Sunday 11 April 2010

BUDAYA DINAMIKA KERATON NUSANTARA

http://kenduricinta.com/article.php?id=132

03 April 2009, 09:16:24
BUDAYA DINAMIKA KERATON NUSANTARA
Ditulis Oleh: Kanjeng Pangeran Haryo Gunarso G. Kusumodiningrat
BUDAYA DINAMIKA KERATON NUSANTARA



Oleh:

Kanjeng Pangeran Haryo Gunarso G. Kusumodiningrat

Sekjend : Forum Silaturahmi Keraton se Nusantara (FSKN)

Ketua Umum : Lembaga Pengamatan Penelitian Kraton-kraton se Nusantara (LP2K)



Pemaparan makalah dalam rangka  Sarasehan tabur kebahagiaan

“ Devolusi Anak Negeri ”

 Kamis, 02 April 2009

Di Gedung Kesenian Jakarta Pusat.





I.    LATAR BELAKANG.
Keberadaan Budaya sebagai aset bangsa, tidak  lepas dari sejarah yang lurus dan benar, merupakan peninggalan gagasan masa lampau, antara lain yaitu Budaya yang bersumber di Kerajaan-kerajaan se Nusantara yang kemudian dikenal, dibakukan sebagai Keraton yang diayomi oleh pemimpin komunitas Keraton dengan sesebutan Raja, Sultan, Panembahan, Pangeran Ratu, Datuk, Kadatuan, Suttan, Saoraja, Penglingsir Puri, Pemangku adat bekas Kerajaan yang telah hilang fisik bangunannya.

Kejelasan dari sudut pandang diatas, dimaksud agar tidak terjadi kekeliruan persepsi, sebagai hasil penelitian ilmiah, yang telah diputuskan dalam Konggres Musyawarah Agung - Forum Silaturahmi Keraton se Nusantara (FSKN) - I,  tanggal 29 Juli – 3 Agustus 2007 di Kuta – Bali. Dihadiri oleh 104 Keraton dan Lembaga Adat ex Kerajaan, yang posisi kedudukan Raja/Sultan terakhir disesuaikan dengan situasinya menjelang pasca Kemerdekaan RI.

Ibarat keberadaan asset budaya yang berada dilingkungan situs-situs peninggalan sejarah, tanpa menghidupkan tradisi adat-istiadat budaya di atasnya, dapat ditafsirkan sama dengan melihat benda mati, yang setiap individu mempunyai sudut pandang dan presepsi yang berbeda-beda.

Oleh karena itu semua situs peninggalan sejarah maupun fisik bangunan Keraton, bisa saja menjadi musium namun tidak untuk ” dimusiumkan” artinya, diatas tanah bertuah tersebut harus ada kehidupan yang menjadi ‘simbol panutan’ yaitu adat-istiadat, yang belakangan dengan perjuangan Forum Silaturahmi Keraton se- Nusantara (FSKN)  bersama  Lembaga Pengamatan Penelitian Kraton-kraton se- Nusantara (LP2K) mulai dapat dilestarikan dengan Payung Hukum melalui Permendagri No 39 tahun 2007, tentang Pedoman Fasilitasi Pelestarian Budaya untuk ormas  bidang Kebudayaan, Keraton dan Lembaga Adat.



II.    Pembagian Jaman dalam Penelitian Kerajaan di Nusantara.

Dari Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Pengamatan Penelitian Kraton –kraton se Nusantara (LP2K), dapat diasumsikan dan diperjelas untuk mempermudah, dengan membagi dalam 5 (lima) tahap jaman Kerajaan di  Nusantara :

1.    Zaman 100 thn Pemerintahan Hindia Belanda (1800an s/d 1900an) dimana 261 Kerajaan mendapat Pengakuan dengan Perjanjian Panjang (Politic contract) dan Perjanjian Pendek (Korte verklaring) (dokumen Leiden – Nedherland)

2.    Zaman Mataram, yang datanya telah tersimpan di Perpustakaan Keraton Surakarta, maupun Yogyakarta.

3.    Zaman Majapahit yang banyak dibuat buku-buku dari sumber di Arsip Nasional maupun dari Luar Negri.

4.    Zaman Sriwijaya dalam hal situs tempat lokasi Kerajaan, sangat minim akan bukti-bukti otentik peninggalan Kerajaan tersebut,  sehingga banyak informasi menjadi sebuah mitos dan cerita rakyat yang berkembang, daripada Penelitian secara Ilmiah.

5.    Periode Peradaban zaman Kerajaan  Mataram.

Kerajaan-Kerajaan besar yang pernah Berjaya pada masanya :

~    Kutai  ( th 300 – 1400 M )
~    Taruma Negara ( th 500 s/d 750 M )
~    Sriwijaya dan Melayu (th 650 – 1200M)
~    Pagaruyung ( th 1100 – 1400 M )
~    Singosari  (th 1200 – 1300 M )
~    Majapahit (th 1300 – 1550 M )
~    Setelah itu, Mataram, Kertosuro, Kasunanan Solo,    
~    Kasultanan Yogya, dan Keraton se Nusantara.

Jumlah Keraton yang masih ada, dari 300an Kerajaan pada era 100 tahun Pemerintahan Hindia Belanda, LP2K hanya berhasil mendata  127 Kerajaan dan Lembaga Adat ex Kerajaan di 23 Provinsi, 118 diantaranya telah bergabung dalam wadah FSKN.



III.    Dasar Pola Pikir Budaya yang Bersumber di Keraton sebagai panutan dan Pengayom Masyarakat .

Berbicara tentang Pemuliaan Budaya luhur, merupakan hal yang sangat erat kaitannya terhadap adat istiadat gagasan masa lampau yang sarat akan kebesaran jiwa, sangat menghormati kepada yang lebuh dituakan, mampu menahan diri, sanggup berkorban untuk kepentingan orang banyak, menjadi local leader  yang dapat dicontoh perilakunya dan sentuhan nurani yang dilandasi dengan spiritual. Dalam pola dasar pemikiran tersebut, dikenal sebagai  ilmu keseimbangan, artinya manusia seyogyanya hidup dengan pola fifty-fifty  yaitu 50% menyangkut materi dan 50% laku spiritual, dimana belakangan ini berkaitan dengan komitmen segala perubahan jaman.

Jika keberadaan pola pikir budaya tersebut dapat dipahami dengan nurani yang dalam, barangkali bangsa ini akan menjadi besar kembali seperti ketika pada jaman Sriwijaya dan Majapahit yang luas wilayahnya sampai ke Madagaskar. Namun didalam pengertian dan pemahamannya, masih sangat diperlukan dukungan komunitas Budaya secara Nasional, yang mampu menunjang segala asset warisan gagasan masa lampau tersebut, untuk mengembangkan dinamika Keraton diseluruh Nusantara sebagai Jati Diri Bangsa yang memiliki Harkat dan Martabat.



IV.    Tantangan Global pada Dinamika Keraton Nusantara.

Maraknya hiruk pikuk kebebasan demokrasi tanpa batas, dan sistim politik di Negeri ini, pada hakekatnya semakin menjauhkan fungsi Kerajaan/Keraton terhadap dinamika pengembangan Pelestarian Budaya di masyarakat , membuat sumber dan pengembangan nilai luhur tersebut menjadi terpinggirkan.

Pada era perubahan jaman ini Raja Sultan melakukan komitmen untuk tidak kembali kealam feodalisme dan tidak membentuk monarki baru, namun sebagai aristokrat kultural  Raja Sultan bertanggung jawab menjadikan bangsa ini terhormat dan disegani berbasis peradaban budaya yang adiluhung. Pada kenyataannya walaupun Keraton dalam keadaan yang memprihatinkan, Raja, Sultan, Pewaris, Ahli waris Keraton masih tetap konsisten dengan segala kemandiriannya melestarikan adat istiadat di wilayahnya masing-masing.

Jika dasar pola yang membangun dinamika tersebut tersingkirkan, barangkali generasi penerus bangsa ini harus belajar budaya dan adat istiadat yang telah hilang, dari bangsa lain.  Pelurusan Sejarah yang benar telah mengembalikan dinamika Keraton Nusantara, bahwa peran Raja-raja Nusantara di pasca Proklamasi yang intinya Undang-Undang Dasar ’45 dan Pancasila serta Proklamasi itu lahir karena adanya komitmen Raja-raja dengan Bung Karno.

Para Raja telah memberikan sumbangsihnya berupa asset kekayaannya untuk dijadikan modal didirikannya republik ini, tidak ada salahnya jika Pewaris dan Ahli waris Kerajaan mempertanyakan, “akan dibawa kemana Bangsa ini“  untuk itulah Keraton tidak mungkin dapat berjalan sendiri-sendiri, dinamika yang dibangun bersama 118 Keraton bersatu dalam wadah FSKN, seberapa besar kecilnya kerikil yang menghambat, Raja Sultan tetap didalam konsistensinya bersinergi dengan Pemerintah melalui Budaya demi mensejahterakan bangsa.



V.    Mencari jalan keluar antara tradisi murni peninggalan gagasan masa lampau dengan tanda-tanda perubahan jaman dalam membangun peradaban nusantara mempertahankan NKRI.

Pada jaman ‘ goro-goro/jaman edan’  dikatakan jika tidak ikut-ikutan tidak akan kebagian, ‘ Ratu Adil ‘ akan muncul menyelamatkan bangsa yang sedang dilanda goncangan     ( “ itu kata Paranormal “ )

Namun secara rasional, ratu adil merupakan wujud legenda yang sesungguhnya ada didalam hati nurani komunitas keraton Nusantara. Dalam hal keberadaan generasi muda yang sedang dilanda pengaruh globalisasi dan modernisasi merupakan tantangan bahwa seolah-olah yang berbau ‘tradisi ‘itu merupakan suatu hal yang sudah ‘ ketinggalan jaman ‘. Padahal nilai-nilai tradisi yang ditinggalkan, hanya akan memicu masalah besar yang akan dialami oleh bangsa ini. Dengan digelarnya Sarasehan Tabur Kebahagiaan “ Devolusi Anak Negeri “ dikaitkan dengan Pengembangan dinamika Budaya Keraton Nusantara dapat diartikan sebagai ‘ Munculnya momentum untuk mencari jalan keluar dalam membangun peradaban Nusantara dan mempertahankan pakem yang benar membentuk dinamika di semua aspek.’ Sarasehan yang langka ini mutlak dilanjutkan untuk membentuk character building, sehingga dapat dipahami dan disosialisasikan bersama seluruh anak bangsa. Sesungguhnya program  Sarasehan yang dapat menghasilkan nilai tambah ini, menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dapat diatur dalam Peraturan Pemerintah, SKB Menteri, sehingga dikemudian hari setelah semua peserta keluar dari Gedung tempat Sarasehan ini dapat mendengar “ Gema kebesaran warisan Budaya “  yang mampu mengangkat semangat dan dinamika untuk ditindak lanjuti.                      

( jangan sampai terjadi mubazir, menjadikan suasana didalam gedung sarasehan ini bagaikan katak dalam tempurung karena hasil sarasehan kurang disosialisasikan dan ditindak lanjuti.)



Solusi :

Bahwa kesepakatan terdahulu tentang Kebudayaan Nasional adalah Puncak-puncak Kebudayaan daerah, diperubahan jaman ini agar tidak menjadi sekedar ‘ slogan ’  dapat dikembangkan,  namun perlu dibangun dinamika yang nyata, dalam menjadikan Budaya yang bersumber di Keraton se Nusantara bersama masyarakat adat, menjadi tanggung jawab Nasional untuk Dilestarikan membentuk ‘character building’.

Jelasnya : Budaya Nusantara yang hilang merupakan tanda-tanda Kemusnahan Bangsa.



Semoga bermanfaat,

Terima kasih.

Wikipedia

Search results

AddThis

Bookmark and Share

Facebook Comment

Info Archive

Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Arief Natadiningrat :

"Kami berharap, negara ini tidak melupakan sejarah. Dulu sebelum kemerdekaan Bung Karno meminta dukungan keraton untuk bisa membuat NKRI terwujud, karena saat itu tak ada dana untuk mendirikan negara. Saat itu keraton-keraton menyerahkan harta yang mereka punya untuk kemerdekaan negara ini,"

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/05/1725383/Para.Sultan.Dukung.Keistimewaan.Yogya

THE FSKN STATMENT IN SULTANATE OF BANJAR : SESUNGGUHNYA KETIKA RAJA - RAJA MEMBUAT KOMITMENT DGN BUNG KARNO DALAM MENDIRIKAN REPUBLIK INI , SEMUA KERAJAAN YG MENYERAHKAN KEDAULATAN DAN KEKAYAAN HARTA TANAHNYA , DIJANJIKAN MENJADI DAERAH ISTIMEWA. NAMUN PADA KENYATAANNYA ...HANYA
YOGYAKARTA YG DI PROSES SEBAGAI DAERAH ISTIMEWA ... AKANKAH AKAN MELEBAR SEPERTI KETIKA DI JANJIKAN ... HANYA TUHAN YG MAHA TAU. ( Sekjen - FSKN ) By: Kanjeng Pangeran Haryo Kusumodiningrat

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=177026175660364&set=a.105902269439422.11074.100000589496907