negara saya. Sebuah bangsa industri yang besar ini dikontrol oleh sistem kredit. Sistem kredit kita terkonsentrasi. Pertumbuhan bangsa ini dan seluruh aktivitas kita berada di tangan segelintir orang. Kita telah menjadi pemerintah yang paling diatur, dikontrol, dan didominasi di dunia modern. [Kita] tidak lagi pemerintah yang memiliki pandangan yang bebas, pemerintah yang diakui, yang dipilih oleh suara mayoritas, melainkan pemerintah yang dikontrol oleh opini dan paksaan sekelompok kecil orang yang mendominasi.”
(“I am a most unhappy man. I have unwittingly ruined my country. A great industrial nation is controlled by its system of credit. Our system of credit is concentrated. The growth of the nation, therefore, and all our activities are in the hands of a few men. We have come to be one of the worst ruled, one of the most completely controlled and dominated governments in the civilized world. No longer a government by free opinion, no longer a government by conviction and the vote of the majority, but a government by the opinion and duress of a small group of dominant men.”)
Pada tahun 1933, menyusul terjadinya krisis moneter, Presiden Roosevelt yang juga kampanyenya didanai The Fed, melakukan aksi penyitaan emas rakyat dan menyerahkannya kepada The Fed sehingga dollar benar-benar menjadi mata uang AS dan uang emas/perak tidak digunakan lagi.
Tentu tidak semua presiden AS sebodoh Wilson atau Roosevelt, sehingga mau menukar kedaulatan negara dengan uang bantuan kampanye. Presiden F Kennedy pernah berusaha melepaskan AS dari jeratan The Fed dengan membuat rencana penerbitan mata uang sendiri. Namun, sebelum rencananya terlaksana, dia sudah mati dibunuh. Presiden-presiden sebelumnya, dan para politisi dan ekonom AS pun sudah banyak yang memperingatkan bahaya penyerahan hak cetak dollar dan hak pendistribusiannya kepada bankir swasta; namun suara-suara itu lenyap begitu saja, seiring dengan terus berlanjutnya proses indoktrinasi sistem ekonomi uang kertas di kalangan akademisi seluruh dunia.
Situasi ini dijelaskan sendiri oleh Rothschild pada tahun 1863, “Sedikit orang yang memahami sistem ini sangat tertarik pada keuntungan sistem ini atau sangat memiliki ketergantungan pada sistem ini, sehingga tidak akan ada perlawanan dari mereka” (“The few who understand the system, will either be so interested from it’s profits or so dependant on it’s favours, that there will be no opposition from that class.”)
Meluasnya penggunaan dollar di dunia, dan dijadikannya dollar sebagai standar mata uang dunia (contoh: harga2 di Indonesia selalui dikaitkan dengan dollar, dollar naik, harga barang di Indonesia juga naik) membuat The Fed kini pada hakikatnya adalah penjajah dunia, termasuk rakyat AS sendiri. The Fed leluasa mencetak dollar, dan rakyat sedunia memberikan kekayaan alam dan keringat mereka untuk ditukar dengan dollar. Contohnya Indonesia, karena pemerintah Indonesia mau saja dibodoh-bodohi menerima hutang dollar; untuk membayarnya, digunakanlah uang pajak hasil keringat rakyat dan dengan menjual sumber daya alam.
IV. Kemana Uang The Fed Mengalir?
Pertanyaan akhir, buat apa klan Rothschild dan kroni-kroninya itu mengeruk kekayaan dari seluruh penjuru dunia? Masih kurang kayakah mereka? Kapankah mereka akan bisa terpuaskan?
Jawabnya:
1. Kalau kita kembali pada Al Quran (AlHumazah:2-3), mereka inilah yang disebut “orang yang mengumpulkan uang dan menghitung-hitungnya; dan mengira bahwa hartanya itu akan mengekalkan dirinya.”
Mereka terus-menerus mengumpulkan uang, dengan menghalalkan segala cara, termasuk dengan menjajah secara terang-terangan, atau menjajah melalui sistem uang kertas, demi mempertahankan keabadian diri dan keluarga mereka di muka bumi. Dan inilah ujian bagi manusia yang beriman: mau terus tunduk di bawah penjajahan manusia-manusia jenis ini, atau bergerak, bergerak, bergerak, berjuang membebaskan diri dan menciptakan keadilan di muka bumi.
2. Kalau mau diperdalam lagi pembahasannya: Rothschild adalah Yahudi-Zionis yang punya impian untuk membangun Israel Raya. Israel mengenang Baron Edmond James (Avrahim Binyamin) de Rothschild (1845-1934) sebagai “Father of the Settlement”. Dialah yang pertama kali memulai proyek permukiman Israel dengan membeli tanah-tanah di Palestina untuk kemudian dihuni oleh imigran-imigran Yahudi dari berbagai penjuru dunia. Impian Edmond Rothschild ini diteruskan oleh keturunannya (bahkan, darah klan Rothschild tetap ‘murni’ hingga sekarang karena ada aturan ketat tentang pernikahan dalam keluarga itu). Ketika jumlah penduduk Yahudi sudah cukup signifikan, dengan uangnya, klan Rothschild menggunakan segala macam cara untuk menekan wakil-wakil negara-negara anggota PBB sampai mereka akhirnya pada tahun 1947 menyetujui Resolusi 181 yang merampas 56,5% wilayah Palestina untuk dijadikan negara Israel. Hingga kini, biaya operasional Israel masih terus disuplai oleh AS (dan siapa sesungguhnya pemilik uang di AS, dan bagaimana uang itu dikeruk, sudah terjawab di uraian di atas). Oya, ingat juga fakta bahwa Deklarasi Balfour 1917 -yang berisi kesepakatan Inggris untuk menyiapkan tanah air bagi bangsa Yahudi- disampaikan secara resmi oleh Menlu Inggris kepada Walter Rothschild (anak Edmon Rothschild).
Jasa Edmond Rothschild diabadikan dalam uang koin emas Israel yang dimanai “Koin Hari Kemerdekaan” berikut ini:
foto Baron Rothschild bertulisan aksara Hebrew “Father of the Jewish Settlement"
Bagian depan: foto Baron Rothschild bertulisan aksara Hebrew “Father of the Jewish Settlement”.
Bagian belakang: lambang negara Israel dengan tulisan di bawahnya “Baron Edmond de Rothschild”, “1845-1934″ (masa hidup Edmond Rothschild), “Centenary of His First Settlement Activities in Eretz Israel”. Kata “Israel” ditulis dalam huruf Hebrew, Inggris, dan Arab. Tahun penerbitan mata uang ini adalah 1982.
V. Penutup
Jadi menurut pendapat pribadi saya, inilah esensi Hubungan Internasional yang sesungguhnya: dunia ini berjalin berkelindan, tak ada manusia/bangsa yang benar-benar hidup sendirian, semua saling terkait dan terpaut, dan karenanya umat manusia seharusnya berjalan bersama, berjuang bersama mencapai kesadaran diri (emansipasi), dan memandang dunia secara jernih supaya bisa melihat bahwa sebagian besar penduduk dunia ini saat ini sedang ditindas oleh segelintir lainnya. Dan karenanya, masihkah ada lagi yang harus bertanya: mengapa kita orang Indonesia musti membela Palestina, bukankah lebih baik mengurusi korban Lapindo? Lihatlah, siapa yang ada di balik semua ini dan bergeraklah! Minimalnya, bergeraklah dengan cara menyebarluaskan penyadaran dan pencerahan, melalui sikap sehari-hari (misalnya, mulai bersikap independen dan tidak lagi selalu berorientasi uang dalam menjalani hidup), kata-kata, atau tulisan.[Dina Y. Sulaeman]
Catatan:
-Bila berkenan, silahkan disebarkan, tak perlu pakai izin
-Kalau masih ada yang belum dipahami/masih ada loncatan logika, please feel free to inform me, untuk penyempurnaan artikel ini
-Sumber foto koin Israel: http://www.sweetliberty.org/issues/israel/roth-israel.html

Sumber : http://politik.kompasiana.com/2010/09/18/ekonomi-politik-global-dominasi-dollar-penjajahan-the-fed-penjajahan-israel-atas-palestina/

Sunday, 18 December 2011

Bintang Daud , Cincin Sulaiman atau Bintang Goloka?

Bintang Daud , Cincin Sulaiman atau Bintang Goloka?


Kali ini saya tidak melakukan penelusuran suatu Mitos atau Misteri, tapi hanya menampilkan simbol simbol Bintang Daud yang tersebar di dunia. Apakah kalian berpikir bahwa Israel saja yang memiliki simbol hexagram ini? tentu saja tidak, tapi dimana kita bisa melihat Bintang Daud lainnya?

Sab-kona, simbol Goloka, tempat tinggal Krisna


Sab-kona Bintang Goloka atau Goloka-Yantra, tercatat sejarah dalam Weda dan kebudayaan kuno lainnya, juga dipatri dalam peninggalan sejarah Kristen dan Islam, dan akhirnya di adopsi keyakinan Yahudi di abad ke-17 sebagai simbol populer Yudaisme.
Simbol yang menjadi bagian dari sejarah peradaban besar di dunia tanpa kecuali, Bintang Daud atau David Star kita menyebutnya. Tapi sebelum simbol ini muncul di dunia Barat, Bintang Daud disebut Sab Kona dan sudah ada di jantung spiritualitas di India.
Sab-Kona mendefinisikan sebuah bintang bersudut enam mewakili ruang suci. Dibangun dengan menggabungkan dua segitiga sempurna, segitiga yang menghadap keatas disebut Purusa dan yang menghadap kebawah disebut Prakarti.
Dalam literature Weda yang di tulis bahwa Sri Brahma Samhita tinggal di Goloka.
Sudarsana Sab-Kona
Baiklah, sekarang kita lihat dimana saja bisa kita temukan simbol Bintang Daud atau Sab Kona ini.

1.Sumeria
Museum Vorderasiatisches di Berlin menampilkan beberapa segel silinder dari abad 2500 SM, dihiasi dengan simbol langit yang menggambarkan bintang-bintang dengan enam, tujuh, delapan dan segi. Bintang-bintang muncul di sana dalam konteks astrologi atau dalam konteks astronomi. Di antaranya ada lingkaran dikelilingi oleh enam segitiga.

2.Assyria
Lihat disebelah kanan, klik gambar untuk lebih jelas. Black Obelisk' dari Shalamaneser III di Irak, obelisk ini di dirikan di kota Asiria, Nimrud sebagai monumen publik tahun 825 Sebelum Masehi pada waktu perang saudara.

3.Minos
Di Museum Heraklion di Kreta ada Piringan Phaestos kuno terbuat dari tanah liat dibakar. Piringan ini memiliki banyak ukiran. Salah satu ukirannya adalah lingkaran dengan enam titik dalam bentuk hexagram dengan titik ketujuh di tengah, bentuk Hexagram bisa kalian lihat jika menghubungkan titik titik itu dengan sebuah garis. Piringan ini berasal dari 1700 Sebelum Masehi.

4.Carthage atau Tunisia
Koin ini ditemukan di Carthage (modern: Tunisia di Afrika Utara) yang memiliki lambang hexagram disebut koin Fenisia dari abad ke 5 SM.

5.Jepang
The Crest Kagome dapat ditemukan di beberapa kuil Shinto tertua di Jepang berasal dari abad ke-5 SM. Di Kuil Utama Ise yang dibangun untuk Gedung Kekaisaran Jepang, simbol hexagram ini diukir pada semua lampu di sepanjang jalan menuju ke kuil.

6.Yunani
Berasal dari 560 SM, bisa dilihat di Metropolitan Museum of Art in New York yang menyimpan sebuah "Terracotta Drinking Cup" dari Yunani. Bentuk hexagram bisa juga dilihat jika menambahkan garis dari lengan , kaki, lengan dan lutut, kepala, lutut. 

7.Sri Lanka
ditemukan di Kataragama di Srilanka, sebuah situs ziarah yang terkenal untuk kepercayaan Hindu dan Buddha. Ukiran ini dari abad ke-3 SM. Dengan huruf Tamil 'Om' di tengah bisa di lihat di Museum fĂ¼r Völkerkunde, Basel.

8.Israel
Capernaum
Beberapa Bintang David  kuno telah ditemukan di Israel tetapi semua itu berasal dari masa sebelum agama Yahudi benar-benar mengadopsi simbol ini untuk mewakili keyakinan mereka. Hexagram juga ditemukan terukir pada guci guci Gibeon, Israel yang berasal dari akhir masa Kuil Pertama Kerajaan Israel ,  yaitu abad ke 6SM. Namun, arkeolog mengatakan bahwa bisa saja ini adalah salinan lambang Thasos dan Carthago dari Yunani yang berfungsi untuk menandai anggur. Hexagram lainnya telah ditemukan di Caperneum tapi itu mungkin milik kuil Romawi. Pada dinding sebuah kamar di Meggido juga ada ditemukan hexagram jika ditarik dengan garis dan berasal dari abad ke-8 SM.
Hisam Palace Israel
Hisam Palace,Yerikho memiliki hexagram dengan ukuran yang sangat besar dan paling terkenal di Israel, Hisam's Palace dibangun oleh Penguasa Muslim Al-Walid bin Yazid yang membangun istananya pada 743 CE.

9.Mesir
Perhatikan simbol hexagram pada logam pemberat timbangan yang hampir pudar,ini berasal dari abad ke 2 SM.
Guci kaca dari Arab ini berasal dari 1000CE.

10.Romawi
Bardo Tunisia, Roman Mosaic
Cyprus, Roman Mosaic
11.Meksiko
Simbol ini di ambil dari Benteng  Uxma Maya di Meksiko yang menunjukkan beberapa contoh yang menyerupai hexagram. Para sarjana Mesoamerika menyakini simbol ini mewakili matahari. Benteng Uxma dibangun sekitar 700 CE. Berikut formasi aslinya
dan klik disini untuk zoom in
12.Lebanon
Sebuah cincin dari abad ke 7 SM ditemukan di reruntuhan kota Sidon Fenisia, sayang sekali saya tidak menemukan gambar cincinnya.

13.India
Perisai Kaisar Akbar
Juga di India, Istana Hisam dari Kekaisaran Moghul, Kaisar Akbar (abad ke-16 Masehi) berkuda ke medan pertempuran dengan simbol hexagram pada perisai kebanggaannya.

Masih banyak lagi simbol hexagram, diantaranya ada pada simbol Alchemy dari abad ke 5 hingga ke 17.
hexagram terdiri dari dua segitiga sempurna ini juga mewakili laki laki (segitiga keatas) dan wanita untuk segitiga kebawah. Namun dalam alchemy di abad ke 5-15 selalu diartikan sebagai enam buah planet yang mengelilingi matahari ditengahnya atau mewakili unsur api dan air juga mewakili bumi dan langit.
Simbol Alchemist abad 17
Simbol universal mewakili seni Alchemist bagi Muslim, Kristen dan Yahudi sebagai representasi dari kombinasi berlawanan dan transmutasi.
Kalian pasti kenal simbol ini, ya simbol Freemason di sebuah penginapan Mason di Edinburgh
Kuil Hanuman di Kathamandu dan sebuah hexagram pada pintu bangunan di Istanbul
Dan akhirnya Cincin Sulaiman yang terkenal itu, 
Solomon Ring
Waaah ternyata ada banyak tempat yang memiliki simbol hexagram ini dan memiliki banyak nama berbeda pula, begitu juga keyakinan yang dibawanya. Lalu bagaimana dengan Solomon Ring? Pasti banyak yang sudah mengetahuinya, disini saya hanya mengambil garis besarnya saja. Tapi jika saya harus menuliskan kisahnya maka judul tulisan harus saya ubah menjadi "Kuil Kuil Solomon " dan itu membutuhkan waktu agak lama untuk menulisnya.

Kisah Solomon Ring

Sebagian orang mengatakan bahwa ini adalah kisah mitos, yang dimulai ketika Daud  membunuh raksasa dari Filistin yaitu Goliath. Daud menjatuhkan Goliath dengan batu bertali dan memenggal kepala raksasa itu. Lalu Daud dipromosikan menjadi komandan pasukan Raja Saul dan menikah dengan wanita dari keluarga raja. Kemudian Saul tewas dalam pertempuran dan Daud menjadi Raja dan mitos yang mengatakan bahwa Tuhan melindungi Daud dalam banyak pertempuran. Simbol Cincin Daud telah diadopsi oleh orang-orang Yahudi untuk mewakili perlindungan atau perisai yang disediakan Allah bagi Daud.
Raja Daud digantikan oleh anaknya Salomo. Mitos kuno menyebutkan bahwa Raja Salomo memiliki cincin berkekuatan magis. Mitos tentang Ring of Solomon terutama dikembangkan oleh penulis Arab yang mengklaim bahwa Allah memberikan cincin itu kepada Salomo. Cincin ini dikatakan memiliki nama Allah terukir di atasnya. Tapi hal  ini menimbulkan masalah dengan komunitas Yahudi karena hukum Yahudi melarang orang Yahudi untuk menulis nama Allah. Pada abad Pertengahan Yahudi, legenda Kristen dan Islam percaya bahwa Raja Salomo memerintahkan setan dan berbicara dengan binatang oleh kekuatan cincin.

Suatu kisah narasi Arab menceritakan sisi lain cincin ini, seorang saudara perempuan Sulaiman diperdaya oleh Iblis agar Sulaiman mau memberikan cincin itu padanya(Sakhr) , Sakhr lalu memerintah kerajaan Sulaiman selama empat puluh tahun. Sedangkan Sulaiman sendiri pergi mengembara ke tanah yang miskin. Suatu ketika Sakhr membuang cincin ini ke laut untuk suatu alasan yang tidak diketahui, lalu seekor ikan memakan cincin ini dan seorang nelayan menangkapnya tanpa sengaja, ketika dilihatnya ada cincin Sulaiman didalam perut ikan, nelayan itu pun mempersembahkan cincin itu kembali kepada Sulaiman. Mengetahui cincinnya telah ditemukan dalam perut seekor ikan, Sulaiman lalu kembali ke Kerajaan dan menghukum Sakhr. Ia meminta Sakhr membangun sebuah Masjid yang disebut Masjid Agung Sulaiman.

Apakah benar begitu asal usul Simbol Bintang David ini? sebab ada banyak versi yang mengulasnya. Kebenaran kembali ke tangan anda.
 

Wednesday, 14 December 2011

Bank Dunia Sambut Positif Redenominasi Rupiah


 
KOMPAS/HERU SRI KUMORO Perbandingan nilai mata uang dollar terhadap rupiah.
JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah melakukan redenominasi terhadap rupiah disambut positif oleh Bank Dunia. Dengan redenominasi membuktikan Indonesia dalam kondisi lebih baik, sehingga lebih siap untuk menerima tantangan baru.

Hal tersebut disampaikan Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia, Shubham Chaudhuri, di Jakarta, Rabu (14/12/2011). "Redenominasi menjadi sinyal bagi ekonomi global kalau Indonesia siap menghadapi tantangan baru," katanya.

Dia mengatakan Bank Dunia belum melakukan riset terkait redenominasi rupiah, sehingga belum bisa dipaparkan manfaat dan kerugiannya secara detil.

Wacana redenominasi yang banyak muncul adalah dengan pengurangan tiga angka nol dibelakang nilai satuan, sehingga angka Rp 1.000 akan diganti dengan angka Rp 1 dengan nilai nominal rupiah yang tidak berubah.
Redenominasi menjadi sinyal bagi ekonomi global kalau Indonesia siap menghadapi tantangan baru.
-- Shubham Chaudhuri
Proses redenominasi rencananya berjalan secara bertahap dengan waktu yang cukup panjang, untuk menukar uang lama yang beredar dengan uang baru dengan satuan yang lebih kecil.

sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/12/14/15142395/Bank.Dunia.Sambut.Positif.Redenominasi.Rupiah

Monday, 12 December 2011

IDR, Sumber Malapetaka di Kasus Bank Century



Kasus Bank Century, sebuah kasus yang entah lah apa namanya, ada yang mengatakan kasus mega korupsi, kasus kesalahan sistem, kasus konspirasi tingkat tinggi, atau mungkin masih ada sebutan lain?… Namun yang jelas, kasus ini begitu menyedot energi bangsa ini ! dari ruang rapat pejabat hingga ke pematang sawah di pelosok kampung sana, tema century selalu “seksi” untuk dibicarakan.
Untuk membongkarnya? lagi-lagi kita mengandalkan solusi normatif yang sudah terbukti jitu menurunkan seorang presiden. Solusi normatif tersebut adalah melalui jalur parlemen, yaitu hak angket yang tentu pertanyaan-pertanyaan dalam hak angket tersebut didapat dari investigasi dan “perjuangan” melelahkan dari Panitia Khusus (Pansus) yang menurut bisik-bisik dari media bahwa dana operasional pansus sudah lebih dari cukup untuk merenovasi 25 gedung ES-DE kita yang pada doyong
Di minggu pertama Februari ini, kita menyaksikan fase akhir dari drama perjalanan Pansus yang sebelumnya telah mempertontonkan kepada kita betapa seriusnya Bapak-bapak Pansus ini dalam niatnya untuk membongkar kasus Bank Century. Saking seriusnya, sampai-sampai forum pansus tak ubahnya media penghakiman bagi para saksi, tak jarang Bapak-bapak anggota legislatif yang terhormat ini terlibat debat yang tidak substansial antar mereka sendiri, hmm …
Fase akhir tersebut berupa kesimpulan (ada sebagian fraksi yang tidak setuju dengan penggunaan kata “kesimpulan” ini) yang katanya pada Maret nanti akan dibawa ke sidang paripurna DPR. Itu pun jika usia pansus tidak diperpanjang, masih menurut bisik-bisik dari media, ada kemungkinan usia pansus akan diperpanjang mengingat adanya testimoni Bapak Komjen Susno Djuaji yang memerlukan investigasi lebih rumit karena dalam testimoni tersebut menyebut-nyebut orang nomor 2 di Republik ini. Jika itu terjadi, artinya budget pansus akan sama dengan biaya renovasi 50 gedung ES-DE kita yang pada doyong tersebut, he …
Stop, di tulisan ini saya tidak sedang membicarakan perjalanan Pansus Century. Tapi saya mengajak kita semua untuk menganalisa lebih mendalam tentang “Mengapa terjadi silang pendapat antar pejabat BI sendiri tentang status uang 6,7 T ?, Mengapa ada perubahan tentang besaran kucuran hingga membengkak menjadi 6,7 T ? Mengapa para pejabat BI terkesan tutup mulut tentang apa sebetulnya yang terjadi ?, Bagaimana sebetulnya mekanisme kebijakan yang ada di BI ? Bagaimana pula uang sebesar 6,7 T bisa tidak terlacak oleh lembaga kredibel seperti PPATK ?…”, serta mengapa, mengapa lainnya yang jika kita pertanyakan satu persatu akan membuat kita semakin frustasi.
Ok, kita simpulkan saja pertanyaan di atas dengan satu pertanyaan, “Apa sebetulnya yang terjadi pada Bank Century ? …” Sebelum masuk ke substansi masalah, ada baiknya saya me-review sedikit tentang perjalanan ekonomi Negeri ini dari era Soekarno, Soeharto, hingga era reformasi ini. Agar kita bisa menangkap kerangka yang utuh tentang apa sebetulnya yang terjadi pada kasus Bank Century, dan selanjutnya kita bisa mengambil kesimpulan arif yang tidak bertendensi apapun.
Empat Puluh Tujuh tahun silam, tepatnya pada November 1963, Presiden kita yang pertama Ir. Soekarno pernah mengadakan sebuah perjanjian dengan Presiden Amerika, John F. Kennedy yang dikenal dengan The Green Hilton Agreement. Perjanjian yang oleh dunia moneter dipandang sebagai fondasi kolateral ekonomi dunia.
Sudah menjadi rahasia umum jika Indonesia memiliki asset kekayaan yang melimpah sebagai peninggalan raja-raja Nusantara. Menurut para tetua di negeri ini dan menurut literatur sejarah yang saya dapat, dahulu kala para raja dan kalangan darah biru di Nusantara lebih menyukai menyimpan harta kekayaan dalam bentuk batangan emas di The Javache Bank, bank central milik Belanda (kini menjadi BI). Karena nafsu kolonialnya, Belanda memboyong seluruh harta tersebut ke negerinya. Pada waktu pecah perang antara Belanda dengan Jerman yang dimenangkan oleh Jerman, Hitler dengan Nazinya memboyong seluruh harta tersebut ke Jerman. Pada waktu pecah perang dunia II, Jerman kalah perang oleh Amerika, maka harta itupun berpindah tangan ke Amerika. Dan dengan modal harta tersebut, Amerika mendirikan The Federal Reserve Bank (FED), yaitu BI-nya Amerika.
Keberadaan harta dalam bentuk batangan-batangan emas yang tersebar di Bank-Bank Eropa dan Amerika, menjadi berita buruk sekaligus berita baik bagi Bung Karno dan Rakyat Indonesia yang kala itu tengah dilanda krisis moneter yang mencekik. Peluang untuk kembali mandapatkan hak sebagai pemilik harta tersebut sangat kecil. Namun, argumentasi Barat yang selalu mengatakan bahwa perang dunia I dan II adalah force majeur yang memungkinkan ketiadaan kewajiban pengembalian harta tersebut, ternyata patah oleh kekuatan diplomasi Bung Karno yang berhasil meyakinkan para petinggi Eropa dan Amerika bahwa, asset harta kekayaan yang diakuisisi oleh mereka itu adalah berasal dari Indonesia dan milik Rakyat Indonesia dengan fakta-fakta yang menunjukan bahwa ternyata ahli waris para pemilik harta tersebut masih hidup.
Nah, salah satu klausul dalam perjanjian The Green Hilton Agreement tersebut adalah membagi 50%-50% antara Indonesia dan Amerika dengan “bonus” cuma-cuma berupa satelit Palapa. Artinya, 50% dijadikan kolateral untuk membangun ekonomi Amerika serta beberapa Negara Eropa dan 50% lagi dijadikan sebagai kolateral yang membolehkan bagi siapapun dan Negara manapun untuk menggunakan harta tersebut dengan sistem sewa (leasing) selama 41 tahun dengan biaya sewa pertahun sebesar 2.5% (Bung Karno menerapkan sistem zakat dalam Islam…) yang dibayarkan pada sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation (The HEF) dengan instrumentnya adalah lembaga-lembaga otoritas keuangan dunia (IMF, World Bank, The FED). Bisa dibayangkan, selama 41 tahun biaya sewa tersebut yang dibayarkan oleh Negara-negara peminjam sudah melebihi harta pokok penjamin (Hampir 99% Negara di dunia ini menggunakan harta kekayaan Rakyat Indonesia sebagai kolateral). Jika harta pokok yang dijadikan sebagai kolateral tersebut sejumlah 57.150 Ton emas, dengan asumsi 1 gram emas Rp. 250.000, coba hitung selama 41 tahun berapa biaya sewa yang musti dikeluarkan oleh 1 negara peminjam, hampir tidak ada kalkulator yang bisa menghitungnya ..
Mengenai keberadaan account The HEF, tidak ada lembaga otoritas keuangan dunia manapun yang dapat “menyentuh” rekening khusus ini, termasuk pajak. Karena keberadaannya yang sangat rahasia, maka banyak para taipan kelas dunia yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus ini. Tercatat orang-orang seperti George Soros, Bill Gate, Donald Trump, Raja Yordan, Putra Mahkota Saudi Arabia adalah termasuk orang-orang yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus tersebut. Menurut cerita di lingkungan para tetua, hanya Bung Karno saja yang bisa mencairkan dana tersebut. Namun, Bung Karno adalah seorang yang futuristik. Tidak mungkin seorang futuristik sekaliber Bung Karno menggantungkan nasib Rakyat Indonesia pada perjanjian 41 tahun tersebut. Beliau pasti sudah menyiapkan second strategy sebagai antisipasi jika strategi A tidak berjalan mulus. Terbukti dalam perjalanannya, beberapa kali George Soros dengan dibantu ole CIA berusaha untuk membobol account khusus tersebut. Bahkan, masih menurut sumber yang bisa dipercaya, pada akhir 2008 lalu, George Soros pernah mensponsori sepasukan kecil yang terdiri dari CIA dan MOSSAD mengadakan investigasi rahasia dengan berkeliling di pulau Jawa demi untuk mendapatkan user account dan PIN The HEF tersebut.
Masih berkaitan dengan kerahasiaan The HEF, pada dekade 1964-1965 atau pada masa-masa awal berlakunya The Green Hilton Agreement, organisasi underground yahudi yang tidak setuju dengan kebijakan John F. Kennedy, berhasil menembak mati presiden Amerika tersebut. Tragedi masih berlanjut, keculasan agen-agen yahudi berhasil melobi CIA untuk meng-infiltrasi TNI-AD dan akhirnya seperti yang kita ketahui bersama, terjadilah peristiwa G-30 S/PKI yang amat menghebohkan itu. Tujuan dari serentetan operasi rahasia tersebut adalah jelas, menguasai account The HEF dengan cara “menghilangkan” para peneken The Green Hilton Agreement …
Waktu berjalan, Orde Baru dengan pilotnya Jend. Soeharto berkuasa. Dengan segala daya upaya, Soeharto berusaha mencairkan dana ummat manusia se-jagat ini yang tersimpan di account The FED. Pada tahun 1995, Soeharto atas masukan dari sebagian para ahli waris yang dititipi dokumen yang berisi daftar asset raja-raja nusantara, mengajukan proposal ke The Bank International of Sattlement (BIS) untuk pengambil alihan kepemilikan asset. Otoritas keuangan dunia tersebut menolak pengajuan Soeharto dalam point pengambil alihan, hanya disetujui hak cetak uang dengan kolateral 6 dokumen daftar asset dengan nilai nominal 13.000 Trilyun. Tahun 1996, diadakanlah tender untuk cetak uang yang diikuti 3 negara, yaitu ; Jerman, Israel dan Australia. Tender ini dimenangkan oleh Australia. Maka pada tahun 1996, Soeharto mengintruksikan kepada 49 orang Jenderal yang terdiri dari para Jenderal bintang 4, 3 dan 2 serta para pejabat teras BIN untuk melakukan kontrol dan pengawasan yang ketat terhadap proses pencetakan uang yang dilakukan di dua Negara, Australia dan Thailand. Pada tahun 1997, proses pencetakan uang polymer pecahan 100 ribu-an bergambar Soekarno senilai Rp. 13.000 Trilyun selesai dilakukan. Namun, baru hanya 9% dari total Rp. 13.000 Trilyun yang sudah diregistrasi oleh BI sebagai uang sah yang dapat digunakan sebagai alat transaksi, George Soros dengan konsorsium yahudinya membom bardir rupiah dengan melarikan rupiah ke luar negeri. Maka, terjadilah pembelian besar-besaran rupiah atas dollar sehingga mengakibatkan krisis ekonomi yang melanda negeri ini yang kita kenal dengan krisis moneter. Nilai rupiah tidak ada artinya sama sekali dihadapan dollar US. Untuk membeli sebungkus kopi di warung saja, orang musti membawa 1 tas dengan setumpuk rupiah, he ..
Inilah awal malapetaka bangsa ini. Beribu-ribu peti uang yang belum diregistrasi oleh BI hanyalah lembaran kertas yang secara hukum merupakan uang illegal (uang tidak sah untuk dijadikan sebagai alat transaksi). Uang illegal yang kemudian dikenal dengan IDR (Instrument Deposit of Registered) ini banyak dikuasai oleh para pejabat teras TNI dan BIN serta para pejabat di lingkaran cendana. Secara kasat mata, tidak ada perbedaan mencolok antara uang yang sudah diregistrasi dengan uang IDR. Perbedaan yang paling mendasar hanyalah terletak pada serangkaian nomor seri. Namun, siapa yang perduli dan rajin mlototin nomor seri ?. yang masyarakat umum tahu, keduanya sama-sama uang, sama-sama merah, sama-sama polymer, sama-sama 100.000, sama-sama bergambar Soekarno. Masalah legal dan illegal itu masalah sistem, bukan masalah fisikly, berbeda dengan upal yang memang sudah bermasalah dari sisi fisik …
Inilah celah yang banyak dimanfa’atkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Sebanyak hampir 12.000 Trilyun uang IDR menjadi ajang bisnis baru bagi orang-orang yang memiliki link dengan para Jenderal dan lingkaran cendana. Tidak hanya menggunakan tangan orang lain, tak jarang sang Jenderal pun turun langsung melakukan bisnis haram ini. Tengok kasus Brigjen (Purn) Zyaeri, mantan Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu BIN yang terjadi pada pertengahan 2005 lalu.
Sejak kemunculannya pada tahun 1999 lalu hingga kini, uang IDR selalu menjadi lahan subur untuk dijadikan ajang bisnis yang menggiurkan. Tak heran, “dana cadangan” ini selalu muncul di setiap event pesta demokrasi baik pilkada maupun pemilu, sponsorshipnya? bisa si calon yang kebetulan pensiunan Jenderal yang mengetahui persis seluk beluk IDR, atau bisa tim pendukungnya yang memang lingkaran para Jenderal. Pertanyaannya, kok bisa? itukan uang illegal? hmm… yang mengatakan itu uang illegal kan sistem bung ! he..
Begini, untuk mendapatkan uang sah, para pelaku melakukan pertukaran 1:2, 1:3, 1:4 atau 1:5, tergantung kemampuan keuangan si korban. Artinya, 1 lembar uang sah bisa ditukar dengan 2,3,4 atau 5 lembar uang IDR. Siapa yang tidak tergiur? secara kasat mata, sama-sama uang, tidak ada yang aneh. Orang awam yang tidak mengetahui masalah legal dan illegal dalam hukum perbankan, saya jamin pasti akan setuju. Nah, ini pula yang terjadi pada Bank Century. Yang membedakan hanya caranya saja, modusnya tetap sama. Jika transaksi kisaran 100 juta - 1 milyar cukup dilakukan dengan face to face, maka untuk transaksi berskala 1 milyar ke atas, musti dilakukan dengan cara sistematis dengan BI sebagai fasilitatornya. Hmm … canggih bukan ?
Kembali ke fokus kita, kasus Bank Century. Dengan iming-iming 1:2,3,4 atau 5, maka terjadilah deal antara dewan komisaris Bank Century dengan si Pelobi pemberi iming-iming (silahkan Anda berinterpretasi sendiri siapa si pemberi iming-iming tersebut). Celakanya, uang sah yang dijadikan pertukaran tersebut adalah uang nasabah yang berbentuk deposito, bukan tabungan biasa. Maka tak heran, 100% uang nasabah yang raib di Bank Century adalah nasabah yang menitipkan uangnya dalam jumlah besar. Disinyalir, praktek seperti ini tidak hanya dilakukan pada Bank Century saja, pada Bank-Bank konvensional lainpun kerap dilakukan. Indikasi ini diperkuat dengan banyaknya dana “cadangan” yang tersimpan di Yayasan yang dikomandoi Aulia Pohan. Dimana yayasan tersebut lebih berfungsi sebagai wadah untuk (ma’af) membuang hajat yang akan digunakan pada saat-saat terjepit, seperti kasus BLBI yang banyak meminta korban, diantaranya ; Aulia Pohan sendiri dan Burhanuddin Abdullah. Namun, kali ini Bank Century ketiban apes. Ini disebabkan adanya keputusan di tingkat global (baca ; World Bank) yang memutuskan bahwa keberadaan uang IDR tersebut musti diputihkan. Artinya, IDR yang sebanyak ± 12.000 Trilyun tersebut musti dihanguskan ! dan akan diganti dengan uang sah. Keputusan di tingkat global ini tidak terlepas dari lobi-lobi para tetua, pemilik asset amanah yang dengan ikhlas, sabar dan konsisten memperjuangkan hak-hak Rakyat Indonesia di forum-forum internasional.
Merujuk kepada masa sewa yang tertuang dalam The Green Hilton Agreement, semestinya masa sewa tersebut habis pada November 2004. Namun, karena berbagai interest Barat yang ditopang dengan kekuatan lobi yahudi, maka dengan Berkat Rahmat Allah YME, perjuangan para tetua dan pengemban asset amanah Rakyat Indonesia menemui titik terang pada pertengahan 2008 lalu. Efeknya? krisis ekonomi global terparah melanda dunia. Ini disebabkan harta kekayaan Rakyat Indonesia yang dijadikan sebagai fondasi kolateral ekonomi dunia ditarik oleh si yang Mpunya …maka, terjadilah kekalutan luar biasa di kalangan para banker kelas dunia karena tidak ada lagi dokumen sebagai penjamin bagi eksistensi Bank-bank mereka. Tidak heran dalam berbagai kesempatan George Soros mengatakan bahwa, masa depan dunia perbankan yang hidup dari jamin-menjamin dokumen akan suram.
Dalam skala lokal, kekalutan luar biasa pun terjadi. BI sebagai fasilitator terjadinya pertukaran IDR dengan uang sah bak kambing kebakaran jenggot. Di sisi lain, dewan komisaris Bank Century yang merasa dibohongi oleh kebijakan BI-pun tidak ingin kecolongan (Robert Tantular selalu nguntit kemanapun Pejabat BI pergi, hatta rapat KSSK, Robert dengan setia menunggu di sekitar gedung BI). Uang IDR yang menumpuk di gudang Bank Century sebagai hasil pertukaran dengan uang nasabah menjadi sangat tidak berarti apa-apa, karena statusnya sudah dihanguskan. Padahal, perubahan kebijakan tersebut bukanlah keinginan BI. Secara internal, saya hakkul yakin para pejabat BI sangat menginginkan adanya win win solution yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. Namun apa daya, kebijakan BI secara struktural menginduk kepada World Bank, bukan kepada kebijakan Presiden, apalagi mengacu kepada Bank-Bank lokal. he ..
Ibarat judul film, posisi BI sekarang maju kena mundur kena. Untuk menutupi praktek yang tidak lazim sejak tahun 2000, mau tidak mau BI musti mengganti kerugian Bank Century senilai 6,7 Trilyun. Makanya dalam berbagai kesempatan, baik Budiono maupun Sri Mulyani selalu menggunakan argumentasi yang sangat sulit dicerna oleh orang awam, yaitu ; Bailout dana Bank Century adalah sebagai antisipasi agar tidak terjadi krisis ekonomi sistemik yang bisa melanda dunia perbankan di Indonesia. Hmm, tambah Njelimet Pak’e, Buk’e…..
Sampai di sini, saya harap apa yang saya paparkan bisa menjawab penasaran kita tentang apa sebetulnya yang terjadi pada Bank Century …
Dari paparan di atas, maka dapat dimengerti mengapa para pejabat BI terkesan tutup mulut mengenai apa sebenarnya yang terjadi pada Bank Century. Karena jika diblow-up, konsekwensi yang akan dihadapi adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap kredibilitas Bank Central kita ini. Bahkan pada titik ekstrim, bisa terjadi chaos, terjadi parlemen jalanan seperti yang terjadi pada 1998 silam.
Mengenai status uang yang dikucurkan ke Bank Century, saya 100% yakin bahwa uang itu adalah hasil transaksi tidak lazim yang dilakukan BI pada Bank-Bank konvensional lainnya sejak diluncurkannya uang pecahan Rp. 100.000,- pada tahun 1999 silam. Ini diperkuat dengan pernyataan para pejabat BI dan LPS yang tidak satu koor. Ini menunjukan bahwa dana itu adalah dana “siluman” yang keberadaannya di luar keuangan Negara. Lalu, kenapa pula PPATK tidak mampu “menyentuh” transaksi-transaksi tidak lazim tersebut? jelas bahwa transaksi yang dilakukan serba kes, tidak ada satu pun yang via rekening, karena memang melakukan transaksi dengan uang IDR tidak bisa dilakukan secara sistem, yong uangnya juga tidak ter-registrasi di sistem, he…
Yang dilakukan dengan melalui sistem hanyalah pertukaran berdasarkan perbandingan seperti yang saya kemukakan di atas. Adapun pengalihan uang semuanya kes, murni via teller …
Mengenai perubahan besarnya kucuran dana century, ini mencerminkan betapa kalutnya para pejabat BI menghadapi perubahan peraturan yang dikeluarkan oleh World Bank. Seperti biasa, kekalutan biasanya melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak ter-planning, tidak popular dan tanpa SOP yang jelas.
So, untuk mencari jalan keluar kasus Bank Century, satu-satunya jalan adalah menunggu “suntikan” dana pengganti IDR dari World Bank. Setajam apapun investigasi yang dilakukan oleh pansus, tidak akan berimplikasi apapun terhadap penggantian uang para nasabah yang sudah raib entah kemana. Bola api kasus century kini ada di tangan Presiden SBY. Sebagai seorang kepala Negara, sudah seharusnya beliau mengambil tanggungjawab agar kasus century ini tidak menjadi polemik berkepanjangan. Seperti komentar seorang penelepon di acara Bedah Editorial MetroTv dalam tema Negeri se-olah-olah tadi pagi, Ibu Nani kalo ga salah nama penelpon tersebut berkata ; “Saya sangat menunggu Pak SBY berkata, This is my responsibility“.
Saya pribadi yakin, SBY beserta lingkarannya mengetahui secara pasti tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik kasus Bank Century. Apalagi beliau adalah seorang mantan Jenderal dan pernah dekat dengan lingkaran cendana. Namun, apa yang dilakukan oleh BI dengan praktek-prakteknya yang tidak lazim merupakan bagian dari kesalahan sistem masa lalu.
Seperti judulnya, artikel ini mencoba mengajak kita semua untuk melihat dengan gamblang latar belakang terjadinya kasus Bank Century yang saya rasa, ini tidak mungkin muncul ke permukaan.
Terakhir, jika IDR ini adalah pembawa malapetaka, maka tuahnya mungkin bisa sampai tujuh turunan. Seperti halnya legenda keris pusaka penyebar maut, sebuah senjata sakti tanpa sarung karya Mpu Gandring yang dibuat atas permintaan Ken Arok demi untuk mewujudkan nafsu ambisiusnya, yaitu merebut Ken Dedes dari tangan Tunggul Ametung, menguasai Tumapel dan menjadi raja Singosari. Namun, belum rampung pembuatannya, Ken Arok mengambilnya secara paksa dari tangan Mpu Gandring dan membunuh sang Mpu. Sumpah Mpu Gandring yang menjadi korban pertama dari ambisi Ken Arok terbukti hingga memakan korban 6 turunan. Sejarah pasti berulang, Anda boleh berinterpretasi siapa Tunggul Ametung, Kebo Ijo, Ken Arok, Anusapati dan Tohjaya masa kini ? Mari kita saksikan drama century selanjutnya. WallaHu A’lam …

sumber : http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/02/08/idr-sumber-malapetaka-di-kasus-bank-century/

Wednesday, 7 December 2011

The search for King Solomon's gold continues in his namesake Islands


The search for King Solomon's gold continues in his namesake Islands

The Goldridge Mine pit in Solomon Islands
History records that the first European to come to Solomon Islands, Alvaro De Mendana, in 1568 gave the archipelago its name because he believed this area of the South Pacific was where King Solomon got the gold he used to build the Temple of Jerusalem. The Spaniards did search for gold during their exploration of the islands, but somewhat fruitlessly such that they left and never returned.
Over 400 years later, the search for gold is still on. In a span of less than five years, the Solomon Islands Government had announced issuing more than 60 prospecting licenses and two mining leases, one of which is the country’s only operating mine–Goldridge Mining Limited. Another company is prospecting for minerals on Vangunu, the largest in the chain of islands that make up the country’s biggest lagoon, Marovo, and on New Georgia Island of Western province. In the Shortlands group not far from the Papua New Guinea island of Bougainville prospecting for gold is underway, while in neighboring Choiseul and Isabel provinces nickel has been found.

Solomon Islands is a post-conflict country which for 10 years now been working hard to find ways it can prevent a recurrence of conflict. The social unrest of the late 1990’s to 2003 was due to a myriad of issues, one of which was failure by successive governments to equitably distribute the benefits of economic development.
Natural forest logging which has been the leading export for decades is projected to decline steeply by 2015 and the search for alternative industries that can fill the economic vacuum left behind by logging is becoming more urgent. With the increase in prospecting, the country’s emerging mining industry is likely to grow, hence the need to get landowning groups and would-be-affected communities to have a better understanding of what mining is about, and how it is going to affect them.

The environmental impacts of mining is among Janet Vickers' concerns.
A few months ago I asked Janet Vickers, a local who hails from the nickel rich area of Gao Bugotu in Isabel province, what her concerns about mining were. She indicated she worries about: “A lot of destruction to our land, rivers and sea. The companies would leave after making millions of dollars. Only a few people will benefit from the mining, but the majority of us will remain the same, if not worse. If we are not careful, members of the same family or tribe will fight over royalty payments, leading to potential conflict and even death.”
I then asked another woman, Mary Bollen, what concerns she has about mining. Mary is from Guadalcanal province where the Goldridge Mining Limited is operating, and several other companies are prospecting for gold and other minerals.

“A lot of $$$,” she said. “Like what we’ve already seen in the forestry industry, foreigners will come, make their money and ship out as quickly as they came. We the landowners are left with limited financial gain and a lot of environmental damage. Women will suffer most in terms of finding new land for gardening and travelling long distances to collect clean drinking water for their children.”
The testaments of Vickers and Bollen underline very deep concerns of Solomon Islanders about the mining business. The Solomon Islands government is well aware of the concerns and is taking steps to create awareness around the extractive industries and help people get the information they need.

Women participated in the first national discussion about the mining industry in 30 years.
Last month, the World Bank supported the government to stage a national mining and community awareness forum, in partnership with a local leading NGO, the Solomon Islands Development Trust (SIDT). Participation included officials from the Ministries of Mines, Energy and Rural Electrification; Finance and Treasury; representatives from mining companies, provincial governments, civil society organisations and mining communities from Guadalcanal, Isabel, Western and Choiseul provinces.
The forum created the opportunity for all those who attended to learn about how mining is being conducted and how the Solomon Islands government and the landowners could maximize benefits from mining operations. It was the first national discussion about the industry since the country gained political independence over 30 years ago. “We’ve seen people from companies who want to do mining come to our village. But we don’t know how we are going to benefit from it. This forum helped cleared a lot of our misunderstanding,” said Janet Vickers.
These are some of the key messages expressed by the participants at the end of the three-day event:
  • The forum was an eye opener to the world of mining and to the fact that more information and awareness  about the mining cycle and the role of government is needed
  • We don’t want  the country to make the same mistakes of the logging industry
  • Capacity still needs to be built – the Ministry of Mines has insufficient staff and capacity to provide oversight
  • Wrong decisions can lead to harm
  • Communities and CSOs have a role to play in the mining sector
  • Solomon Islands need to learn from the mining experiences of other countries like Papua New Guinea
The Minister for Finance and Treasury, Gordon Darcy Lilo, who attended the forum, announced a week later  the Solomon Islands government’s commitment to adopt the Extractive Industries Transparency Initiative (EITI).
Jenifer Wate from the NGO that co-organised the forum was happy for the collaboration with government and mining companies to engage in a conversation with resources owners about mining.
“The fact that half of the forum participants were women was a big achievement,” she said.

Monday, 5 December 2011

Data Bank Dunia Kini Bisa Diakses di Internet


Data ini bisa diakses di data.worldbank.org.

Selasa, 6 Desember 2011, 13:22 WIB
Bayu Galih, Amal Nur Ngazis
VIVAnews - Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mulai difokuskan untuk mengembangkan tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance. Sebagai salah satu lembaga internasional yang fokus dalam isu pemerintahan yang baik, Bank Dunia pun menyediakan sumber data terkait dengan informasi pemerintahan suatu negara, secara online.

"Peran teknologi informasi dan komunikasi juga untuk mendukung akuntabilitas publik, akses info oleh publik, dan reaksi publik kepada pemerintah," ujar Jim Adams, Vice President World Bank, dalam sambutan di seminar ICT, Gedung Pasca-Sarjana Paramadina, Jakarta, Selasa, 6 Desember 2011.

Bank Dunia pun menyediakan open data dalam website data.worldbank.org, yang berisi data terkait pemerintah, dengan lebih dari 7 ribu indikator untuk lebih dari 200 negara.

"Open data ini tersedia untuk publik, dan bebas biaya untuk mendapatkan data tersebut," ucap Davis. Data yang ada, menurut dia, relevan bagi peneliti kebijakan publik, pemerintah, maupun pegiat sosial.

Jim Davis berharap data yang ada tersebut dapat diterapkan di masing-masing negara. Ia pun berharap dengan adanya data tersebut dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik. (art)
• VIVAnews

sumber : http://teknologi.vivanews.com/news/read/269968-data-bank-dunia-kini-bisa-diakses-di-internet

Sunday, 4 December 2011

Sejarah Emas


Sejarah Emas

egypt gold wall
Pada sekitar tahun 1790an Inggris mengalami sebuah kerugian besar-besaran karena kekurangan uang logam perak dan dihentikannya percetakan uang logam emas yang lebih besar. Lalu dikeluarkanlah "token" uang logam perak dan memukul telak uang logam asing. Dengan berakhirnya Perang Napoleonic, Inggris mulai melakukan program besar-besaran mengembalikan uang logam yang menciptakan kekuasaan tertinggi standar emas dan mensirkulasikan mahkota, setengah mahkota, dan secepatnya juga mengeluarkan uang logam ¼  sen pada tahun 1821. Pada tahun 1833, uang kertas dari Bank of England notes dibuat menjadi alat pembayaran yang sah, dan penebusan dari bank-bank lain sangat mengecilkan hati. Pada tahun 1844 didirikanlah  Bank Charter Act yang uang kertas keluaran Bank of England, berlapis penuh emas, yang merupakan standar yang sah. Sehubungan dengan interpretasi yang keras pada stadar mata uang emas, tahun 1844 ini ditandai sebagai berdirinya standar penuh mata uang emas untuk uang Inggris.
Terbentuknya standar emas internasional
Ketika Jerman menjadi sebuah negara bersatu mengikuti perang Franco-Prussian (19 Juli 1870 – 10 Mei 1871), hal itu menjadi tonggak berdirinya dan mempertegas nilainya emas. Kebanyakan negara lain mengikutinya dengan cepat. Emas menjadi dapat diangkut, digunakan secara universal dan merupakan unit penilaian yang stabil. Ekonomi dunia yang dominan saat itu berada di Inggris , yang telah memiliki ikatan yang sudah berdiri lama pada standar emas.
Tujuan utama dari entah sistem uang pemerintahan yang menurut sejarah telah ada untuk menyediakan seigniorage, atau laba pembuatan uang, bagi pemimpin pemerintahan dalam rangka menyediakan mereka kekuatan pembelian umum selama masa genting, khususnya pemimpin-pemimpin menggunakan tampuk pimpinan mereka untuk membatasi dan oleh sebab itu tidak dapat menaikan pajak untuk mengeksekusi pembelaan ikatan yang diperlukan bagi kelangsungan hidup negara mereka.
Standar emas menggantikan standar uang logam emas pada abad 17-19 di Barat sebagai  perang pembelaan tertentu  yang diperluas kepada standar uang logam emas yang sudah tidak lagi layak fungsinya.  Sejarah yang sama menaikkan standar sebuah emas di Cina sejak abad ke 9 hingga awal abad ke 17.
Tanggal-tanggal pengadopsian standar emas
  1. 1717: United Kingdom pada £1 setara 113 grains (satuan berat) (7.32 g) dari emas murni.
  2. 1818: Netherlands pada 1 guilder setara 0.60561 g gold.
  3. 1834: United States de facto pada 20.67 dolar setara 1 troy oz (31.1 g) emas
  4. 1854: Portugal pada 1000 réis setara 1.62585 g emas.
  5. 1871: Germany pada 2790 Goldmarks setara1 kg emas.
  6. 1871: Japan pada 1 yen setara 1.5 g emas.
  7. 1873: Kesatuan Keuangan Latin (Belgium, Italy, Switzerland, France) pada 31 francs to 9.0 g gold
  8. 1875: Kesatuan Keuangan Scandinavian: (Denmark, Norway and Sweden) pada 2480 kroner setara 1 kg emas.
  9. 1876: Perancis secara internal.
  10. 1876: Spain pada 31 pesetas setara 9.0 g emas.
  11. 1878: Finland pada 31 marks setara 9.0 g emas.
  12. 1879: Austria (lihat uang jenis  florin Austria dan Mahkota Austria).
  13. 1881: Argentina pada 1 peso setara 1.4516 g emas.
  14. 1893: Russia pada 31 roubles setara 24.0 g emas.
  15. 1897: Japan pada 1 yen kehilangan nilai setara dengan 0.75 g emas.
  16. 1898: India (lihat mata uang rupee India).
  17. 1900: United States de jure.
Sepanjang dekade 1870an sebelum Perang Sipil yang mengalami deflasi dan kemuraman perekonomian dimana menciptakan permintaan secara berkala untuk mata uang perak. Bagaimanapun juga,  usaha untuk memperkenalkan mata uang tersebut secara umum telah gagal, dan meneruskan tekanan umum terhadap standar emas. Pada tahun 1879, hanya uang logam emas yang diterima melalui Kesatuan Keuangan Latin, yang disusun oleh Perancis, Italia, Belgia, Switzerland dan kemudian Yunani, meskipun secara teori, perak adalah alat putar dalam sirkulasi uang.

Standar emas dimasa ramai hingga masa krisis (1901–1932)
Menggantungkan pembayaran emas untuk membiayai perang
Sebagaimana terjadi pada perang-perang besar sebelumnya dibawah standar emas, pemerintahan Inggris menggantungkan nilai tukar uang kertas dari Bank of England pada emas, di tahun 1914 untuk membiayai operasi militer dalam perang dunia pertama. Pada akhir peperangan, Inggris berada pada seri peraturan kesanggupan nilai tukar, yang meng-kurs-kan Permintaan Uang Postal dan Surat-surat Perbendaharaan Negara, yang mana berbeda dari  Surat-surat Perbendaharaan Negara Amerika Serikat. Pemerintahan Amerika mengambil ukuran yang sama. Setalah perang, Jerman yang banyak kehilangan emasnya dalam perampasan, tidak sanggup lagi untuk meneruskan percetakan uang logam "Reichsmarks" dan beralih pada nilai tukar uang kertas, meskipun Republik Weimar kemudian memperkenalkan "rentenmark" dan kemudian membuat sisi uang logam yang seluruhnya berlapis emas dalam usahanya untuk mengontrol hiperinflasi.
Seperti telah terjadi setelah perang-perang besar sebelumnya, Inggris kembali pada standar emas di tahun 1925, yang agak enggan dilakukan oleh Winston Churchill. Meskipun sebuah harga emas yang lebih tinggi dan inflasi yang signifikan mengikuti penundaan masa perang, Churchill tetap mengikuti tradisi dengan melanjutkan pembayaran konvesi pada harga emas sebelum masa perang. Selama lima tahun sebelumnya sampai pada tahun 1925 harga emas diatur menurun sampai pada tingkat seperti sebelum masa perang, menyebabkan deflasi pada seluruh negara-negara dari Kerajaan Inggris dan Commonwealth yang menggunakan mata uang Pound Sterling. Namun kenaikan pada permintaan akan emas untuk pembayaran nilai tukar yang mengikuti pembukaan lagi negara Eropa dari tahun 1925 sampai pada 1928 menghasilkan kenaikan lebih jauh pada permintaan relatif akan emas  hingga barang-barang dan oleh sebab itu kebutuhan akan harga barang-barang yang lebih murah dikarenakan harga tetap pada nilai tukar dari uang terhadap barang-barang. Dalam rangka menarik emas, Inggris perlu untuk menaikan nilai dari investasi pada aset domestiknya. Mereka perlu menaikan permintaan akan mata uang poundnya. Dengan melakukan hal ini, Inggris telah menarik emas dari kekuatan mata uang Amerika, yang menurunkan pengadaan uang Amerika juga menekankan kedudukan ekonomi Inggris sendiri. Karena harga-harga ini mengalami penurunan dan efek penurunannya dapat diprediksikan, pemerintah Inggris akhirnya meninggalkan standar tersebut pada 20 September 1931.  Swedia juga meninggalkan standar emas pada Oktober 1931l dan negara-negara Eropa lainnya mengikuti. Bahkan pemerintahan Amerika Serikat, yang memiliki hampir seluruh emas di dunia  ($175 juta yang mengalir pada Amerika ditahun 1929 dan $280 juta pada tahun 1930) berpindah untuk membantali pengaruh dari Depresi Terbesar dengan menaikkan harga resmi emas (dari sekitar $20 menjadi $35 per ons) dan untuk itulah pada hakekatnya menaikan keseimbangan tingkat harga pada sekitar tahun 1933-1934.
Depresi dan Perang Dunia Ke Dua
Inggris ragu untuk kembali pada standar emas
Selama periode tahun 1939–1942, pemerintahan Inggris menghabiskan banyak persediaan emasnya dalam pembelian amunisi dan persenjataan perang dengan cara “tunai dan bawa” dari Amerika dan negara-negara lainnya. Kekosongan cadangan Amerika ini meyakinkan Winston Churchill pada ketidakpraktisan untuk kembali pada standar emas seperti pada masa sebelum perang. Untuk singkatnya, perang telah membuat Inggris bangkrut. John Maynard Keynes, yang berargumentasi terhadap standar emas, mengajukan untuk memberi kekuatan untuk pencetakan uang ditangan Bank of England yang dimiliki oleh perseorangan. Keynes, dalam peringatannya mengenai ancaman inflasi mengatakan, “dengan proses inflasi yang terus menerus, pemerintah dapat menyita secara diam-diam dan tanpa observasi terlebih dahulu, sebuah bagian terpenting dari kemakmuran penduduknya. Dengan metode ini, mereka tidak hanya menyita namun mereka menyita dengan sewenang-wenangi; dan sementara prose ini membuat melarat banyak orang, sebenarnya hal ini juga membuat kaya beberapa orang”. Agak mungkin karena hal ini, pada tahun 1944, perjanjian pendirian Dana Moneter International Bretton Woods dan sistem moneter internasional yang berdasarkan nilai tukar dari beberapa mata uang nasional terhadap mata uang dollar Amerika Serikat yang sudah saatnya ditukar dengan emas. Hal ini juga menghindarkan negara-negara dari memanipulasi nilai tukar mata uangnya untuk mencapai sebuah tepi dalam perdagangan internasional.
Standar Emas Internasional sebelum masa perang (1946–1971)
Artikel Utama: Sistem Bretton Woods
Setelah perang dunia kedua, sebuah sistem yang sama pada standar emas didirikan oleh perjanjian Bretton Wood. Dibawah sistem ini, banyak negara-negara yang memiliki nilai harga emas relatif tetap menukar uangnya pada dollar Amerika. Amerika berjanji untuk menetapkan harga emasnya pada $35 per ons secara implisit, lalu semua mata uang memancangkan pada dollar juga memiliki nilai tetap dalam artian emas. Dibawah pemerintahan President Perancis, Charles de Gaulle sampai tahun 1970, Perancis menurunkan cadangan dollarnya, memperdagangkan mereka untuk emas dari pemerintahan Amerika, hal itu telah mengurangi pengaruh luar negri pada ekonomi. Hal ini, sejalan dengan ketegangan pengeluaran keuangan dari Lyndon Johnson's Great Society dan perang Vietnam, telah mengantar President Richard Nixon untuk menyingkirkan harga tetap emas pada tahun 1971 yang menyebankan hancurnya sistem tersebut.
Teori
Sejarah uang terdiri dari tiga fase: komoditas uang, dimana nilai sebenarnya dari obyek yang dapat ditukar; kemudian uang perwakilan, dalam hal ini uang kertas (sering disebut dengan sertifikat) digunakan untuk mewakili komoditas nyata yang diletakkan ditempat lain; dan yang terakhir adalah uang kesanggupan, dimana uang kertas bersampul yang hanya untuk penggunaan  "merupakan alat pembayaran yang sah menurut hukum" pada pemerintahan, secara tertentu oleh penerimaan pembayaran hutang pada pemerintah (biasanya pajaj-pajak).
Uang komoditas nyaman untuk dibawa dan diletakkan. Uang ini juga tidak mengijinkan pemerintah untuk mengontrol atau membuat aturan pada alur dagangnya dalam dominasi mereka dengan kemudahan seperti yang dilakukan pada standarisasi mata uang. Dengan begitu, komoditas uang memberi jalan untuk mewakilkan uang dan emas dan jenis lainnya sebagai cadangan yang disisihkan.
Emas adalah bentuk umum yang mewakili uang karena kejarangannya, ketahanannya, dapat dibagi-bagi, tahan terhadap jamur dan kemudahan pengindentifikasiannya, sering berhubungan dengan perak. Perak biasanya adalah alat pembayaran yang sah, dengan emas sebagai metal untuk cadangan moneter. Sulit untuk memanipulasi standar sebuah emas untuk disesuaikan dengan kebutuhan ekonomi terhadap uang, menyediakan ketidakleluasaan praktek terhadap pengukuran yang bank sentral mungkin gunakan sebaliknya untuk memberi tanggapan pada krisis ekonomi.
Standar emas secara beragam menentukan bagaimana pengembalian emas dapat diimplementasikan, termasuk jumlah mata uang per unit tukar. Nilai tukar mata uang itu sendiri hanyalah kertas dan tidak memiliki nilai bawaan, namun dapat diterima oleh pedagang karena dapat ditebus kapan saja dengan mata uang yang senilai. Sertifikat (uang kertas) sebuah perak Amerika sebagai contoh,dapat ditukar dengan sebuah perak sungguhan.
Uang perwakilan dan Standar Emas melindungi warga negara dari inflasi besar-besaran dan dari penyalahgunaan kebijakan moneter lainnya, seperti terlihat pada beberapa negara pada masa Depresi Hebat. Bagaimanapun juga, mereka bukan tanpa masalah dan krisis mereka, dan begitu juga sebagian yang ditinggalkan melalui pengangkatan internasional pada sistem Bretton Woods. Sistem tersebut secara berangsur-angsur hancur pada tahun 1971, pada masa dimana seluruh negeri berubah pada kesanggupan uang penuh.
Sehubungan dengan analisa yang hadir kemudian, permulaan dalam mana sebuah negara meninggalkan standar emas dapat dipastikan bahwa ekonominya sedang pulih. Sebagai contoh, Inggris Raya dan Skandinavia, yang meninggalkan standar emas pada tahun 1931, pulih dengan lebih baik dibandingkan dengan Perancis dan Belgia, yang masih tetap lebih lama pada standar emas. Negara-negara seperti Cina, yang memiliki standar perak, hampir terhindar dari depresi secara keseluruhan. Hubungan antara meninggalkan standar emas  sebagai yang membuat prediksi kuat pada kepelikan depresi negaranya dan lamanya waktu untuk pemulihan, telah ditunjukan untuk tetap konsisten terhadap lusinan negara, termasuk pembangunan negara-negara. Hal ini sebagian menjelaskan mengapa pengalaman dan lamanya perbedaan masa depresi bantara ekonomi-ekonomi nasional.
Membedakan definisi dari standar emas
Sebuah standar emas cadangan 100%, atau sebuah standar emas penuh ada ketika otoritas moneter memegang cukup emas untuk ditukar dalam perputaran uang terhadap emas pada harga tukar yang menjanjikan. Hal ini terkadang mengacu sebagai Standar mata uang emas untuk memudahkan identifikasinya dari bentuk lain standar emas yang sudah ada pada waktu tertentu. Sebuah standar cadangan 100% umumnya dianggap sulit untuk diimplementasikan sebagai kuantitas emas di dunia karena terlalu kecil untuk menopang kegiatan ekonomi dunia terkini pada harga-harga emas yang ada sekarang.  Penerapannya akan membawa sebuah kenaikan uang kertas pada harga emas. Lebih jauh, “keperluan” kuantitas uang (seperti yang menghindari inflasi atau deflasi) adalah bukan sebuah kuantitas yang pasti, namun bervariasi secara terus menerus sejalan dengan tingkat aktifitas komersil. Nilai tukar atau mata uang yang dikembalikan oleh standar emas adalah mata uang Jerman Reichsmarks, Dinar Yugoslavia, Lira Turki, Cruzeiros Brazilia, dinars Kroasia, Zloty Polandia, Peso leys Argentina, Kwanzas reajastodos Anggola , Zairean zaires dan bolivianos Bolivia.
Dalam sebuah sistem standar emas internasional (dimana kebutuhan berdasarkan pada standar emas internal pada negara-negara yang mempertimbangkannya)  emas atau sebuah mata uang yang bisa ditukar menjadi emas pada harga pasti digunakan sebagai maksud dari pembuatan pembayaran internasional. Dibawah sistem tersebut, ketika harga nilai tukar naik keatas atau jatuh dibawah harga pasti uang logam emas  oleh lebih dari  harga pengiriman emas dari satu negara ke negara lainnya, perpindahan atau pengaliran yang luas muncul sampai harga kembali pada tingkat resminya. Standar emas internasional sering dibatasi dimana pemilik mempunya hak untuk menukar mata uang untuk emas. Dibawah sistem Bretton Woods, hal ini disebut "SDRs" untuk Special Drawing Rights/ Hak Menarik Khusus.
Keuntungan-keuntungan
Teori dari standar emas tinggal pad ide bahwa maksimum kenaikan dalam kekuatan pembelian pemerintah keadaan darurat selama masa perang menghasilkan deflasi sesudah masa perang, yang tidak akan muncul tanpa lembaga moneter seperti standar emas, yang bertahan pada masa kembali ke tingkat sebelum  masa perang dan oleh sebab itu deflasi masa perang sudah terduga.
Standar emas membatasi kekuatan pemerintahan untuk menginflasi kelebihan harga-harga melalui terbitan mata uang kertas. Hal ini cenderung untuk mengurangi ketidakpastian dalam perdagangan internasional dengan menyediakan pola tetap pada harga nilai tukar internasional. Dibawah standar emas internasional yang klasik, gangguan pada tingkatan harga dapat secara terpisah atau menyeluruh pada suatu negara dapat mengganti kerugian melalui mekanisme penyesuaian pembayaran saldo secara otomatis, yang disebut juga “mekanisme harga alur mata uang”.
Kerugian-kerugian
Harga-harga emas (US$ per ons) sejak tahun 1968, dalam US$ dan penyesuaian inflasi dalam US$.
Total jumlah emas yang pernah ditambang diperkirakan sekitar 142,000 ton.  Dengan asumsi harga sebuah emas US$1,000 per ouns, atau $32,500 per kilogram, total jumlah seluruh emas yang pernah ditambang akan berkisar pada $4.5 trilyun. Jumlah ini kurang dari jumlah sirkulasi uang di Amerika Serikat sendiri, dimana lebih dari $8.3 trilyun berada pada sirkulasi atau dalam deposito (M2). Untuk itu, sebuah pengembalian pada standar emas, apabila juga dikombinasikan dengan sebuah perintah akhir untuk sebuah cadangan kecil dari bank, akan menghasilkan kenaikan signifikan pada nilai terkini emas, yang dapat membatasi penggunaannya dalam aplikasi saat ini. Sebgai contoh, daripada menggunakan rasio of $1,000 per ons, rasio dapat ditentukan pada $2,000 per ons (atau $1,000 per 1/2 ons) yang secara efektif menaikan nilai emas hingga $8 trilyun. Bagaimanapun juga, hal ini terasa sebagai kemunduran secara tertentu pada pengembalian standar emas dan bukan merupakan kemuharaban dari standar emas itu sendiri. Beberapa penyokong standar emas menganggap hal ini dapat diterima dan diperlukan sementara yang lainnya yang tidak menentang sebagian kecil cadangan perbankan berargumentasi bahwa hanya berdasar pada nilai tukar dan bukan pada setoran yang harus ditukar. Nilai dari kurs dasar tersebut (M0) hanya sekitar satu persepuluh setara dengan gambar (M1) yang terdaftar diatas.
Kebanyakan tendensi para ekonom percaya bahwa resesi ekonomi dapat diredakan secara luas dengan menaikan persediaan uang selama masa kemunduran ekonomi. Mengikuti sebuah standar emas dapat dijelaskan melalui penyediaan emas, dan oleh sebab itu kebijakan moneter tidak dapat lagi digunakan untuk menstabilkan ekonomi tepat waktu pada rmasa esesi ekonomi.
Kebijakan moneter dapat secara esensial ditetapkan oleh harga produksi emas. Fluktuasi dalam nilai emas yang ditambang dapat menyebabkan inflasi apabila ada kenaikan atau deflasi apabila ada penurunan. Beberapa orang memegang pandangan bahwa hal ini merupakan kontribusi dari Depresi Hebat.
Beberapa orang menantang bahwa standar emas mudah terkena serangan spekulan ketika sebuah posisi keuangan pemerintahan melemah. Sebagai contoh, beberapa orang percaya bahwa Amerika Serikat dipaksa untuk menaikkan suku bunganya pada saat Depresi Hebat untuk membela kredibilitas nilai tukar mata uangnya.
Apabila sebuah negara ingin menilai uang mata uangnya, hal itu akan membuat perubahan-perubahan yang lebih tajam, secara umum, dibanding kelancaran, akan terlihat kemunduran dalam kesanggupan mata uang, tergantung pada metode devaluasi.
Para penyokong pembaruan standar emas
Kembalinya standar emas didukung oleh banyak pengikut dari Sekolah Ekonomi Austria, para obyektif dan pustakawan secara luas karena mereka menolak peran pemerintah dalam menerbitkan nilai mata uang melalui bank sentral. Sebuah jumlah yang signifikan dari penyokong standar emas juga meminta sebuah perintah akhir untuk cadangan kecil perbankan; namun demikian, pandangan ini jauh dari dunia.
Beberapa pembuat undang-undang saat ini menyokong kembalinya standar emas, berbeda dengan pengikut dari sekolah Austria dan beberapa bagian penyediaan. Bagaimanapun juga banyak ekonom terkemuka yang telah mengekspresikan simpatinya pada sebuah kesulitan azaz mata uang, dan telah berargumentasi melawan mata uang kecil, termasuk Ketua Federal Percadangan Amerika, Alan Greenspan (beliau sendiri dulu seorang obyektif), dan makro ekonom Robert Barro.  Greenspan dengan terkenal mendebat kasus untuk kembali pada standar emas pada bukunya di tahun 1966 " Kebebasan Ekonomi dan Emas", dimana beliau menggambarkan pendukung dari kesanggupan nilai tukar sebagai “Kesejahteraan yang statis” bersikeras pada penggunaan moneter percetakan pers untuk membiayai pengeluaran deficit. Beliau mendebat bahwa sistem kebijakan uang saat ini telah menahan kepemilikan yang menguntungkan pada standar emas karena para banker sentral telah mengejar kebijakan moneter seolah-olah sebuah standar emas masih ditempatnya saja. Anggota kongres Amerika Ron Paul mendebat untuk pengembalian kepada pada standar emas berdasarkan teori “ketegangan murni” emas bahwa emas memiliki nilai hakiki terpisah dari sistem ekonomi manapun karena model fisiknya. Lebih jauh, jumlah dari “ketegangan murni” emas di dunia adalah konstanm menuju pada masalah inflasi.
Sistem moneter global terkini bergantung pada US dollar sebagai cadangan mata uang dengan transaksi terbesar, seperti harga emas itu sendiri dapat diukur. Ketidakstabilan mata uang, tidak dapat dipertukarkan dan batasan akses kredit adalah beberapa alasan mengapa sistem yang berlaku saat ini telah dikritik.  Seorang pembawa acara alternative telah menyarankan, termasuk dasar kekuatan mata uang, keranjang pasar pada mata uang atau komoditas; emas adalah melulu satu dari alternative ini.
Pada tahun 2001 Perdana Mentri Malaysiam, Mahathir bin Mohamad mengajukan mata uang baru yang dapat digunakan untuk mengawali perdagangan bangsa muslim Internasional. Mata uang yang ditawarkannya disebut Dinas emas Islam dan diterangkan setara dengan 4.25 gram dari 24 karat (100%) emas. Mahathir Mohamad mempromosikan konsep dengan dasar kebaikan ekonominya sebagai unit yang stabil pada rekening dan juga merupakan simbol politik untuk menciptakan persatuan yang lebih hebat diatara bangsa islam. Pokok tujuan dari hal ini adalah untuk menurunkan ketergantungan pada dolaar Amerika Serikat sebagai sebuah cadangan mata uang, dan untuk mendirikan mata uang yang bukan pengembalian hutang pada hubungannya dengan hukum islam terhadap hukum kepentingan. Bagaimanapun juga, sampai saat ini, proposal mata uang emas Dinar Mahathir telah gagal untuk menjadi kenyataan.
Menerapkan standar emas di masa kini
Di Amerika Serikat, unit nilai tukar, dollar, merupakan sebuah kesanggupan nilai tukar. Sebuah kesanggupan nilai tukar hanya berdasar pada kepercayaan; apabila warga negara tidak peraya pada mata uangnya atau jika pemerintah tidak menerima mata uangnya, maka hal ini tidak berharga.  Seorang Amerika harus percaya bahwa sedolar memang bernilai sedolar. Sebuah kesanggupan mata uang seperti kertas, memiliki banyak pitfalls yang berhubungan dengannya. Satu dari masalah terbesar berhubungan dengan mata uang kertas dan Badan Percadangan adalah godaan untuk “nyalakan mesin percetakan” sebagaimana Profesor Sherwood Campbell letakkan pada masa resesi, bahwa badan percadangan menyalakan mesin percetakan untuk meluaskan penyediaan uang dimana menyebabkan kenaikan inflasi. Pada masa resesi, hal ini merupakan metode yang efektif, namun pada masa yang baik, menyalakan mesin percetakan akan membawa pada hiperinflasi, dan menurunkan nilai mata uang. Solusi dari masalah ini dan “masalah dari pemerintahan besar dan tingkat kemakmuran” akan menerapkan sebuah standar emas. Sebuah standar emas adalah “suara mata uang”, yang artinya bahwa hal ini relatif stabil pada tingkat harga dan akan dipelihara nilainya. Penerapan sebuah standar emas pada abad ke 21 akan membutuhkan nilai kembali mata uang, yang artinya setiap dolar dalam sirkulasi akan mewakili satu set jumlah emas. Dari tahun 1933 sampai1971 dollar Amerika sebaik emas senilai $35  per ons nya.
Ekonom Austria, Ludwig von Mises mengajukan proposal proses reformasi moneter berikut:
  1. Anggaran Federal harus sesuai dan pemerintah dicegah dari membelanjakan uang lebih dari yang bisa dibuatnya dalam pajak.
  2. Jumlah larangan penerbitan tambahan uang apapun dan kredit oleh Pusat Otoritas Moneter .
  3. sebuah cadangan 100% diperlukan pada seluruh setoran masa depan pada sistem perbankan.
  4. pemerintah Federal harus diceraikan dari sistem moneter.
  5. Seluruh surat hutang Amerika harus ditebus
  6. Sebuah rasio akan didirikan menetapkan satuan nilai emas yang setara dengan satu dolar.
  7. Pemerintah tidak akan mencetak uang tambahan
  8. Jika Cadangan Federal tidak dapat menciptakan kebijakan moneter, maka akan terjadi pemimpin boneka dan digabungkan dengan agen perbendaharaan untuk memelihara pelaksanaan yang kuat dari mata uang baru.
Dengan sebuah pengembalian mata uang yang sulit akan datang kemunduran. Satu dari kemunduran terbesar adalah sirkulasi dalam jumlah mata uang. Untuk menggantikan lebih dari $1.596 trilyun dillar uang dalam saham  (31 Desember 2007) dengan uang akan menjadi sulit untuk menambang seluruh emas tersebut.
Emas sebagai cadangan dimasa kini
Pada tahun 1990an Rusia melikuidasi banyak dari cadangan emas bekas negara USSR, sementara beberapa bangsa mengakumulasi emas dalam persiapan untuk Kesatuan Ekonomi dan Moneter. Mata uang Swiss Fran meninggalkan pengembalian pertukaran mata uang emas. Bagaimanapun juga, cadangan emas disimpan dalam kuantiti besar oleh banyak bangsa dalam artian membela mata uang mereka, dan memagari terhadap dolar Amerika, yang berbentuk borongan cadangan mata uang cair. Kelemahan dalam dolar Amerika cenderung untuk ditukar dengan kekuatan harga emas. Emas tetap merupakan aset utama keuangan pada seluruh bank sentral disamping mata uang asing dan surat jaminan pemerintah. Emas juga disimpan oleh bank-bank sebagai cara memagari terhadap hutang terhadap pemerintahan mereka sendiri sebagai sebuah “cadangan internal”. Kira-kira 19% dari seluruh emas diatas tanah disimpan dalam cadangan oleh bank-bank sentral.
Kedua uang logam emas dan emas batangan diperdagangkan dengan luas dalam pasar-pasar yang sangat cair, dan untuk itulah masih melayani sebagai tempat penyimpanan kekayaan pribadi. Beberapa mata uang terbitan pribadi, seperti mata uang emas digital, dikembalikan oleh cadangan emas.
Pada tahun 1999, untuk melindungi nilai emas sebagai sebuah cadangan, Bankir Pusat Negara Eropa menandatangani perjanjian Washington pada emas dimana disebutkan bahwa mereka tidak akan mengijinkan penyewaan emas untuk tujuan spekulasi, tidak juga mereka akan “memasuki pasar sebagai penjual” kecuali untuk penjualan yang sudah disepakati.

sumber : http://higbank.com/index.php?option=com_content&view=article&id=100&Itemid=91&lang=id

Wikipedia

Search results

AddThis

Bookmark and Share

Facebook Comment

Info Archive

Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Arief Natadiningrat :

"Kami berharap, negara ini tidak melupakan sejarah. Dulu sebelum kemerdekaan Bung Karno meminta dukungan keraton untuk bisa membuat NKRI terwujud, karena saat itu tak ada dana untuk mendirikan negara. Saat itu keraton-keraton menyerahkan harta yang mereka punya untuk kemerdekaan negara ini,"

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/05/1725383/Para.Sultan.Dukung.Keistimewaan.Yogya

THE FSKN STATMENT IN SULTANATE OF BANJAR : SESUNGGUHNYA KETIKA RAJA - RAJA MEMBUAT KOMITMENT DGN BUNG KARNO DALAM MENDIRIKAN REPUBLIK INI , SEMUA KERAJAAN YG MENYERAHKAN KEDAULATAN DAN KEKAYAAN HARTA TANAHNYA , DIJANJIKAN MENJADI DAERAH ISTIMEWA. NAMUN PADA KENYATAANNYA ...HANYA
YOGYAKARTA YG DI PROSES SEBAGAI DAERAH ISTIMEWA ... AKANKAH AKAN MELEBAR SEPERTI KETIKA DI JANJIKAN ... HANYA TUHAN YG MAHA TAU. ( Sekjen - FSKN ) By: Kanjeng Pangeran Haryo Kusumodiningrat

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=177026175660364&set=a.105902269439422.11074.100000589496907