Friday, 27 November 2015

Terima Kasih kepada semua pihak atas segala perhatiannya.


Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas segala perhatian baik moril maupun material yang telah diberikan, atas wafatnya Suami, Ayahanda, Bapak Mertua, Kakek kami : Almarhum Ir. H. Moch Memed, Dipl. HE. Keluarga : Kang Ari Tea, Mochamad Wachyudi M, Mety Metyasari, Said F Aji, Afina Artikasari, Nadhira Anggitasari, Aghniya Yasminasari, Arsyad Natadipura





Pada bulan terakhir tahun 1980-an Ir. Moch. Memed, Dipl.HE. mengemukakan gagasan tentang perlunya suatu wadah organisasi profesi ahli teknik hidraulik kepada Ir. Mardjono Notodihardjo dan Ir. Martono Martodiputro (alm) dan disambut positif oleh kedua orang tokoh tersebut. Gagasan ini ditindak lanjuti dengan pertemuan di Direktorat Penyelidikan Masalah Air (DPMA) Bandung. Pertemuan pertama dihadiri oleh beberapa orang tenaga ahli teknik hidraulik yaitu antara lain Moch Memed, Mardjono Notodihardjo, Martono Martodiputro, Dedi Tjahyadi, Sadeli Wiramihardja, Maman Gantina, Suherman(alm), Husni Sabar, dan Soenarno. Pada pertemuan berikutnya peserta pertemuan bertambah dengan Erman Mawardi, Djaya Murni Warga Dalam, Sugandar Sumawiganda, Soelastri Djennoedin, R.F.C. Ratulangi, Mulyana W, Apun Affandi, Joesron Loebis, dan Sukandar. 


Informasi : Moch Memed



  1. http://indonesian-treasury.blogspot.com/2011/06/membangun-dengan-kearifan-lingkungan.html
  2. http://www.hathi-pusat.org/page/sejarah-hathi 
  3. http://moch-memed.blogspot.com

Monday, 13 July 2015

Raja Jawa Mengantar Revolusi


George Donald Larson, dalam: Prelude to Revolution:Palaces and Politics in Surakarta, 1912-1942 – disertasi doktor untuk ilmu sejarah di Northern Illinois University, Dekalb, Amerika Serikat, 1979 – mengungkap peranan raja-raja Jawa. Ternyata Pakubuwono X dan para bangsawan politisi Keraton Surakarta bukan hanya mendukung, tapi terjun langsung dalam kancah pergerakan nasional. Berikut ini nukilan dari disertasi tersebut.



BELANDA mulai menggigit Mataram dari dalam ketika kerajaan itu sedang keropos, di akhir pemerintahan Amangkurat (1645-1677). Berkat campur tangan Kompeni (VOC), dinasti itu bernapas lagi. Tapi, sebagai imbalannya, VOC berhasil memaksakan dua perjanjian penting, mengenai konsesi ekonomi dan teritorial. Selanjutnya sejarah Mataram diwarnai cakar-cakaran dalam istana, pemberontakan bangsawan dan pejabat tinggi, serta permainan Belanda dalam konsensi ekonomi dan luas teritorial. Pada tahun 1746 Pangeran Mangkubumi, saudara Susuhunan Pakubuwono II (1726-1749), membelot dan mengibarkan perang sampai tahun 1755, hingga tercapainya perjanjian Giyanti. Hasilnya, separuh daerah Mataram dan gelar Sultan Hamengku Buwono buat Mangkubumi. Pemberontakan lain pun pecah. Kali ini Raden Mas Said, keponakan Mangkubumi yang membantu Mangkubumi pada tahun-tahun awal pemberontakannya, seorang yang berwibawa dan jago perang. Hasilnya, perjanjian di Salatiga tahun 1757: R.M. Said berhak memakai gelar Pangeran Adipati Mangkunegoro, dan memperoleh 4.000 cacah dari wilayah Susuhunan Surakarta.

Terkeping-kepingnya Mataram oleh kalangan elite Jawa sempat dianggap kejadian sementara. Tapi setelah tahun 1755 muncul rasa khawatir, jangan-jangan kesatuan Mataram tidak kunjung pulih. Toh cita-cita kesatuan Mataram itu masih lekat, berkat “ramalan” Raja Jayabaya–penguasa daerah Jawa Timur dari abad ke-12. Ramalan itu menyebutkan, setelah didera penjajahan yang lama, akan tiba zaman kemerdekaan yang makmur sejahtera. Pakubuwono IV (1788-1820) terpanggil. Rencananya untuk menegakkan Surakarta dan Jawa Tengah nyaris menimbulkan perang lagi di tahun 1789 hingga 1790. Suhu panas itu baru dapat dikubur setelah Surakarta dikepung oleh pasukan Belanda. Di ekor abad ke-18 kerajaan-kerajaan Jawa semakin kehilangan pamor dan wilayahnya.

Tahun 1799 Kompeni ambruk akibat korupsi. Harta kekayaannya diambil alih oleh negeri Belanda waktu itu merupakan protektorat Prancis. Tangan kanan Napoleon, H.W. Daendels (1808-1811), dikirim ke Jawa dengan kekuasaan mutlak guna memperbaiki pemerintahan dan memperkuat pertahanan di wilayah Hindia. Ia menggebrak para penguasa pribumi. Kekuasaan mereka dikurangi. Para residen kulit putih diberi atribut kerajaan seperti payung emas dan tidak usah angkat topi untuk menghormati penguasa-penguasa pribumi. Wilayah dan penghasilan Keraton Surakarta dan Yogyakarta dipangkas. Walaupun pemerintahan Daendels pendek umurnya karena ditendang oleh Inggris, toh tangan besi Daendels ditiru oleh T.S. Raffles (1811-1816). Baru setahun berkuasa, ia sudah mencium bahwa Sultan dan Susuhunan diam-diam mengepalkan tangan. Sultan segera dicopot lalu dibuang, keratonnya dijarah. Perjanjian dengan kedua kerajaan itu diperbarui. Akibatnya, daerah dan pendapatan kerajaan menciut, administrasi pemerintahan dikontrol. Hak memiliki pasukan pun dicabut, tinggal segelintir kecil pengawal. Pemaksaan perjanjian yang mencekik itu menyalakan amarah.

Di bulan November 1815, hidung Raffles mengendus bau busuk dari Keraton Surakarta. Pemberontakan untuk memulihkan kejayaan Mataram itu dikenal dalam sejarah sebagai Perang Sepei atau Sepoy.Inggris, yang saat itu hendak meninggalkan Jawa, sengaja tidak mendakwa Susuhunan. Sebagai gantinya, salah seorang saudara Susuhunan diasingkan ke Ambon. Ketika kembali ke Jawa, Belanda bertindak lebih hati-hati. Setelah pemberontakan Pangeran Diponegoro – Perang Jawa (1825-1830), Yogyakarta yang dianggap biangnya, dikenai denda wilayah. Agar seimbang, kue Surakarta pun digigit. Banyumas dan Kedu di sebelah barat, Kediri serta Madiun di sebelah timur, lepas dari Yogyakarta dan Surakarta. Pakubuwono VI amat kecewa atas perampasan itu, lalu diam-diam pergi ke pantai Segara Kidul. Tapi ia tertangkap, ditawan atas tuduhan hendak menyulut pemberontakan, lalu dibuang ke Ambon. Setelah semua itu, sepanjang abad ke-19 Surakarta dan Yogyakarta pucat pasi.

Pada awal abad ke-20, Karesidenan Surakarta yang agraris sangat terbelakang dari kaca mata teknologi. Penduduk membengkak. Pada tahun 1905 tercatat 1.593.056 jiwa, tahun 1920 bertambah menjadi 2.049.547 jiwa, dan tahun 1930 meningkat menjadi 2.564.848 jiwa. Surakarta suram. Kekuasaan Susuhunan peot, taring pengadilan pun dirampas pemerintah Hindia Belanda. Pejabat-pejabat Belanda berkembang biak. Keadaan semacam ini membuat Susuhunan masygul dan kecewa.



Pakubuwono X

Dalam tulisan-tulisan ilmiah, peranan kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dalam gerakan nasional Indonesia kurang terungkap. Padahal, Yogyakarta melahirkan Budi Utomo (1908) sebagai partai politik yang benar-benar pertama di Indonesia. Awal 1912 di Surakarta muncul Sarekat Islam (SI) sebagai partai politik massa yang juga pertama di Indonesia. Walaupun SI dilahirkan di sebuah kerajaan Jawa, kemungkinan keterlibatan keraton dalam gerakan nasional seperti diabaikan. Bahkan beberapa sarjana menyebutkan, salah satu faktor utama perkembangan SI adalah adanya kejengkelan rakyat terhadap para bangsawan dan hukum keraton yang sudah kuno.


Arsip di Negeri Belanda menjelaskan bahwa sebenarnya pihak keraton terlibat dalam gerakan itu. Munculnya organisasi kebangsaan yang penting di kerajaan Jawa tak mengherankan. Dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Jawa, perkembangan teknologi di kerajaan itu tampak terbelakang, tapi perkembangan kebudayaannya amat pesat. J.Th. Petrus Blumberger, penulis tentang gerakan nasionalis Indonesia yang paling perseptif, mengatakan bahwa kerajaan-kerajaan itu merupakan tempat “jantung Jawa berdenyut”. Penulis lain menyebutkan bahwa, terutama sekali di daerah kerajaan, rakyat menunggu-nunggu datangnya Heru Cokro, sang juru selamat, sebagaimana telah diramalkan oleh Raja Jayabaya. Kalangan elite Jawa tahu ini. Kawula kerajaan, rakyat Jawa di daerah gubernemen (daerah Hindia Belanda), para pangeran, terutama Susuhunan, tetap dianggap sebagai poros. Setidak-tidaknya lambang semua kekuasaan di Jawa.

Kendati terpecah-pecah, daerah kerajaan masih dipandang sebagai sisa kejayaan dan kesatuan Mataram. D.A. Rinkes, asisten penasihat urusan pribumi pemerintah Hindia Belanda, menyebut cita-cita munculnya Mataram kembali tidak pernah sirna. Itulah yang memacu gerakan Sarekat Islam (1912 dan 1913), dan selanjutnya mempengaruhi pemikiran para politisi keraton sampai akhir zaman penjajahan, bahkan juga sesudah masa itu. Karena hak-hak dan statusnya dipereteli terus, para bangsawan politisi menerima gerakan nasionalis dengan simpati. Bila ada sikap amat hati-hati, itu agar mereka tidak ditangkap dan tak perlu berkubur di tempat pengasingan. Yang jelas, keraton-keraton Jawa berperan pada awal munculnya gerakan nasional di Indonesia, khusunya Keraton Surakarta dan Pakualaman.

Susuhunan Pakubuwono X di Surakarta merupakan tokoh sentral yang membingungkan. Bahkan mungkin kurang diperhitungkan oleh ke-13 orang residen dan gubernur Belanda yang ditempatkan di Surakarta sejak tahun 1893 hingga 1939. Kebanyakan orang Belanda menganggap Susuhunan lemah, tidak cakap serta patuh. Memang Pakubuwono tidak memperlihatkan sikap keras, apalagi hidupnya mewah, doyan makan enak, senang mengenakan pakalan kebesaran dengan lencana dan bintang-bintang kehormatan. Belanda juga menganggapnya percaya pada takhayul sebagaimana kawulanya percaya bahwa ia punya kekuatan gaib guna menyembuhkan orang sakit, memiliki keris dan senjata yang serba sakti. Nyatanya, dalam perkembangan selanjutnya, gambaran Susuhunan berbeda. Belanda sempat terkecoh oleh kesehatan Susuhunan.

Raja yang lahir tahun 1867 itu, dalam usia 32 tahun, menderita batu ginjal dan tidak dapat membatasi kemauannya. Belanda sudah memperhitungkan usianya dan menyiapkan pengganti yang sesuai dengan politik Hindia Belanda. Tapi ternyata ia baru wafat setelah 72 tahun. Sejalan dengan usianya, sikap dan wataknya semakin tegas. Patihnya yang amat berkuasa diganti atas perintahnya, sehingga kekuasaannya meningkat. Belanda menganggap ia kurang cakap dalam keuangan dan administrasi. Perhatiannya direbut upacara-upacara kebesaran dan politik.

Selama masa takhtanya yang panjang itu, dalam menghadapi 10 orang gubernur jenderal dan 13 residen/gubernur secara silih berganti, ia mampu menjauhkan pertentangan yang serius, bahkan tampil sebagai “teman” pemerintah Hindia Belanda. Tetapi kewibawaannya sebagai raja Jawa di mata rakyat tetap kukuh. Jelas, ini kelihaian membawa diri. “Loyatitasnya” kepada Hindia Belanda memang meragukan Kontrak politik yang ditandatanganinya ketika naik takhta sebagai Susuhunan di tahun 1893 mencantumkan syarat, ia di copot jika ingkar pada persetujuan itu. Dalam pada itu, ia pun sadar sebagai cucu Pakubuwono VI yang di tahun 1831 dibuang Belanda ke Ambon. “Ia memang setia pada pemerintah Belanda. Tapi bahkan dalan tidurnya pun hidup naluri leluhurnya, naluri nenek-moyangnya naluri raja dan prajurit Timur,” kata seorang gubernur. Petunjuk bahwa Susuhunan mempunyai kecenderungan politik dilaporkan oleh Residen Sollewijn Gelpke (1914-1918) padi atasannya. Secara teratur ia memerlukan terjemahan berita-berita penting dari De Locomotief – surat kabar berbahasa Belanda yang terbit di Semarang. Khususnya berita mengenai Perang Dunia I Gelpke memperoleh kesan, Susuhunan bersimpati pada Jerman sebagaimana banyak orang Indonesia, termasuk orang-orang SI.

Sementara itu, Residen L.Th. Schneider (1905-1908) berpendapat bahwa potensi subversif Susuhunan kurang diperhitungkan Schneider merupakan salah seorang yang pertama-tama memperhitungkan pengaruh perjalanan Pakubuwono X ke luar daerah Walaupun perjalanan itu secara teoretis incognito, kunjungannya ke Semarang, Surabaya, Ambarawa, dan Salatiga (antara tahu 1903 dan 1906) benar-benar dapat disebut resmi. Kunjungan itu dapat dianggap sebagai pencerminan politik Pakubuwono X, yang hendak memperluas pengaruhnya sebagai raja Jawa. Ia juga melawat ke Bali dan Lombok, serta Lampung. Peranan Susuhunan sebagai imam bagi masyarakat muslim di Surakarta, dengan gelar Panatagama – sehingga dapat dimengerti hubungannya dengan SI – diperhitungkan Belanda.

Penolakannya terhadap aktivitas misi-misi Kristen disebut-sebut sebagai fakto pesatnya perkembangan SI. Jika peranan Pakubuwono X itu dihubungkan dengan fajar nasionalisme di Asia dan semangat Pan Islamisme, Susuhunan tak boleh diremehkan. Di Surakarta, misi Kristen sulit memperoleh tanah, sekalipun untuk mendirikan rumah sakit. Akhirnya, Belanda meminta kepada Mangkunegoro, dan mendirikan rumah sakit di Jebres Golongan Islam di Laweyan, pusat orang-orang SI, sangat menentang kegiatan misi. Ketika golongan misi menerbitkan berkala dalam bahasa Jawa, Mardi Rahardjo, golongan Islam menerbitkan tandingannya, Medan Muslimin. Suasana agak memanas ketika pada tahun 1912 Pangeran Kusumodiningrat. kakak Pakubuwono X, menghadiri rapat komite anti kegiatan misi Kristen. Residen campur tangan, dan akhirnya sang pangeran menolak permintaan menjadi anggota komite. Memang tidak ada bukti keraton terlibat dalam pembentukan SI. Hubungan itu baru ada setelah terbentuknya sebuah perkumpulan saudagar batik setempat oleh R.M. Tirtoadisuryo, redaktw Medan Priyayi. Tirto telah mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia (Jakarta) tahun 1909, dan selanjutnya membentuk Sarekat Dagang Islam di Bogor tahun 1911. Di tahun 1912 ia mendirikan Sarekat Dagang Islam di Surakarta sebagai cabang perkumpulannya di Bogor. Tak lama kemudian ia mundur dari panggung, dan Haji Samanhudi, saudagar batik terkemuka di Laweyan, tampil sebagai pemimpin yang sesungguhnya.

Beberapa sarjana pengamat mengatakan, perkumpulan pribumi itu berdiri karena timbulnya persaingan dengan para pedagang Cina yang mendirikan industri batik. J.S. Furnivall, misalnya, menulis bahwa penggantian bahan kain batik buatan lokal (tenun) dengan kain impor (cambtics) sehingga para produsen batik pribumi harus membeli kain impor dari pedagang-pedagang Cina sangat menguntungkan pedagang Cina. Menurut Robert van Niel, H. Samanhudi-lah yang menundang R.M. Tirtoadisuryo, agar datang ke Surakarta untuk mendirikan perkumpulan dagang Indonesia di antara para saudagar batik setempat. Dan menurut Blumberger (asisten residen di Surakarta antara tahun 1913 dan 1916) penyebab pertama didirikannya Sarekat Islam ialah munculnya perasaan nasionalisme Jawa. Nasionalisme Jawa inilah yang meletupkan reaksi terhadap dominasi dan meningkatnya campur tangan asing dalam peri kehidupan orang Jawa. Maka, wajarlah bila SI Solo berharap bahwa Susuhunan dan pejabat-pejabat tinggi keraton membantu menentang pejabat-pejabat yang terpengaruh oleh pemerintah Hindia Belanda. Skors pelarangan kegiatan organisasi SI Solo salah satu sebab utamanya keributan Krapyak. Penduduk merasa dirugikan oleh peraturan baru di bidang agraria 70 orang anggota SI marah terhadap asisten residen Belanda dan pejabat kepatihan R.T. Joyonagoro, putra patih, yang ketika itu menjabat sebagai bupati nayoko dan bendaharawan keraton. Koran Bintang Surabaya mewartakan, penduduk Krapyak–anggota-anggota SI – menolak peraturan gubernemen. Karena sikap dan tindakan anti Cina dipandang dapat mengganggu keamanan, pada tanggal 10 Agustus 1912 Residen Van Wijk melarang SI mengadakan rapat dan menerima anggota baru. Rumah-rumah pimpinan SI digeledah. Tapi Van Wijk mencabut larangan itu di bulan September, dengan syarat tidak boleh menerima anggota baru dari luar Surakarta.

Sejarah kemudian mencatat peristiwa lain. Beberapa hari sebelum larangan itu dicabut, gerakan para saudagar Islam memperoleh dorongan baru dari Umar Said Cokroaminoto, pedagang dari Surabaya yang membentuk Sarekat Islam di Surabaya dengan memakai model SI Solo. Jelas, SI telah menusuk rusuk Jawa. Dalam kongres pertamanya di Surabaya tanggal 26 Januari 1913, hadir wakil-wakil dari sepuluh cabang, didukung oleh 8.000–10.000 pengunjung. Jumlah anggota SI waktu itu kira-kira 80.000 orang, 64.000 orang di antaranya di Surakarta. Dalam kongres itu ditetapkan kedudukan komite sentral tetap di Solo, dengan tiga departemen yang bertugas melebarkan sayap organisasi ke pelosok-pelosok Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Pada 23 Maret 1913 berlangsung kongres kedua di Surakarta. Setelah kongres itu, SI benarbenar mencuat. Tahun 1916 jumlah cabangnya di dan luar Jawa mencapai 180 buah, yang mengayomi 700.000 anggota.

“Main mata” SI dengan keraton Pakubuwono X boleh dikata berawal di bulan September 1912. Dari sebelas orang pimpinan SI Solo, empat orang di antaranya pejabat tinggi keraton. Kongresnya yang kedua diselenggarakan di Sriwedari, sebuah taman dan tempat pertemuan milik Pakubuwono X. Beberapa hari sebelum kongres dibuka, patih Sosrodiningrat memberi tahu Van Wijk bahwa SI setempat meminta kepada putranya, R.M. Wuryaningrat, agar menjadi anggota kehormatan. Selanjutnya, atas perintah ayahnya, Wuryaningrat menolak permintaan itu dengan pura-pura membuat alasan karena anggaran dasar SI belum mendapat persetujuan dari pemerintah Hindia Belanda. Van Wijk lagi-lagi terkejut ketika pada malam menjelang pembukaan kongres mendengar Pangeran Hangabehi terpilih sebagai pelindung SI. Ketika ditanya oleh residen Belanda, Hangabehi mengatakan bahwa keanggotaannya di SI baru dua hari, ia juga telah diundang hadir pada rapat pendahuluan kongres. Ketika tiba-tiba diminta jadi pelindung, permintaan itu langsung diterimanya, tanpa meminta nasihat dulu dari Susuhunan atau patih. Kehadiran Pangeran Hangabehi memang mendapat sambutan hangat dari kongres. Secara resmi pangeran itu terpilih sebagai pelindung. H. Samanhudi terpilih sebagai ketua, dan Cokroaminoto sebagai wakil ketua. R.M.A. Puspodiningrat – putra R.T. Wiryodiningrat, penasihat Susuhunan yang paling terpercaya jadi ketua cabang Jawa Tengah. Puspodiningrat waktu itu berpangkat bupati nayoko di keraton, ia dikenal sebagai pemeluk agama Islam yang taat, yang antipati pada orang Eropa. Ia pun jengkel pada Van Wijk, yang selalu mencampuri urusan keraton. Apalagi residen Belanda itu sudah melaporkan kepada atasannya, betapa banyak orang keraton yang menjadi anggota SI.

Ada juga yang menganggap kedudukan P. Hangabehi sebagai pelindung SI itu hanya tituler–bupati Madiun, misalnya. Karena itu, dalam kongres ST tanggal 23 Maret 1913, dua orang utusan SI Madiun ditanya sendiri oleh P. Hangabehi dengan tiga pertanyaan tajam. Mengapa ketua SI Madiun tidak hadir? Mengapa SI Madiun berani mengangkat bupati Madiun sebagai ketua kehormatan tanpa meminta pertimbangan lebih dahulu dari pimpinan pusat SI di Solo? Apakah bupati itu dapat dipercaya dan dapat memberikan bantuan kepada SI? Konon, bupati Madiun – serta kebanyakan bupati lain – sangat hati-hati dan waspada terhadap pengaruh Solo dan keratonnya. Mereka merasa, bila pengaruh Surakarta meningkat terus di mata rakyat Jawa, kedudukan para bupati pemerintah Hindia Belanda akan melemah. Kenyataannya, P. Hangabehi memang tidak boleh lama-lama duduk sebagai pelindung SI. Dalam surat tanggal 24 Mei 1913 Van Wijk melaporkan ke Batavia bahwa pangeran itu telah melepaskan kedudukannya atas perintah ayahandanya, Pakubuwono X. Dan atas anjuran Van Wijk pula, tak lama kemudian pangeran itu dikirimkan ke Eropa, untuk meredam pengaruhnya di kalangan tinggi keraton. Tapi di Negeri Belanda ada yang memperkenalkannya sebagai pelindung SI. Belanda pusing lagi, karena pangeran itu merupakan salah satu calon terkuat untuk menggantikan ayahnya.

Pengundurannya dari SI ternyata tidak mengurangi pamor Hangabehi di SI Solo. Reserse yang memata-matai kegiatan SI melaporkan pada tanggal 18 Agustus 1913, P. langebehi dianggap oleh orang-orang SI sebagai calon ratu adil, juru penyelamat tanah Jawa. Anggota-anggota SI setempat mengatakan kepada temantemannya bahwa pada saatnya nanti akan ada raja adil yang memerintah tanah Jawa. P. Hangabehi-lah orangnya. Ternyata, hanyak anggota SI yang ingin menjadi anggota pasukan Pangeran Hangabehi, sehingga ketua SI Solo menulis surat kepada pangeran itu supaya pulang ke Solo, karena kelak akan menjadi raja tanah. Pengaruh P. Hangabehi juga amat besar di Yogyakarta. Dalam laporan rahasia reserse pada bulan Februari 1914, anggota SI Yogya masih tetap menganggapnya sebagai ketua SI. Mereka mendukung pencalonannya sebagai pewaris takhta Surakarta. Mereka siap membantunya jika sampai terjadi perkara yang serius. Konon, SI Yogya sudah terbentuk dalam bulan Maret 1913 atas prakarsa Pangeran Notodirjo, putra Pakualam V. Sebulan setelah pembentukannya, SI Yogya mempunyai 657 anggota, termasuk kira-kira 100 orang pejabat keraton Sultan dan 50 pejabat Pakualaman.

SI cepat berkembang ke seluruh pelosok Jawa, bahkan sampai Madura sisten residen Belanda di Banyuwangi melaporkan ke Batavia bahwa penduduk setempat merasa resah di bawah pemerintahan Hindia Belanda, dan mengalihkan pandangan ke SI Solo. Saya kira, bukannya tidak mungkin bahwa gerakan itu berasal dari kelompok atau orang-orang dari kalangan istana Solo, tulisnya. Residen Madura meminta perhatian yang serius terhadap desas-desus yang tersebar di karesidenannya, bahwa Susuhunan pun adalah anggota SI. Dan residen Surabaya melaporkan hanyak orang di Surabaya menyatakan SI dibentuk atas pemltah Susuhunan dan Mangkunegoro. Seorang anggota SI yang diinterogasi mengatakan, tujuan SI ialah membentuk pemerintahan baru yang akan melancarkan peperangan guna mengusir orang-orang Belanda dan Cina dari Jawa. Sedang seorang bekas anggota SI di Surabaya mengaku, SI bertujuan mengambil alih tanah Jawa dari Belanda melalui revolusi, dan menyerahkan kembali Jawa kerja dan Susuhunan. Asisten residen Nganjuk memperkuat bahwa anggota-anggota baru SI, setelah mengucapkan sumpah, lantas diingatkan, “Jangan lupa, di tanah Jawa hanya ada seorang raja yang sah.”

Desas-desus yang beredar selagi kongres SI berlangsung di Solo tanggal 23 Maret 1913 dilaporkan oleh bupati Bojonegoro sebagai berikut: “Di Solo SI pertama-tama didirikan sehubungan dengan kenyataan bahwa Suuhunan X tidak mempunyai putra lelaki dari permaisuri, pun belum punya putra yang diberinya gelar Pangeran Adipati sebagai pewaris takhta, padahal Baginda semakin berusia juga. Orang-orang mengatakan, Baginda berniat mengawini seorang putri Sulfan Yogya. Tapi, jika ini terlaksana dan permaisuri baru itu melahirkan putra mahkota, tentunya sang putra itu masih terlalu muda untuk menggantikan ayahandanya. Orang-orang mengutip kata Joyoboyo, bahwa sepeninggal Susuhunan X, takhta kerajaan akan diduduki oleh raja yang dipilih oleh rakyat, yaitu Susuhunan XI.” Lebih lanjut dikatakan bahwa pendiri SI yang sebenarnya ialah Pangeran Hangabehi, putra Susuhunan sekarang. Ia sengaja mendirikannya dengan harapan, kelak, melalui kerja sama dengan perkumpulan itu, ia terpilih menjadi Susuhunan. Salah seorang asisten residen di Batavia melaporkan bahwa anggota-anggota SI di Bekasi dianjurkan agar tidak menghormati pemerintah Hindia Belanda lagi, dan, jika sampai terjadi sesuatu, akan ada seseorang yapg menolong. Siapa orangnya tidak disebutkan. Tapi, setelah diketahui bahwa orang-orang Bekasi yakin iuran masing-masing sebesar 50 sen akan dikirimkan kepada Susuhunan di Solo, dapat ditebak siapa yang dimaksudkan. Memasuki tahun 1915 SI mengalami kemunduran. Terjadi pergantian pimpinan, dan pusatnya pun pindah dari Solo. Hubungan antara keraton dan SI menipis.


Budi Utomo

Lalu di Surakarta bertiup angin politik yang penting. Pada tahun 1914 terjadi perpindahan pimpinan Budi Utomo dari Yogya ke Solo. Mula-mula ketertiban Keraton Surakarta dalam kegiatan Budi Utomo masih samar-samar dan dlakukan dengan hati-hati sekali. Pada akhir tahun 1921, setelah Pakubuwono X melakukan kunjungan lagi ke daerah-daerah lain, dua orang putra raja itu masuk dalam pimpinan Budi Utomo. Belanda pun resah, lalu berusaha membatasi kegiatan politik keraton. Dalam catatan sejarah, Budi Utomo didirikan oleh sekelompok mahasiswa kedokteran di Batavia Dada Mei 1908. dan merupakan organisasi nasionalis yang pertama kali dibentuk di Hindia Belanda. Dalam sejarah Indonesia, lahirnya Budi Utomo merupakan awal kebangkitan nasional. Kongres pertamanya, yang dipimpin oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo, berlangsung pada bulan Oktober 1908. Kongres itu dilangsungkan di Yogyakarta, antara lain karena simpati Pangeran Notodirjo dan keraton Pakualaman. Kira-kira 300 orang hadir baik dari Jawa Tengah, Jawa Timur, maupun Jawa Barat. Karena Dr. Wahidin sakit, pada hari kedua Panji Brotoatmodjo – pegawai tingkat menengah (kliwon) dari keraton Pakualaman – memimpin kongres.

Pembentukan Budi Utomo cabang Solo mungkin terjadi pada akhir tahun 1908, dan selanjutnya cabang ini berkembang pesat. Pada tahun 1912 ia mampu mengambil alih koran Darmo Kondo. Koran itu terbit sejak tahun 1904 di bawah manajemen orang-orang Cina. Seorang bangsawan, R.M.A. Suryosuparto, yang kemudian menjadi Mangkunegoro VII, memainkan peranan penting pada tahun-tahun awal Budi Utomo Solo. Tahun 1916, Pangeran Hadiwijoyo, salah seorang putra terkemuka Pakubuwono X, menjadi ketua cabang. Dan bulan Juni 1919, dua orang pangeran yang disebut-sebut sebagai calon pengganti Susuhunan Pangeran Hangabehi dan Pangeran Kusumoyudo – ikut ambil bagian dalam armada itu. P. Hangabehi putra tertua Pakubuwono X, sedangkan P. Kusumoyudo putra tertua kedua, yang konon merupakan putra kesayangan ayahanda.

Mula-mula Budi Utomo hanya bergerak dalam bidang sosial dan kebudayaan. Tapi sejak September 1914, setelah organisasi ini dipimpin oleh dr. Radjiman Wedjodiningrat, seorang dokter keraton Susuhunan, bidang politik dikebut. Dalam rapat pimpinan di Bandung tanggal 5 dan 6 Agustus 1915, tampillah mosi M. Sutedjo, utusan dari Surakarta, yang menyerukan dibentuknya parlemen sebagai pengganti milisi.

Dalam kongres Budi Utomo di Surabaya, 8 dan 9 Juli 1919, R.M.A. Wuryaningrat terpilih sebagai ketua. Pejabat tinggi dan bangsawan Keraton Surakarta yang sangat anti Belanda ini kelak menjadi seorang pemimpin gerakan nasional yang terkemuka. Wuryaningrat adalah putra patih Surakarta R.A.A. Sosrodiningrat, yang menjabat patih sejak tahun 1889, semasa Pakubuwono IX bertakhta. Pakubuwono IX memberi Sosrodiningrat cukup batasan kekuasaan, sedangkan Pakubuwono X beberapa tahun bersikap longgar. Tapi karena cukup tua, dan menurut pandangan Belanda amat konservatif, Gubernur Jenderal Idenburg dalam tahun 1915 memensiunkannya. Sekaligus menggantinya dengan putra sulung patih dari selir R.A. Joyonagoro. Sosrodiningrat menyangka rajalah yang mencopotnya.

Joyonagoro cakap sebagai administrator. Ia kawin dengan putri raja, kakak Kusumoyudo. Tapi pengangkatan Joyonagoro kurang menyenangkan sementara kalangan keraton, yang menginginkan Wuryaningrat. Alasannya, Wuryaningrat adalah putra tertua dari istri pertama, bukan anak selir. Dan istri pertama itu adalah kakak Susuhunan. Pakubuwono X sudah mengajukan permintaan resmi kepada pemerintah – Hindia Belanda agar Wuryaningrat yang diangkat. Pangkatnya pun waktu itu sudah bupati nayoko. Apalagi patih lama sudah memberinya kedudukan sebagai “sekjen” di kepatihan. Sebenarnya, ia tokoh pejabat tinggi yang penting. Tapi Belanda memang mencari calon yang lebih pasif dan tenang sikapnya. Wuryaningrat dengan kekuasaan yang besar, bersama-sama dengan tokoh-tokoh keraton yang anti Belanda dapat menggelisahkan Batavia. Ia pun dipindahkan dari kepatihan, sehingga kedudukannya hanya di keraton. Akibatnya, Wuryaningrat semakin benci kepada Belanda, sehingga gubernur Belanda menyebutnya “setan jahat” keraton.

Setelah kedudukan pimpinan pusat pindah dari Yogya ke Solo di tahun 1914, Budi Utomo lebih mantap geraknya. Cabang Surakarta maju, didukung 315 anggota. Cabang Weltevreden 601 orang. Gltatan anggota tahun 1918 sebagai berikut: Surabaya 139, Batavia 94, Yogya 70. Klaten, Boyolali, Sragen, dan Wonogiri juga mencatat jumlah cukup. Pada tahun 1909 ada 40 buah cabang, pada tahun 1918 menjadi 51. Kenyataan ini mengesankan bahwa meskipun sebagai organisasi tidak besar, ia berpengaruh. Wuryaningrat berusaha memperluas cabang. Hasilnya, pada tahun 1920 naik jadi 63 cabang, setahun kemudian meningkat jadi 90. Motif utama keraton melibatkan diri dalam gerakan politik tentu saja karena makin tajamnya cakar Belanda mengganggu urusan dalam kerajaan. Tujuan utamanya otonomi politik. Itu juga dilakukannya pada berbagai kerajaan di daerah lain. Dalam pemilihan anggota Volksraad, Januari 1918, empat di antara 10 orang pribumi yang terpilih adalah anggota Budi Utomo. Termasuk Dr. Radjiman dan R. Sastrowidjono. Untuk mengimbangi anggota yang konservatif, pada bulan Maret 1918 diangkat lagi lima orang pribumi yang progresif: Cipto Mangunkusumo dari Insulinde, Cokroaminoto dari SI, Dwidjosewojo dari Budi Utomo, Prangwedono (Mangkunegoro VII), dan T.T. Mohamad Thayeb dari Aceh. Budi Utomo merupakan partai terbesar kedua dalam Volksraad, setelah NIVB (Nederlandsch Indische Vrijzinnige Bond).

Batavia terus mengendalikan keraton-keraton di Jawa Tengah. Pada pertengahan tahun 1920 Sultan Hamengkubuwono VII (1877-1921) menyatakan ingin turun dari takhta – terlaksana pada tahun berikutnya. Alasan resminya: sudah uzur (lahir tahun 1839). Tapi sebuah artikel dalam koran Sumatra Post yang ditulis oleh salah seorang yang sangat paham persoalan keraton membeberkan, Sultan mundur karena tidak dapat mengikuti reformasi sosial nihak Yubernemen. Di Surakarta, seorang bangsawan yang anti Belanda, P. Hadiwijoyo, terpilih menjadi ketua cabang Budi Utomo. Di bawah kepemimpinannya muncullah mosi dalam tahun 1920 yang menuntut otonomi bagi kerajaan Surakarta.

Pada bulan Desember 1921 Susuhunan melakukan perjalanan ke daerah Priangan, diiringi oleh 52 bangsawan dan abdi. Setelah singgah di Semarang, Pekalongan, dan Cirebon, ia tinggal agak lama di Garut dan Tasikmalaya. Di Garut ratusan orang berkumpul, sehingga polisi repot. Orang-orang itu ingin membeli air bekas mandi Pangkubuwono X termasuk sisa makanannya, karena dianggap mendatangkan berkah. Pada bulan Februari 1922 Pakubuwono X mengadakan perjalanan lagi ke Madiun, disertai oleh 58 bangsawan dan abdi. Perjalanan itu resminya disebut incognito, tapi benar-benar membuatnya populer. Ia mengobral banyak hadiah tanda mata dengan lambang PB X. Bupati-bupati menerima keris dengan hiasan permata, wedana dan asisten wedana memperoleh arloji anan itu “memberikan kesan mendalam pada rakya akan prestise, kekayaan, dan kesaktian raja Jawa, sebuah aspiras dengan tendensi nasionalistis yang kuat,” tulis Residen Harloff.

Dalam musyawarah nasional Budi Utomo di Surakarta tangga 24-26 Desember 1921, sasarannya politik. Wuryaningrat berpida to mengulas berbagai kejadian setelah Perang Dunia I. Pergola kan yang terjadi di berbagai bagian dunia serta gerakan-gerakan kemerdekaan di Arab, Irlandia, dan India. Budi Utomo, katanya sekarang mengemban tiga program: meningkatkan pendidikan membangkitkan rasa cinta tanah air, dan memajukan perekonomian rakyat. Dalam mosi yang diumumkan, diserukan aga dalam badan-badan perwakilan kaum pribumi memperoleh keanggotaan paling sedikit lima puluh persen. Keterlibatan keraton dalam Budi Utomo berlangsung terus Wuryaningrat, yang mundur dari jabatan ketua, digantikan olel P. Hadiwijoyo, juga putra Pakubuwono X. Dalam babak kepeng urusan selanjutnya Dr. Radjiman Wedjodiningrat, dokter Keraton Surakarta, tampil lagi sebagai ketua.


***

Antara pertengahan 1918 dan pertengahan tahu ada topan inflasi, sementa tidak berubah. Pada bulan Agustus 1919 harga makanan dan pakaian naik 50 persen. Harga gula di pasar dunia merosot, sehingga petani tebu keok. Ketidakpuasan muncul di daerah. Kebun tebu dibakar tentara dikerahkan untuk mengatasi kekacauan Kediri dan di Jawa Barat, serangkaian insiden akibat pengumpulan beras secara paksa. Pada bulan Juli 1919, dalam insiden yang paling parah – Peristiwa Garut – seorang anggota SI, Hasan, dan beberapa orang anggota keluarganya tewas ditembak. Cipto Mangunkusumo berpidato di depan sidang Volksrat tanggal 20 Februari 1919: menyalahkan gubernemen dan industri gula. Kata dia, menjelang tahun 1915 sebenarnya dapat dibayangkan akan terjadi kekurangan pangan, dan gambaran buruk itu makin parah di tahun 1917.

Pada bulan Agustus dalam masa perang di Eropa, Inggris memerlukan bantuan banyak kapal Belanda. Selanjutnya Inggris melarang ekspor ke India ke Hindia Belanda, bahkan ekspor beras ke Singapura pun dicegah. Akibatnya, harga beras naik lima kali lipat. Namun gubernemen tetap tidak mau mendesak pemilik-pemilik gula mengurangi luas kebun-kebun tebu agar dapat ditanam dengan padi. Kata Cipto, gubernemen tidak berbicara demi rakyatnya, tapi demi kapitalis-kapitalis pabrik gula. Penderitaan rakyat Surakarta semakin menggalakkan pemuka-pemuka. Dalam rapat istimewa Budi Utomo di Yogya ta dan 5 November 1922, dr. Radjiman memperingatkan gubermen dengan berkobar-kobar, “Ingat, sekaranglah saatnya meluluskan tuntutan kami. Sekarang memang kamu memimpin kami, tapi tunggu, tidak lama lagi saatnya akan bila kesabaran rakyat sudah habis!” Selanjutnya Budi Utomo juga mengadakan pertemuan-pertemuan. Dalam manifesto, yang diumumkan pada pertemuan November 1922, diajukan protes atas larangan yang dikenakan gubernemen terhadap pemimpin-pemimpin politik, peng polisi, dan “penyedotan” oleh kaum kapitalis dari bumi Hindia. Pada tahun 1923 dr. Radjiman digantikan oleh Wuryaningrat sebagai ketua pimpinan pusat Budi Utomo. Ia meneruskan moderat, tapi tetap mengecam gubernemen. Pernah Budi tertarik oleh politik non-kooperasi-nya Gandhi. R. Wonoboyo, seorang anggota pimpinan pusat, mengusulkan mengirimkan utusan ke India untuk memperoleh keterangan tangan pertama tentang gerakan itu.

Menuju Nasionalisme Indonesia Pakubuwono X terus mengadakan perjalanan ke daerah-daerah di luar Surakarta. Belanda keberatan, dengan alasan biaya. Padahal, benarnya hendak membatasi popularitas Susuhunan. Sekalipun perjalanan itu bersifat incognito, tapi Susuhunan selalu mengesankan sebagai Kaisar Tanah Jawa”. Setelah perjalanannya ke Jawa Barat dan Jawa Timur pada tahun 1922, yang bersamaan dengan meningkatnya semangat radikalisme Budi Utomo, Pakubuwono X tidak mengadakan perjalanan lagi di tahun 1923. Tapi tahun berikutnya, ia berangkat ke Malang. Penampilannya di sana menyebabkan Gubernur Jenderal Fock menyuruh Residen Nieuwenhuys mempersilakan suhunan pulang. Alasannya, persyaratan “incognito” dilanggar. Setelah Nieuwenhuys pindah dari Surakarta, Pakubuwono mengadakan perjalanan lagi di tahun 1927. Diiring 44 orang bangsawan dan abdi, ia memasuki Gresik, Surabaya, dan Bangkalan lama seminggu. Jumlah pengiringnya tiga kali lipat persyaratan yang dibuat oleh Belanda. Pada tahun 1929, selama dua minggu, ia ke Bali dan Lombok. Juga dengan 44 orang pengiring. Tahun berikutnya ke Bandung. Tahun 1933 ke Cepu dan tahun 1935 ke Bogor, Batavia, dan Lampung, dengan 51 orang. Susuhunan terus lakukan kunjungan di Jawa sampai wafatnya tahun 1939.

Pada tahun-tahun itulah, di Surakarta muncul R.T. Djaksodipujo, tokoh baru dari kalangan keraton. Tamatan sekolah hukum tinggi di Batavia. Bergelar R.T. Mr. Wongsonegoro, yang di kemudian hari menjadi Menteri Dalam Negeri RI. Ia salah satu tangan kanan Wuryaningrat. Pada tahun 1920-an, ia memegang berapa jabatan dalam keraton dan kepatihan. Ia menjadi ketua di Utomo cabang Solo, dan juga ketua pimpinan pusat Jong Java. Selama belajar di Rechls Hoge School di Batavia, ia dikenal sebagai mahasiswa yang pandai. Pada tahun 1924, dr. Sutomo membentuk Indonesische Studie Club di Surabaya. Dua tahun kemudian, di Solo terbentuk kumpulan serupa. Keanggotaannya tidak besar, tapi Wuryaningrat, dr. Radjiman, dan beberapa politisi yang berpengaruh ikut kudeta. Salah satu kegiatannya yang terpenting ialah menerbitkan Majalah Timbul, yang pro keraton dan nasionalis. Terbit dua bulan sekali sejak Januari 1927. Redaksinya dr. Radjiman dan R.P. Mr. Singgih. Majalah ini menerima subsidi 200 gulden setiap bulan dari , keraton dan dompet pribadi Pangeran Kusumoyudo. Enam tahun lamanya Timbul berkampanye menyerang politik yang dijalankan Belanda terhadap kerajaan-kerajaan Jawa, dan terus-menerus menuntut otonomi yang lebih longgar. Mr. Singgih merupakan tokoh baru yang memperkuat suara Keraton. Sebenarnya, ia berasal dari Pasuruan. Ketika belajar ilmu Hukum di Negeri Belanda, ia menjadi anggota Perhimpunan Indonesia, perkumpulan mahasiswa-mahasiswa nasionalis. Sekembalinya di Indonesia, banyak di antara anggota perhimpunan ini menjadi pemuka gerakan nasionalis. Setelah mengantungi ijazah sebagai ahli hukum dengan gelar Meester in de Rechten Mr. Singgih kembali ke Jawa. Selama setahun ia bekerja di kantor pengadilan Hindia Belanda di Ambon. Tahun 1924 ia mengundurkan diri, lalu pindah ke Surabaya, menjadi pengacara dan propagandis bagi Indonesische Studie Club-nya dr. Sutomo. Namanya berkibar sebagai pemuka nasionalis dan gerakan non-kooperasi. Ia pun aktif sekali di dalam Budi Utomo, dan terpilih sebagai sekretaris pertama pimpinan pusat dalam kongres bulan April 1928. Sebelum pindah ke Solo pada akhir 1926, ia berkeliling ke pelosok-pelosok Jawa, menyerukan pembentukan front persatuan semua golongan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ia juga menjadi anggota PNI-nya Sukarno, yang dibentuk di Bandung bulan Juli 1927.

Keraton akrab kembali dengan Budi Utomo setelah kongres bulan April 1928 di Solo. Pimpinan pusat organisasi nasional yang tertua itu kembali menetap di Solo. Dari susunan pimpinan pusat tampak menonjolnya tokoh-tokoh dari pihak keraton: R.M.A.A. Kusumo Utoyo (ketua), R. M.H. Wuryaningrat (wakil ketua), R.P. Mr Singgih (sekretaris pertama), R.M . Sudaryo (sekretaris kedua) S. Martodihardjo (sekretaris kedua), dr. Radjiman Wedjodiningrat (komisaris), R.Mr.dr. Supomo (komisaris), dan R. Slamet (komisaris). Tak lama kemudian, setelah kongres itu, Kusumo Utoyo pindah ke Batavia karena terpilih sebagai anggota Volksraad. Wuryaningrat, yang bertugas memimpin sehari-hari, secara defacto menjadi pemimpin utama. Akhirnya, kepemimpinannya mendapatkan pengakuan, seperti yang terjadi pada bulan Desember 1934 ketika ia dan Kusumo Utoyo bertukar kedudukan dalam pimpinan pusat.

Dalam memimpin Budi Utomo, Wuryaningrat menyalurkan kehendak Pakubuwono X yang memang menaruh perhatian besar dalam politik. Pada bulan Mei 1928, pimpinan pusat Budi Utomo mengeluarkan manifesto yang mengecam perbedaan perlakuan yang diumumkan oleh Gubernur Jenderal De Graef. Perbedaan perlakuan terhadap kaum nasionalis yang evolusioner dan revolusioner. Manifesto itu diakhiri dengan semboyan: “Dengan persatuan yang tak terpecahkan menuju kemerdekaan Indonesia.” Banyak yang mengatakan bahwa perencana manifesto itu adalah Mr. Singgih.

Dalam kongresnya di Yogya, 31 Desember 1927 hingga 1 Januari 1928, Budi Utomo memutuskan ikut serta dalam Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) – federasi partai-partai politik Indonesia. Federasi itu baru terbentuk dua minggu sebelumnya, terutama atas prakarsa PNI Sukarno. Menginjak awal tahun 1930, langkah Budi Utomo makin jelas menuju nasionalisme Indonesia. Dalam kongres awal April 1931 di Batavia, secara tegas dibuka keanggotaan untuk “semua orang Indonesia.” Ejaannya pun diganti dari Budi Utomo menjadi Budi Utama. Dan dalam konperensi pimpinan pusat di Solo bulan Desember 1932, perubahan radikal terjadi dalam anggaran dasarnya. Tujuannya demi “perkembangan harmonis negeri dan rakyat Jawa dan Madura”, berubah jadi demi “Indonesia Merdeka.” Budi Utomo juga ikut serta melakukan protes terhadap rencana gubernemen untuk mengekang pendidikan pada sekolah-sekolah swasta – Wilde Scholen Ordonnantie – terutama pengekangan terhadap Taman Siswa. Sejak pendirian Taman Siswa di tahun 1922 oleh Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), gubernemen telah melakukan berbagai pengawasan. Padahal, sekolah swasta tidak menerima subsidi dari Belanda. Tapi, peraturan baru yang hendak dikenakan pada sekolah swasta yang disebutnya “sekolah liar” itu lebih menjerat lagi, yaitu bahwa gubernemen dapat melarang dan mencabut izin sekolah itu jika dicurigai telh mengajarkan hal-hal yang dapat menimbulkan bahaya bagi tata tertib masyarakat. Suwardi Suryaningrat segera mengirimkan kawat protes kepada Gubernur Jenderal B.C. de Jonge yang terkenal kolot. Pers nasional dan hampir semua organisasi nasional ikut berkoar. Budi Utomo pun mengadakan rapat, lalu menyampaikan ultimatum kepada pemerintah Hindia Belanda.

Jika ordonansi itu tidak ditarik kembali, Budi Utomo akan menarik pula semua anggotanya dari badan-badan perwakilan di seluruh Hindia Belanda, menutup sekolah-sekolahnya, dan memberikan bantuan keuangan kepada “korban” peraturan itu. Setelah diserbu protes, baru Belanda menarik ordonansi tersebut. Pada tahun 1933 Budi Utomo berkonfrontasi lagi dengan gubernemen, yang berlangsung dua tahun lamanya.

Konon, pada akhir bulan April 1933, PPPKI yang mengadakan rapat di Solo bersepakat hendak mendirikan tugu di Solo, guna memperingati 25 tahun kebangkitan nasional. Organisasi-organisasi yang tergabung dalam PPPKI mengumpulkan iuran, lalu membentuk panitia yang terdiri atas tujuh orang. Panitia itu diberi nama Comite Tugu Kebangsaan, diketuai oleh Mr. Singgih. Tempat untuk mendirikan tugu disediakan oleh sebuah sekolah dasar swasta di Kampung Penumping, Laweyan, sedangkan pemilik tanah adalah Susuhunan. Izin pendirian diberikan oleh bupati kota pada akhir bulan November tahuh itu, tapi tidak diberitakan kepada residen Belanda M.J.J. Treur. Menurut rencana, peletakan batu pertama tugu itu akan dilakukan bersamaan dengan kongres PPPKI bulan Desember 1933 di Solo. Ternyata, pada saat-saat terakhir, penyelenggaraan kongres tidak diizinkan oleh Treur. Akibatnya, beberapa bulan lamanya rencana pendirian tugu itu terbengkalai. Tapi akhirnya rencana itu secara diam-diam dilanjutkan, diharapkan tugu itu sudah selesai sebelum gubernemen tahu. Tapi pada pertengahan bulan Oktober ketika pembuatan tugu itu hampir selesai hidung Treur menciumnya. Bulan berikutnya Budi Utomo menyampaikan permintaan izin resmi kepada residen, bahwa tugu itu akan diresmikan dalam kongres yang akan diadakan tanggal 24-26 Desember 1934 di Solo, dengan prasasti: “Toegoe peringatan pergerakan Kebangsaan 1908- 1933″. Permintaan izin ditolak, Batavia menyuruh Treur melakukan penyelidiki Setelah Treur menyampaikan laporan ke Batavia pertengahan Januari 19 keputusan baru menyebutkan tugu boleh tetap berdiri, asal dalam rangka peringatan berdirinya Budi Utomo, bukan sebagai peringatan kebangkitan nasional. Akhirnya Januari 1935 kebetulan Pakubuwono X ada di Batavia dalam rangka perjalanannya ke Lampung. Gubernur Jenderal menggunakan kesempatan untuk memberitahukan hal itu, dan Pakubuwono X pun berjanji akan membicarakan hal itu dengan Budi Utomo sekem- balinya di Solo nanti. Tapi usahanya tidak berhasil, sebab dalam pertengahan Maret 1935 Budi Utomo menyampaikan usul balasan kepada Belanda, yang menyatakan tetap menggunakan tahun “1908-1933″ atau tanpa prasasti sama sekali. Belanda makin jengkel, apalagi Budi Utomo tanpa izin telah mengubah bunyi tujuan dan anggaran dasarnya yang tera terangan demi Indonesia Merdeka. Pada awal April 1935 Bata memberi instruksi pada Treur agar mengultimatum Budi Utor tugu itu akan dibongkar dalam waktu sebulan jika menolak bu prasasti “Toegoe peringatan kemajoean ra’yat 1908-1933″. Pe tujuan akhirnya tercapai seperti tersebut di atas. Tugu den bentuk lilin menyala itu sampai sekarang masih berdiri, dan dike dengan nama Tugu Lilin.

Pada bulan Oktober 1930 di Surabaya terbentuk organisasi baru yang didirikan oleh Dr. Sutomo: Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Dan perjalanan sejarah menunjukkan bahwa dalam tahun-tahun terakhir penjajahan Belanda di Indonesia, Keraton Surakarta mulai melibatkan diri lebih jelas dalam gerakan nasional, yaitu setelah bergabungnya Budi Utomo dan PBI dalam bulan Desember 1935. Gabungan kedua organisasi ini ditambah dengan beberapa organisasi kebangsaan lain yang lebih ke akhirnya melahirkan partai yang paling besar dan paling penting dalam dekade itu, yaitu Partai Indonesia Raya (Parindra). Dr. Sutomo menjadi ketuanya, dan Wuryaningrat wakilnya Tujuan partai itu “Indonesia Mulia” tapi Belanda tahu benar bahwa maksudnya adalah kemerdekaan. Semua organisasi yang masih bergabung dalam PPPKI, kecuali Pasundan, masuk dalam Parindra. Pada bulan Februari 1936, Parindra telah mempunyai 54 cabang, dengan jumlah anggota 3.445. Pendukungnya yang terbesar dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, tapi selanjutnya pulau-pulau lain pun segera berdiri cabang-cabangnya, sehin pada akhir masa penjajahan Belanda cabang Parindra tercatat sebanyak 121 buah, dan anggotanya kira-kira 20.000 orang. Inti Parindra, paling tidak pada permulaannya, adalah gabungan para pengikut Dr. Sutomo di Surabaya dan kaum politisi Keraton Surakarta. Pucuk pimpinan Parindra resminya di Surabaya. Tapi Solo, yang pada umumnya oleh orang-orang Jawa masih dipandang sebagai pusat politik yang terutama di Jawa, berfungsi sebagai pembantu pusat yang berada di Surabaya.

Persekutuan antara Surakarta dan Surabaya dapat mengingatkan pada tahun-tahun pertama Sarekat Islam, sekalipun persekutuan semacam itu dalam perjalanan waktu juga dapat menimbulkan ketegangan. Dalam kongres fusinya tujuh dari tiga puluh orang yang terpilih menjadi pengurus pimpinan pusat berasal dari Solo. Tapi dalam kongresnya yang diadakan tahun 1937, di antara sebelas anggota pengurus pusat yang terpilih hanya Wuryaningrat yang masih tinggal. Setelah Dr. Sutomo meninggal tahun 1938, Wuryaningrat yang mengganti jadi ketua, tapi badan pekerja harian tetap berada di’ Surabaya di bawah pimpinan R. Sudirman. Dalam kongres berikutnya pada bulan Desember 1938, Wuryaningrat kembali terpilih sebagai Ketua Parindra, dan M. Sutedjo dari Solo terpilih pula sebagai salah seorang anggota pengurus pusat. Kedudukan pengurus pusat pindah ke Solo, tapi lima dari tujuh di antaranya berasal dari Surabaya, dan pimpinan harian tetap di Surabaya di bawah R. Sudirman yang terpilih sebagai wakil ketua baru.

Dalam pada itu, nama dan peranan Jepang mulai muncul. Akibat devaluasi yen di Jepang pada tahun 1931, Hindia Belanda dibanjiri barang-barang Jepang, yang mendapat sambutan baik sekali karena harganya yang murah dan lebih baik dari saingannya. Selanjutnya orang-orang Jepang pun membuka toko di kota-kota Hindia serta mempekerjakan tenaga-tenaga pribumi. Furnivall, seorang pengamat sejarah Indonesia, mengatakan, jika kaum pribumi “tidak memperoleh ruang gerak dalam perdagangan modern, orang-orang Jepang memberinya kesempatan awal.” Sejak akhir tahun 1932 Belanda mulai benar-benar memperhitungkan ekspansi Jepang dalam segala bidang. Dalam bulan Juni 1933 Dr. H. Colijn, menteri urusan jajahan Belanda, memberi nstruksi kepada gubernur jenderal Hindia De Jonge agar nelakukan “cara yang lengkap, sistematis, dan sangat rahasia” dalam laporan intelijennya mengenai kehadiran orang-orang Jepang di Hindia. Belanda mengkhawatirkan bukan saja penetrasi ekonomi, tapi juga spionase dan pengaruh dan pers pribumi, gerakan nasional, dan raja-raja pribumi. Kekhawatiran Belanda itu memang beralasan setelah melihat keadaan di Surakarta. Tampaknya, Jepang menaruh perhatian kepada dua kerajaan di sana. Pada bulan Februari 1936, penasihat dan kepala biro urusan Asia Timur, A.H.J. Lovink, membuat laporan bahwa banyak orang Jepang mengunjungi Surakarta. Di Wonogiri perusahaan Jepang Ishihara Mining Company memperoleh hak eksplorasi tembaga dari Mangkunegoro pada tahun 1932. Di Wonogiri Selatan sebelumnya memang pernah diselidiki kemungkinan adanya kandungan tembaga, tapi tidak dilanjutkan karena diperhitungkan kurang menguntungkan. Tapi kenyataannya orang Jepang berani melakukannya. Dengan demikian, Belanda patut menaruh curiga akan kemungkinan adanya aspek politik. Dan karena perusahaan Jepang itu merencanakan mengapalkan hasil galiannya dari pantai dekat Teluk Pacitan, mungkin sekali juga sekalian mengumpulkan data topografis yang strategis. Sampai bulan September 1936 di Surakarta terdapat 57 orang Jepang, belum termasuk perempuan dan anak-anak Jepang. Kebanyakan tinggal di Solo, lainnya di Klaten, Boyolali, Sragen, Wonogiri, dan Tawangsari. Pada umumnya mereka pemilik dan pegawai toko dan bisnis kecil. Sampai Februari 1940 di Surakarta terdapat 27 toko dan perdagangan kecil Jepang lainnya. Di daerah Wonogiri selain mengusahakan tembaga, Jepang juga menangkarkan ulat sutera, mengusahakan pembuatan katun, pabrik karet, dan pabrik gula. Mereka memiliki perkumpulan bisnis tidak begitu aktif tapi mempunyai hubungan dengan beberapa orang terpelajar dan bangsawan setempat. Mereka sering ikut bermain tenis di lapangan tenis milik Pangeran Suryohamijoyo, seorang putra Pakubuwono X yang juga menjadi anggota Parindra.

Pada bulan Juli 1939 Gubernur Orie melaporkan ke Batavia bahwa di antara kunjungan yang paling sering dilakukan oleh orang-orang Jepang pada para bangsawan ialah kunjungan pada Pangeran Hadiwijoyo, salah seorang politisi keraton yang terkemuka. Dan di antara orang Jepang penduduk Solo yang paling rajin membina hubungan dengan pihak keraton ialah Sawabe, pemilik toko Fujiyoko, yang sering menyampaikan hadiah kepada Pakubuwono maupun Mangkunegoro. Laporan ke Batavia menyebutkan bahwa Pangeran Purbonagoro, komandan pasukan Keraton Surakarta, sering berkunjung ke toko Fujiyoko, dan diterima di kantor pribadi Sawabe. Pada bulan Februari 1941, dilaporkan Sawabe menerima kunjungan P. Kusumoyudo dan putra tertuanya, keduanya anggota Parindra, dan bulan berikutnya menerima priayi-priayi luhur Keraton Surakarta. Sawabe juga menerima kunjungan Mangkunegoro beserta istri dan anak-anaknya. Semula penyelidikan yang dilakukan oleh Belanda mengenai hubungan itu sebagian besar mengenai soal uang dan utang. Tapi pada bulan Juni 1939 dalam suatu penggeledahan yang dilakukan terhadap seorang wartawan Jepang yang tinggal di Batavia, ditemukan laporan yang dibuat oleh seorang Jepang mengenai gerakan nasional di Indonesia. Ada juga disebut-sebut adanya pertemuan rahasia para pemimpin, yang menghendaki P. Suryohamijoyo menjadi “raja Indonesia” di kemudian hari.

Pada bulan Juli 1939, untuk memenuhi undangan pihak Jepang Narpowandowo (organisasi kerabat dan pejabat Keraton Surakarta) mengirimkan utusan ke kapal penumpang Jepang Nichiran Maru yang lagi berlabuh di Semarang. Utusan yang berkunjung ke kapal selama dua jam itu terdiri dari priayi-priayi kelas menengah diketuai oleh R.M.N. Wiroatmojo, pegawai keraton berpangkat mantri dan juga wartawan. Sejak berdirinya Parindra, Belanda memang memperhatikan partai ini dalam hubungannya dengan gerakan kebangsaan di Surakarta. Tiga orang bangsawan tinggi semua pangeran putra Pakubuwono X, giat dalam partai itu: Hadiwijoyo, Kusumoyudo, dan Suryohamijoyo. Pada hari kedua kongresnya yang berlangsung di Solo, semua peserta diundang ke keraton. Pasukan Susuhunan berbaris di depan keraton memberikan penghormatan.



*********

Masalah suksesi dan pergantian raja di Surakarta hangat. Siapa yang bakal naik takhta bila Pakubuwono X wafat? Pangeran Hangabehi, atau Pangeran Kusumoyudo yang disayangi oleh ayahandanya? Konon, P. Kusumoyudo mempunyai seorang putra (sulung) bernama R.M.H. Mr. Kartodipuro (kemudian bernama B.P.H. Mr. Sumodiningraf), ahli hukum lulusan Universitas Leiden tahun 1935. Sekembalinya di Surakarta ia diangkat menjadi bupati anom di kepatihan, dan tak lama kemudian menceburkan diri dalam kegiatan politik. Ia bergabung dalam Parindra, dan menjadi wakil ketua cabang Solo sejak Agustus 1939. Ia juga menjadi pemimpin redaksi Sara Murti (Panah Wisnu), pengganti Timbul, yang terbit sejak Juli 1936. Setahun kemudian nama majalah itu diganti menjadi Bangun. Kritik-kritik pedas yang dilancarkan oleh Sumodiningrat dalam majalah itu menimbulkan kemarahan Belanda. Gubernur Orie pernah memanggilnya dan menumpahkan kemarahannya selama tiga jam.

Pakubuwono X merupakan raja yang paling lama duduk di singgasana dinasti Mataram (1893-1939). Putranya kira-kira 70 orang, yang masih hidup 44 orang – 20 putra, 24 putri. Masalah yang mengganjal ialah bahwa Pakubuwono tidak memperoleh putra dari kedua permaisurinya. Dua putra yang tertua, Hangabehi dan Kusumoyudo, yang memiliki kemungkinan besar menjadi penggantinya, lahir dari selir. Menurut keinginannya, Kusumoyudo-lah yang hendak dijadikan putra mahkota, meski usianya 40 hari lebih muda dari Hangabehi. Pada tahun 1898 ia sudah berniat mengangkat Kusumoyudo sebagai putra mahkota, tapi diurungkannya karena sebagian besar kalangan keraton termasuk patih lebih memilih Hangabehi. Belanda pun menilainya cukup dapat dipercaya dan “loyal”. Ia mendapatkan dukungan kuat dari Gubernur Orie.

Pada akhir bulan November 1938 Pakubuwono X sakit keras, dan akhirnya wafat pada tanggal 20 Februari 1939. Atas nasihat Den Haag, Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachouwer memilih P. Hangabehi mengganti ayahandanya sebagai Pakubuwono XI. Pengangkatan P. Hangabehi disertai dengan kontrak politik yang menurunkan kewibawaan raja. Dalam kontrak politik itu disebutkan bahwa Hangabehi bisa diturunkan dari kedudukan Susuhunan jika ternyata tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan plus motongan anggar belanja keraton secara drastis.

Seperti Benedict Andersa pengamat sejarah modern Indonesia, yang mengutip kata khlayak Jawa. Pakuwono X dianggap sebagai “Susuhunan yang terakhir. ” Sebagaimana juga kata seorang penduduk Surakarta, “Rasa hormat dan patuh rasa kagum dan pengabdian kepada raja yang bertakhta, mulai padam. Orang mulai mengucapkan hal-hal yang sumbang, terutama bila raja baru itu pergi ke gubernuran untuk rapat! Kata orang-orang keraton: Beliau bukan lagi raja yang sesungguhnya Seperti Mangkunegoro saja. Setiap hari beliau pergi mengunjungi gubernur. Pada zaman Pakubuwono X, raja Surakarta hendak pernah pergi ke gubernuran gubernur Belandalah yang menemui beliau dan harus mengajukan permohonan dulu. Orang mulai berbisik-bisik, bahwa keraton koncatan wahyu – keraton telah kehilangan wahyu. Dapat dikatakan, tamatnya keraton Solo bukan dalam zaman revolusi tapi di tahun 1939.

Dalam zaman pendudukan Jepang Keraton Surakarta makin kehilangan cahayanya. Inflasi mengakibatkan keuangan keraton dan bangsawan amat menderita. Pakubuwono XI meninggal tahun 1944, sedangkan putra penggantinya masih amat muda. Pada tahun itu juga Mangkunegoro pun meninggal, dan putra penggantinya pun masih muda.

Sekalipun pamor keraton semakin mundur, politisi keraton tetap memikirkan masa depan. Bahkan sebelum proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, pertemuan-pertemuan diadakan tempat kediaman Suryohamijoyo, Hadiwijoyo, atau Kusumoyu membicarakan bentuk negara Indonesia setelah merdeka nanti. Pada suatu hari di akhir bulan Juli 1945, pertemuan semacam diadakan di rumah Kusumoyudo, yang dihadiri pula oleh pemuka- pemuka berbagai golongan, termasuk kalangan Islam.


Pada awal zaman kemerdekaan para bangsawan yang pada zaman Belanda dulu dikenal sebagai kaum politisi keraton segera menjadi “bangsawan revolusioner” yang menggunakan rumah-rumahnya untuk pertemuan politik dan dengan komandan-komandan gerilya. Di antara para bangsawan revolusioner termasuk Mr. Sumodiningrat, orang yang mungkin menjadi putra mahkota seandainya ayahnya, yaitu P. Kusumoyudo, yang diangkat menjadi pengganti Pakubuwono X. Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Surakarta pun di bentuk (setelah KNI Pusat terbentuk di Jakarta), diketuai Wuryaningrat, yang dulu dikenal sebagai politisi keraton yang Belanda. Tapi karena usia dan kesehatannya yang terganggu ia hanya sebentar memegang kedudukan itu, selanjutnya diganti Mr. Sumodiningrat. Rapat pertama KNI di bawah pimpinan Sumodiningrat diadakan pada bulan September 1945 di pendapat rumah Wuryaningrat. Pada bulan September itu juga Sumodiningrat memimpin KNI dan pemuda-pemuda melucuti senjata tentara Jepang, mengambil alih kekuasaan, dan mulai menjalankan gerakan anti kerajaan.

Majalah Tempo Edisi 19 Agustus 1989
Sumber : https://serbasejarah.wordpress.com/2011/06/23/raja-jawa-mengantar-revolusi/


Baca juga Link terkait :

  1. http://indonesian-treasury.blogspot.com/2014/10/pakubuwono-x-raden-mas-sayiddin-malikul.html
  2. http://indonesian-treasury.blogspot.com/2015/02/kh-ahmad-dahlan-melawan-freemasonry-dan.html

The Catholic Church is the Biggest Financial Power on Earth



Have you ever wondered how wealthy the church really is? In his book, ‘The Vatican Billions’, writer and philosopher Avro Manhattan gives us a glimpse of the true financial worth of the catholic church:

The Vatican has large investments with the Rothschilds of Britain, France and America, with the Hambros Bank, with the Credit Suisse in London and Zurich. In the United States it has large investments with the Morgan Bank, the Chase-Manhattan Bank, the First National Bank of New York, the Bankers Trust Company, and others.

The Vatican has billions of shares in the most powerful international corporations such as Gulf Oil, Shell, General Motors, Bethlehem Steel, General Electric, International Business Machines, T.W.A., etc.” (...) 



“Some idea of the real estate and other forms of wealth controlled by the Catholic church may be gathered by the remark of a member of the New York Catholic Conference, namely ‘that his church probably ranks second only to the United States Government in total annual purchase.’ 

Another statement, made by a nationally syndicated Catholic priest, perhaps is even more telling. ‘The Catholic church,’ he said, ‘must be the biggest corporation in the United States. We have a branch office in every neighborhood. Our assets and real estate holdings must exceed those of Standard Oil, A.T.&T., and U.S. Steel combined. And our roster of dues-paying members must be second only to the tax rolls of the United States Government.’” (...)

“The Catholic church, once all her assets have been put together, is the most formidable stockbroker in the world. The Vatican, independently of each successive pope, has been increasingly orientated towards the U.S. The Wall Street Journal said that the Vatican’s financial deals in the U.S. alone were so big that very often it sold or bought gold in lots of a million or more dollars at one time.” (...)

“The Vatican’s treasure of solid gold has been estimated by the United Nations World Magazine to amount to several billion dollars. A large bulk of this is stored in gold ingots with the U.S. Federal Reserve Bank, while banks in England and Switzerland hold the rest. 

But this is just a small portion of the wealth of the Vatican, which in the U.S. alone, is greater than that of the five wealthiest giant corporations of the country. When to that is added all the real estate, property, stocks and shares abroad, then the staggering accumulation of the wealth of the Catholic church becomes so formidable as to defy any rational assessment.” (...)


“The Catholic church is the biggest financial power, wealth accumulator and property owner in existence. She is a greater possessor of material riches than any other single institution, corporation, bank, giant trust, government or state of the whole globe. 

The pope, as the visible ruler of this immense amassment of wealth, is consequently the richest individual of the twentieth century. No one can realistically assess how much he is worth in terms of billions of dollars.” (...)

Mr. Manhattan asks one of the most challenging questions regarding the moral conduit of the catholic church:

“Jesus was the poorest of the poor. Roman Catholicism, which claims to be His church, is the richest of the rich, the wealthiest institution on earth. (…) How come, that such an institution, ruling in the name of this same itinerant preacher, whose want was such that he had not even a pillow upon which to rest his head, is now so top-heavy with riches that she can rival - indeed, that she can put to shame - the combined might of the most redoubtable financial trusts, of the most potent industrial super-giants, and of the most prosperous global corporation of the world?”

I would love to hear the pope answering this question.

I have no interest in their wealth from a personal perspective, but I am outraged of their corruption as a member of the human species. Their wealth is so big that they could create sustainable social programs to end famine on Earth; they have the power and the means to oppose wars; they have the financial resources to create an Eco-friendly planet -- the biblical heaven on Earth.

But how could they be willing to invest in “green technology” when they have huge investments in oil and gas cars manufacturers? In fact, the Iraqi and Afghanistan wars perfectly suit their financial investments. 

In conclusion, religion is financially and morally corrupt.

Priests from all over the planet, please open your minds and hearts, and stop indoctrinating your followers! Stop singing about fairytales and start facing the true challenges that lay ahead of us. Confront your superiors and start preaching the TRUTH.

What is your religion, Alexander?

I have been asked this question many times. I was born a christian, but I have no religion -- though I am a spiritual person. I would never knowingly harm another human being or any living creature on Earth. I am, hopefully, becoming a better human being with each passing day. 

I am bringing my small contribution to the human species almost every single day, knowing that only together we will achieve a positive future for mankind and for our beautiful planet.

Mostly, I am following my path towards the purest spirituality and, hopefully, I will be able to achieve it someday. I don’t have leaders and I don’t want to become one. I am not following anyone and I don’t want to be followed myself. 

You can achieve your highest good and the highest good of others by finding your true path. Follow your heart and you will walk it by tomorrow.

By Alexander Light, HumansAreFree.com; |
Related: About God and Religion - My Opinion;

source : http://humansarefree.com/2012/03/christian-church-is-biggest-financial.html

Sunday, 28 June 2015

Sundapura: Tarumanagara, Sunda, Galuh, Pajajaran




Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397M untuk menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya, Tarumanagara. Tarusbawa, penguasa Tarumanagara yang ke-13 ingin mengembalikan keharuman Tarumanagara yang semakin menurun di purasaba (ibukota) Sundapura. Pada tahun 670M ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda (selanjutnya punya nama lain yang menunjukkan wilayah/pemerintahan yang sama seperti Galuh, Kawali, Pakuan atau Pajajaran).


Wilayah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh
Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Maharaja Tarusbawa menerima tuntutan Raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batas (Cianjur ke Barat wilayah Sunda, Bandung ke Timur wilayah Galuh).

Menurut sejarah kota Ciamis pembagian wilayah Sunda-Galuh adalah sebagai berikut:
  • Pajajaran berlokasi di Bogor beribukota Pakuan
  • Galuh Pakuan beribukota di Kawali
  • Galuh Sindula yang berlokasi di Lakbok dan beribukota Medang Gili
  • Galuh Rahyang berlokasi di Brebes dengan ibukota Medang Pangramesan
  • Galuh Kalangon berlokasi di Roban beribukota Medang Pangramesan
  • Galuh Lalean berlokasi di Cilacap beribukota di Medang Kamulan
  • Galuh Pataruman berlokasi di Banjarsari beribukota Banjar Pataruman
  • Galuh Kalingga berlokasi di Bojong beribukota Karangkamulyan
  • Galuh Tanduran berlokasi di Pananjung beribukota Bagolo
  • Galuh Kumara berlokasi di Tegal beribukota di Medangkamulyan
Tarusbawa bersahabat baik dengan raja Galuh Bratasenawa atau Sena. Purbasora –yang termasuk cucu pendiri Galuh– melancarkan perebutan tahta Galuh di tahun 716M karena merasa lebih berhak naik tahta daripada Sena. Sena melarikan diri ke Kalingga (istri Sena; Sanaha, adalah cucu Maharani Sima ratu Kalingga).

Sanjaya, anak Sena, ingin menuntut balas kepada Purbasora. Sanjaya mendapat mandat memimpin Kerajaan Sunda karena ia adalah menantu Tarusbawa. Galuh yang dipimpin Purbasora diserang habis-habisan hingga yang selamat hanya satu senapati kerajaan, yaitu Balangantrang.
Sanjaya yang hanya berniat balas dendam terpaksa harus naik tahta juga sebagai Raja Galuh, sebagai Raja Sunda ia pun harus berada di Sundapura. Sunda-Galuh disatukan kembali hingga akhirnya Galuh diserahkan kepada tangan kanannya yaitu Premana Dikusuma yang beristri Naganingrum yang memiliki anak bernama Surotama alias Manarah.

Premana Dikusuma adalah cucu Purbasora, harus tunduk kepada Sanjaya yang membunuh kakeknya, tapi juga hormat karena Sanjaya disegani, bahkan disebut rajaresi karena nilai keagamaannya yang kuat dan memiliki sifat seperti Purnawarman. Premana menikah dengan Dewi Pangreyep –keluarga kerajaan Sunda– sebagai ikatan politik.

Di tahun 732M Sanjaya mewarisi tahta Kerajaan Medang dari orang tuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara putranya, Tamperan dan Resiguru Demunawan. Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan Kerajaan Kuningan dan Galunggung diperintah oleh Resiguru Demunawan.

Premana akhirnya lebih sering bertapa dan urusan kerajaan dipegang oleh Tamperan yang merupakan ‘mata dan telinga’ bagi Sanjaya. Tamperan terlibat skandal dengan Pangreyep hingga lahirlah Banga (dalam cerita rakyat disebut Hariangbanga). Tamperan menyuruh pembunuh bayaran membunuh Premana yang bertapa yang akhirnya pembunuh itu dibunuh juga, tapi semuanya tercium oleh Balangantrang.

Balangantrang dengan Manarah merencanakan balas dendam. Dalam cerita rakyat Manarah dikenal sebagai Ciung Wanara. Bersama pasukan Geger Sunten yang dibangun di wilayah Kuningan Manarah menyerang Galuh dalam semalam, semua ditawan kecuali Banga dibebaskan. Namun kemudian Banga membebaskan kedua orang tuanya hingga terjadi pertempuran yang mengakibatkan Tamperan dan Pangreyep tewas serta Banga kalah menyerah.

Perang saudara tersebut terdengar oleh Sanjaya yang memimpin Medang atas titah ayahnya. Sanjaya kemudian menyerang Manarah tapi Manarah sudah bersiap-siap, perang terjadi lagi namun dilerai oleh Demunawan, dan akhirnya disepakati Galuh diserahkan kepada Manarah dan Sunda kepada Banga.

Konflik terus terjadi, kehadiran orang Galuh sebagai Raja Sunda di Pakuan waktu itu belum dapat diterima secara umum, sama halnya dengan kehadiran Sanjaya dan Tamperan sebagai orang Sunda di Galuh. Karena konflik tersebut, tiap Raja Sunda yang baru selalu memperhitungkan tempat kedudukan yang akan dipilihnya menjadi pusat pemerintahan. Dengan demikian, pusat pemerintahan itu berpindah-pindah dari barat ke timur dan sebaliknya. Antara tahun 895M sampai tahun 1311M kawasan Jawa Barat diramaikan sewaktu-waktu oleh iring-iringan rombongan raja baru yang pindah tempat.

Dari segi budaya orang Sunda dikenal sebagai orang gunung karena banyak menetap di kaki gunung dan orang Galuh sebagai orang air. Dari faktor inilah secara turun temurun dongeng Sakadang Monyet jeung Sakadang Kuya disampaikan.

Hingga pemerintahan Ragasuci (1297M–1303M) gejala ibukota mulai bergeser ke arah timur ke Saunggalah hingga sering disebut Kawali (kuali tempat air). Ragasuci sebenarnya bukan putra mahkota. Raja sebelumnya, yaitu Jayadarma, beristrikan Dyah Singamurti dari Jawa Timur dan memiliki putra mahkota Sanggramawijaya, lebih dikenal sebagai Raden Wijaya, lahir di Pakuan. Jayadarma kemudian wafat tapi istrinya dan Raden Wijaya tidak ingin tinggal di Pakuan, kembali ke Jawa Timur.

Kelak Raden Wijaya mendirikan Majapahit yang besar, hingga jaman Hayam Wuruk dan Gajah Mada mempersatukan seluruh nusantara, kecuali kerajaan Sunda yang saat itu dipimpin Linggabuana, yang gugur bersama anak gadisnya Dyah Pitaloka Citraresmi pada perang Bubat tahun 1357M. Sejak peristiwa Bubat, kerabat keraton Kawali ditabukan berjodoh dengan kerabat keraton Majapahit.
Menurut Kidung Sundayana, inti kisah Perang Bubat adalah sebagai berikut (dikutip dari JawaPalace):
Tersebut negara Majapahit dengan raja Hayam Wuruk, putra perkasa kesayangan seluruh rakyat, konon ceritanya penjelmaan dewa Kama, berbudi luhur, arif bijaksana, tetapi juga bagaikan singa dalam peperangan. Inilah raja terbesar di seluruh Jawa bergelar Rajasanagara. Daerah taklukannya sampai Papua dan menjadi sanjungan empu Prapanca dalam Negarakertagama. Makmur negaranya, kondang kemana-mana. Namun sang raja belum kawin rupanya. Mengapa demikian? Ternyata belum dijumpai seorang permaisuri. Konon ceritanya, ia menginginkan isteri yang bisa dihormati dan dicintai rakyat dan kebanggaan raja Majapahit. Dalam pencarian seorang calon permaisuri inilah terdengar khabar putri Sunda nan cantik jelita yang mengawali dari Kidung Sundayana.
Apakah arti kehormatan dan keharuman sang raja yang bertumpuk dipundaknya, seluruh Nusantara sujud di hadapannya. Tetapi engkau satu, jiwanya yang senantiasa menjerit meminta pada yang kuasa akan kehadiran jodohnya. Terdengarlah khabar bahwa ada raja Sunda (Kerajaan Kahuripan) yang memiliki putri nan cantik rupawan dengan nama Diah Pitaloka Citrasemi.
Setelah selesai musyawarah sang raja Hayam Wuruk mengutus untuk meminang putri Sunda tersebut melalui perantara yang bernama tuan Anepaken, utusan sang raja tiba di kerajaan Sunda. Setelah lamaran diterima, direstuilah putrinya untuk di pinang sang prabu Hayam Wuruk. Ratusan rakyat menghantar sang putri beserta raja dan punggawa menuju pantai, tapi tiba-tiba dilihatnya laut berwarna merah bagaikan darah. Ini diartikan tanda-tanda buruk bahwa diperkirakan putri raja ini tidak akan kembali lagi ke tanah airnya. Tanda ini tidak dihiraukan, dengan tetap berprasangka baik kepada raja tanah Jawa yang akan menjadi menantunya.
Sepuluh hari telah berlalu sampailah di desa Bubat, yaitu tempat penyambutan dari kerajaan Majapahit bertemu. Semuanya bergembira kecuali Gajahmada, yang berkeberatan menyambut putri raja Kahuripan tersebut, dimana ia menganggap putri tersebut akan “dihadiahkan” kepada sang raja. Sedangkan dari pihak kerajaan Sunda, putri tersebut akan “di pinang” oleh sang raja. Dalam dialog antara utusan dari kerajaan Sunda dengan patih Gajahmada, terjadi saling ketersinggungan dan berakibat terjadinya sesuatu peperangan besar antara keduanya sampai terbunuhnya raja Sunda dan putri Diah Pitaloka oleh karena bunuh diri. Setelah selesai pertempuran, datanglah sang Hayam Wuruk yang mendapati calon pinangannya telah meninggal, sehingga sang raja tak dapat menanggung kepedihan hatinya, yang tak lama kemudian akhirnya mangkat. Demikian inti Kidung.
Sunda-Galuh kemudian dipimpin oleh Niskala Wastukancana, turun temurun hingga beberapa puluh tahun kemudian Kerajaan Sunda mengalami keemasan pada masa Sri Baduga Maharaja, Sunda-Galuh dalam prasasti disebut sebagai Pajajaran dan Sri Baduga disebut oleh rakyat sebagai Siliwangi, dan kembali ibukota pindah ke barat.
Menurut sumber Portugis, di seluruh kerajaan, Pajajaran memiliki kira-kira 100.000 prajurit. Raja sendiri memiliki pasukan gajah sebanyak 40 ekor. Di laut, Pajajaran hanya memiliki 6 buah Jung (kapal laut model Cina) untuk perdagangan antar-pulaunya (saat itu perdagangan kuda jenis Pariaman mencapai 4000 ekor/tahun).
Selain tahun 1511 Portugis menguasai Malaka, VOC masuk Sunda Kalapa, Kerajaan Islam Banten, Cirebon dan Demak semakin tumbuh membuat kerajaan besar Sunda-Galuh Pajajaran semakin terpuruk hingga perlahan-lahan pudar, ditambah dengan hubungan dagang Pajajaran-Portugis dicurigai kerajaan di sekeliling Pajajaran. Stop.

Lanjut!

Setelah Kerajaan Sunda-Galuh-Pajajaran memudar kerajaan-kerajaan kecil di bawah kekuasaan Pajajaran mulai bangkit dan berdiri-sendiri, salah satunya adalah Kerajaan Sumedang Larang (ibukotanya kini menjadi Kota Sumedang). Kerajaan Sumedang Larang didirikan oleh Prabu Geusan Ulun Adji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan kembali ke Pakuan Pajajaran, Bogor.

Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama (terutama penyebaran Islam), militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putranya, Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata/Rangga Gempol I atau yang dikenal dengan Raden Aria Suradiwangsa naik tahta. Namun, pada saat Rangga Gempol memegang kepemimpinan, pada tahun 1620M Sumedang Larang dijadikan wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung, dan statusnya sebagai ‘kerajaan’ diubah menjadi ‘kabupaten’.
Sultan Agung memberi perintah kepada Rangga Gempol I beserta pasukannya untuk memimpin penyerangan ke Sampang, Madura.

Sedangkan pemerintahan sementara diserahkan kepada adiknya, Dipati Rangga Gede. Hingga suatu ketika, pasukan Kerajan Banten datang menyerbu dan karena setengah kekuatan militer kabupaten Sumedang Larang diberangkatkan ke Madura atas titah Sultan Agung, Rangga Gede tidak mampu menahan serangan pasukan Banten dan akhirnya melarikan diri. Kekalahan ini membuat marah Sultan Agung sehingga ia menahan Dipati Rangga Gede, dan pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada Dipati Ukur. Sekali lagi, Dipati Ukur diperintahkan oleh Sultan Agung untuk bersama-sama pasukan Mataram untuk menyerang dan merebut pertahanan Belanda di Batavia (Jakarta) yang pada akhirnya menemui kegagalan. Kekalahan pasukan Dipati Ukur ini tidak dilaporkan segera kepada Sultan Agung, diberitakan bahwa ia kabur dari pertanggungjawabannya dan akhirnya tertangkap dari persembunyiannya atas informasi mata-mata Sultan Agung yang berkuasa di wilayah Priangan.

Setelah habis masa hukumannya, Dipati Rangga Gede diberikan kekuasaan kembali untuk memerintah di Sumedang, sedangkan wilayah Priangan di luar Sumedang dan Galuh (Ciamis) dibagi kepada tiga bagian; Pertama, Kabupaten Bandung, yang dipimpin oleh Tumenggung Wiraangunangun, kedua, Kabupaten Parakanmuncang oleh Tanubaya dan ketiga, kabupaten Sukapura yang dipimpin oleh Tumenggung Wiradegdaha atau R. Wirawangsa atau dikenal dengan “Dalem Sawidak” karena memiliki anak yang sangat banyak.

Selanjutnya Sultan Agung mengutus Penembahan Galuh bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayuda atau Adipati Kertabumi III (anak Prabu Dimuntur, keturunan Geusan Ulun) untuk menduduki Rangkas Sumedang (Sebelah Timur Citarum). Selain itu juga mendirikan benteng pertahanan di Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi dan Kuta Tandingan. Setelah mendirikan benteng tersebut Adipati Kertabumi III kemudian kembali ke Galuh dan wafat. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri berubah menjadi Karawang karena kondisi daerahnya berawa-rawa, karawaan.
Sultan Agung Mataram kemudian mengangkat putra Adipati Kertabumi III, yakni Adipati Kertabumi IV menjadi Dalem (Bupati) di Karawang, pada Tahun 1656M. Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Panembahan Singaperbangsa atau Eyang Manggung, dengan ibu kota di Udug-udug. Pada masa pemerintahan R. Anom Wirasuta putra Panembahan Singaperbangsa yang bergelar R.A.A. Panatayuda I antara Tahun 1679M dan 1721M ibu kota Karawang dari Udug-udug pindah ke Karawang. Stop.

Jadi nama jalan Sawunggaling, Mundinglaya, Ranggagading, Ranggamalela, Suryakancana, Ariajipang, Bahureksa, Gajah Lumantung, Sulanjana, Badaksinga dan Bagusrangin belum saya temukan dongeng atau sejarahnya, sebagian –kalau tidak salah ingat– adalah tokoh-tokoh dalam cerita rakyat Lutung Kasarung.

Sumber :  http://yulian.firdaus.or.id/2005/09/23/sundapura/

BACA JUGA :
http://indonesian-treasury.blogspot.com/2015/01/kelahiran-nabi-muhammad-saw-dan-gunung.html

Tuesday, 16 June 2015

DUNIA MENUJU KEHANCURAN


Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda :

نَّ اللهَ زَوَى لِي اْلأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا 

“Sesungguhnya Allah telah mengumpulkan (memperlihatkan) bumi kepadaku. Sehingga, aku melihat bumi mulai dari ujung Timur hingga ujung Barat. Dan umatku, kekuasaannya akan meliputi bumi yang telah dikumpulkan (diperlihatkan) kepadaku….” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)

Inilah Penyebab Hitler NAZI Membunuh Kaum Zionis Bani Israil﴾ Al Israa’:4 ﴿
Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar”.

Tafsiran : Ayat ini menegaskan terjadinya dua kerusakan yang dilakukan oleh Bani Israil. Sekiranya dua kerusakan yang dimaksud sudah terjadi pada masa lampau, maka sejarah telah mencatat bahwa Bani Israil telah berbuat kerusakan berkali-kali, bukan hanya dua kali saja. Akan tetapi yang dimaksudkan di dalam Al-Qur’an ini merupakan puncak kerusakan yang mereka lakukan. Oleh karena itulah Allah mengirim kepada mereka hamba-hamba-Nya yang akan menimpakan azab yang sangat pedih kepada mereka. Sekiranya yang dimaksudkan dengan dua kerusakan itu adalah sesuatu yang telah terjadi, tentulah tidak akan diberitakan dengan lafazh idza, sebab lafazh tersebut mengandung makna zharfiyah (keterangan waktu) dan syarthiyah (syarat) untuk masa mendatang, bukan masa yang telah lalu. Sekiranya kedua kerusakan itu terjadi di masa lampau, tentulah lafazh yang digunakan adalah lamma bukan idza. Juga katalatufsidunna (Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan), huruf laam dan nuun berfungsi sebagai ta’kid(penegasan) pada masa mendatang.

Pada hari Senin tanggal 3 Maret 1924 (28th Rajab 1342AH), dunia dikejutkan oleh berita bahwa Mustafa Kemal di Turki secara resmi telah menghapus Khilafah. Pada malam itu Abdul Majid II, Khalifah terakhir kaum muslimin, dipaksa untuk mengemas kopernya yang berisi pakaian dan uang ke dalam kendaraan nya dan diasingkan dari Turki, dan tidak pernah kembali. Dengan cara itulah pemerintahan Islam yang berusia 1342 tahun berakhir. Kisah berikut adalah sekelumit sejarah dari tindakan-tindakan kekuatan kolonialis dengan pertama kali menyebarkan benih perpecahan diantara kaum muslimin dengan menanamkan nasionalisme dan akhirnya mengatur penghancuran Daulah Khilafah melalui agen-agen pengkhianatnya.Beberapa bulan setelah penghancuran Khilafah tanggal 24 Juli 1924, kemerdekaan Turki secara resmi diakui dengan penandatanganan Traktat Lausanne. Inggris dan sekutu-sekutunya menarik semua pasukannya dari Turki yang ditempatkan sejak akhir PD I. Sebagai reaksi dari hal ini, dilakukan protes pada Menlu Lord Curzon di House of Common karena Inggris mengakui kemerdekaan Turki. Lord Currzon menjawab,” Situasinya sekarang adalah Turki telah mati dan tidak akan pernah bangkit lagi, karena kita telah menghancurkan kekuatan moralnya, khilafah dan islam.”Para misionaris itu bekerja dengan berkedok lembaga-lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan. Awalnya akibat dari tindakan itu hanya kecil saja. Tapi selama abad ke 18 dan 19 ketika kemunduran Khilafah mulai muncul, mereka mampu mengeksplotasi kelemahan negara dan menyebarkan konsep-konsep yang jahat kepada masyarakat. 

Di abad 19, Beirut menjadi pusat aktivitas misionaris. Selama masa itu, para misionaris mengeksploitasi perselisihan dalam negeri diantara orang Kristen dan Druze dan kemudian antara Kristen dan Muslim, dengan Inggris berpihak pada Druze sementara Perancis berpihak pada Kristen Maronit. Selama masa itu para misionaris itu memiliki dua agenda utama: (1) Memisahkan Orang Arab dari Khilafah Usmani; (2) Membuat kaum muslimin merasa terasing dari ikatan IslamTahun 1875 “Persekutuan Rahasia” dibentuk di Beirut dalam usaha untuk mendorong nasionalisme Arab diantara rakyat. Melalui pernyataan-pernyataan dan selebaran-selebaran, persekutuan itu menyerukan kemerdekaan politik orang Arab, khususnya mereka yang tinggal di Syria dan Libanon. Dalam literaturnya, mereka berulangkali menuduh Turki merebut Khilafah Islam dari orang Arab, melanggar Syariah, dan , mengkhianati Agama Islam.

Hal ini memunculkan benih-benih nasionalisme yang akhirnya berbuah pada tahun 1916 ketika Inggris memerintahkan seorang agennya Sharif Hussein dari Mekkah untuk melancarkan Pemberontakan Arab terhadap Khilafah Usmani. Pemberontakan ini sukses dalam membagi tanah Arab dari Khilafah dan kemudian menempatkan tanah itu di bawah mandat Inggris dan Perancis.
Di saat yang sama, nasionalisme mulai dikobarkan diantara orang Turki. Gerakan Turki Muda didirikan tahun 1889 berdasarkan nasionalisme Turki dan dapat berkuasa tahun 1908 setelah mengusir Khalifah Abdul Hamid II. Pengkhianat Mustafa Kamal yang menghapus Kekhalifahan adalah anggota Turki Muda. Inilah alasanya mengapa Kemal kemudian berkata: ”Bukankah karena Khilafah, Islam dan ulama yang menyebabkan para petani Turki berperang hingga mati selama lima abad? Sudah waktunya Turki mengurus urusannya sendiri dan mengabaikan orang India dan orang Arab. Turki harus melepaskan dirinya untuk memimpin kaum muslimin.”

Tahun-tahun berlanjutnya kehancuran Khilafah, Inggris memainkan peranan kunci dengan cara memelihara agennya Mustafa Kamal. Melalui sejumlah maneuver politik dengan bantuan Inggris, Mustafa Kamal mampu menjadikan dirinya berkuasa di Turki. Tahun 1922, Konperensi Lausanne diorganisir oleh Menlu Inggris Lord Curzon untuk mendiskusikan kemerdekaan Turki. Turki pada saat itu adalah di bawah pendudukan pasukan sekutu dengan institusi Khilafah yang hanya tinggal nama. Selama konperensi itu Lord Curzon menetapkan empat kondisi sebelum mengakui kemerdekaan Turki. Kondisi-kondisi itu adalah: (1) Penghapusan total Khilafah : (2) Pengusiran Khalifah ke luar perbatasan; (3) Perampasan asset-aset Khilafah : (4) Pernyataan bahwa Turki menjadi sebuah Negara Sekuler

Suksesnya Konperensi itu terletak pada pemenuhan keempat kondisi itu. Namun, dengan tekanan asing yang sedemikian itupun, banyak kaum muslimin di dalam negeri Turki masih mengharapkan Khilafah, yang telah melayani Islam sedemikan baiknya selama beberapa abad dan tidak pernah terbayangkan bahwa Khilafah bisa terhapus. Karena itu, Lurd Curzon gagal untuk memastikan kondisi-kondisi ini dan konperensi itu berakhir dengan kegagalan. Namun, dengan liciknya Lord Curzon atas nama Inggris tidak menyerah. Pada tanggal 3 Maret 1924 Mustafa Kemal memakai kekuatan bersenjata dan menteror lawan-lawan politiknya sehingga mampu menekan melalui Undang-undang Penghapusan Khilafah yang memungkingkan terhapusnya institusi Khilafah.
Untuk kekuatan kolonialis, penghancuran Khilafah tidaklah cukup. 

Mereka ingin memastikan bahwa Khilafah tidak pernah bangkit lagi dalam diri kaum Muslimin. Lord Curzon berkata, “Kita harus mengakhiri apapun yang akan membawa persatuan Islam diantara anak-anak kaum muslimin. Sebagaimana yang kita telah sukses laksanakan dalam mengakhiri Khilafah, maka kita harus memastikan bahwa tidak pernah ada lagi bangkitnya persatuan kaum muslimin, apakah itu persatuan intelektual dan budaya.”
Karena itu, mereka meberikan sejumlah rintangan dalam usaha menegakkan kembali Khilafah seperti:
  1. Pengenalan konsep-konsep non-Islam di Dunia Islam seperti patriotisme, nasionalisme, sosialisme dan sekularisme dan mendorong gerakan politik kolonialis yang berdasarkan ide-ide ini.
  2. Kehadiran kurikulum pendidikan yang dibuat oleh kekuatan penjajah , yang masih tetap bercokol selama 80 tahun, yang membuat mayoritas kaum muda yang lulus dan ingin meneruskan pendidikannya ke arah yang bertentangan dengan Islam.
  3. Jeratan ekonomi di Dunia Islam oleh pemerintahan Barat dan perusahaan-perusahaannya dimana masyarakat hidup dalam kemiskinan yang menghinakan dan dipaksa untuk terfokus hanya pada bagaimana menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya dan tidak peduli dengan peran sesungguhnya dari para penjajah itu.
  4. Warisan yang disengaja untuk memecah Dunia Islam yang berkisar pada garis perbatasan yang senantiasa diperdebatkan sehingga kaum muslimin akan tetap terlibat dalam masalah-masalah sepele.
  5. Pendirian organisasi-organisasi seperti Liga Arab dan kemudian Organisasi Konperensi Islam (OKI) yang menipiskan ikatan Islam, dan terus melanjutkan adanya perpecahan di Dunia Islam sementara tetap gagal dalam memecahkan tiap masalah atau isu yang muncul.
  6. Pemaksaan berdirinya Negara asing, Israel, di jantung Dunia Islam yang menjadi pemicu serangan kekuatan Barat atas kaum muslimin yang tidak bisa mempertahankan diri sementara mereka terus menghidupkan mitos rasa rendah diri kaum muslimin.
  7. Kehadiran penguasa-penguasa zalim di Dunia Islam yang kesetiaanya adalah pada tuannya yakni negara-negara Barat; yang menindas dan menyiksa umat Islam; mereka bukanlah dari umat dan membenci umat sebagaimana umat membenci mereka.

Walaupun ada rintangan-rintangan, persengkongkolan dan rencana semacam itu, pendirian Khilafah sekali lagi akan menjadi kenyataan dalam Dunia Islam. Kita harus mengambil kesempatan ini di saat hari peringatan kehancuran Khilafah untuk merefleksikan situasi saat ini dari kaum muslimin dan memastikan bahwa hanya dengan berusaha untuk mengembalikan Khilafah lah kita dapat mencapat kesuksesan yang sesungguhnya dalam kehidupan saat ini dan kehidupan yang akan datang.

PERANG DUNIA 1 DAN 2 DARI HAMBA ALLAH HITLER YANG DIKEHENDAKI ALLAH SWT.

﴾ Al Israa’:5 ﴿
Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.
Tafsiran : penguasa dan bangsa-bangsa yang menaklukan Bani Israil dahulu adalah orang-orang kafir dan penyembah berhala. Namun bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengatakan dalam ayat di atas : “Kami datangkan kepadamu hamba-hamba kami yang mempunyai kekuatan yang besar”. Sifat tersebut mengisyaratkan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang beriman, bukan orang-orang musyrik atau penyembah berhala (hitler bukanlah seorang katolik/nashrani). Demikian pula firman Allah : “dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana” menunjukkan sesuatu yang terjadi pada masa mendatang. Sebab tidaklah disebut janji kecuali untuk sesuatu yang belum terlaksana. Pernyertaan kata “Kami” dalam kalimat di atas sebagai bentuk tasyrif (penghormatan). Sementara kehormatan dan kemuliaan itu hanyalah milik orang-orang yang beriman.

Perang Dunia I (PDI) adalah sebuahperang global terpusat di Eropa yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918. Perang ini sering disebut Perang Dunia atau Perang Besar sejak terjadi sampai dimulainyaPerang Dunia II pada tahun 1939, danPerang Dunia Pertama atau Perang Dunia I setelah itu. Perang ini melibatkan semua kekuatan besardunia,[5] yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu Sekutu(berdasarkan Entente Tiga yang terdiri dari Britania RayaPerancis, dan Rusia) dan Kekuatan Sentral (terpusat padaAliansi Tiga yang terdiri dari Jerman,Austria-Hongaria, dan Italia; namun saat Austria-Hongaria melakukan serangan sementara persekutuan ini bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang). Kedua aliansi ini melakukan reorganisasi (Italia berada di pihak Sekutu) dan memperluas diri saat banyak negara ikut serta dalam perang. Lebih dari 70 juta tentara militer, termasuk 60 juta orang Eropa, dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah. Lebih dari 9 juta prajurit gugur, terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat mematikannya suatu senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan atau mobilitas. Perang Dunia I adalah konflik paling mematikan keenam dalam sejarah dunia, sehingga membuka jalan untuk berbagai perubahan politik seperti revolusi di beberapa negara yang terlibat.

Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeriimperialis kekuatan besar Eropa, termasuk Kekaisaran Jerman,Kekaisaran Austria-Hongaria,Kesultanan UtsmaniyahKekaisaran RusiaImperium BritaniaRepublik Perancis, dan ItaliaPembunuhan tanggal 28 Juni 1914 terhadap Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria, pewaris tahta Austria-Hongaria, oleh seorang nasionalis Yugoslavia diSarajevo, Bosnia dan Herzegovinaadalah pencetus perang ini. Pembunuhan tersebut berujung padaultimatum Habsburg terhadap Kerajaan Serbia.[10][11] Sejumlah aliansi yang dibentuk selama beberapa dasawarsa sebelumnya terguncang, sehingga dalam hitungan minggu semua kekuatan besar terlibat dalam perang; melalui koloni mereka, konflik ini segera menyebar ke seluruh dunia. (Wikipedia)

ZIONIS BERKUASA ATAS HARTA, PEMERINTAHAN DEMOKRASI DIMANA-MANA, PERGAULAN ANAK2 ZIONIS YANG MERUSAK AKHLAK.

Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar

Tafsiran : Dalam aksi pengerusakan kedua yang dilakukan oleh Bani Israil terdapat aksi penghancuran bangunan-bangunan (harta kekayaan) yang menjulang tinggi (gedung pencakar langit). Sejarah tidak menyebutkan bahwa pada zaman dahulu Bani Israil memiliki bangunan-bangunan tersebut, kecuali pada zaman ini.

Harta Kesombongan Bank Sentral Keluarga Rotschild (Illuminati)
adapun cerita yang telah kita dengar, pada saat masa inilah sejarah kehancuran peradaban manusia pun dimulai. 1869: Dalam kaitan persekongkolan ini, menarik untuk dicermati pernyataan Rabi Reichorn di pemakaman Rabi Besar Simeon Ben-Iudah:
“Berkat kekuatan dahsyat bank-bank internasional kita, kita telah memaksa orang Kristen berperang tanpa jumlah. Perang punya nilai istimewa bagi orang Yahudi, karena orang Kristen saling membantai sehingga ada ruang lebih luas bagi kita orang Yahudi. Perang adalah panen Yahudi, dan bank-bank Yahudi menjadi gemuk saat orang Kristen berperang. Lebih dari 100 juta orang Kristen telah tersapu dari muka bumi berkat perang, dan ini belum berakhir”.

Pemerintahan Demokrasi Melahirkan Orang-orang yang  Sombong
Siapa saja yang membuat aturan Hidup untuk manusia tanpa didasari nilai-nilai kemanusiaan maka dia telah berlaku seperti Fir’aun. Tanpa Mereka sadari MPR/DPR berkata,” Tap MPR (HUKUM DPR/MPR) adalah hukum tertinggi, siapa yang melanggar maka akan menjadi salah seorang yang dipenjarakan! ini MIRIP SEPERTI ucapan Fir’aun. inilah salah satu cabang reinkarnasi Fir’aun versi modern. Padahal pada prakteknya Hukum Tertinggi saat ini adalah Kekuasaan, Money Politic dan lain-lainya. dan sudah ada faktanya bahwa kadang Hukum dipermainkan dengan seenaknya.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliah yg mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yg lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang² yg yakin?” [TQS. al-Maaidah (5): 50]

Berhati-hatilah dengan Kesombonganmu karena tanpa kita sadari dapat berujung pada akar kemusyrikan. “Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan hukum.” (QS. al-Kahfii: 26)

 فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ

Maka pada hari ini Kami selamatkan engkau dengan badanmu ( Fal yauma nunajjiika bi badanika ), supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
[TQS. Yunus (10): 92]
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud (ra), bahwa Rasulullah (saw) bersabda: “Tidak akan masuk syurga seorang yang dalam hatinya terdapat sifat kesombongan, walaupun hanya seberat debu.”
kemudian ada orang berkata: “Sesungguhnya seorang itu ada yang senang jikalau pakaiannya itu baik dan terompahnya (sendal-sepatunya) pun baik.”

Beliau (saw) lalu bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan. kesombongan itu ialah menolak kebenaran (Batharul-haqqi) dan menghinakan orang banyak (Ghamtunnaasi).” (HR Muslim)

Qarinah dari sikap sombongan itu memiliki dua konteks:
1. Bathaqul-haqqi ialah menolak kebenaran dan mengembalikannya kepada orang yang mengucapkannya itu — yakni memberikan bantahan pada kebenaran tadi.
2. Ghamtunnaasi ialah menghinakan sesama manusia — merendahkan manusia atas kekurangannya. Ibnu Abbas rahimahullah berkata, “Terlaknatlah orang menghormati orang lain karena kekayaannya, dan menghina orang lain sebab kemiskinannya.”

“DEMOKRASI, MENCIPTAKAN MANUSIA-MANUSIA SOMBONG” — Pernahkah kita bertanya pada diri kita? patutkah manusia yang diciptakan Allah (swt) kemudian menggelar sebuah majelis (PARLEMEN) yang di dalamnya diajukan proposal mengenai perlu-tidaknya Hukum Allah (Syariah al-Khilafah) diberlakukan? Perlukah dilakukan Voting?

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman:6)

Anak-anak Kaum Zionis Menyebarkarkan Kesesatannya Melalui Pergaulan yang Melegalkan Musik Di tengah-tengah generasi Kaum Muslimin. 

Adapun dalil larangan alat-alat musik disebutkan oleh banyak hadits, antara lain sebagai berikut:“Dari Abdurrahman bin Ghanm al-Asy’ari, dia berkata: “Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ari telah menceritakan kepadaku, demi Alloh dia tidak berdusta kepadaku, dia telah mendengar Nabi shallallahu’laihi wa sallam bersabda: “Benar-benar akan ada beberapa kelompok orang dari umatku akan menghalalkan kemaluan (yakni zina), sutera, khamr, dan alat-alat musik. Dan beberapa kelompok orang benar-benar akan singgah ke lereng sebuah gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang miskin mendatangi mereka untuk satu keperluan, lalu mereka berkata: “Kembalilah kepada kami besok.” Kemudian Alloh membinasakan mereka pada malam hari dan menimpakan gunung (kepada sebagain mereka), serta merobah yang lainnya menjadi kera-kera dan babi-babi sampai hari Kiamat. (HR. Bukhari)dari Hadist diatas jika orang2 telah menghalalkan kemaluan (yakni zina), sutera, khamr, dan alat-alat musik.  Kita semua akan mengungsi ke lereng sebuah gunung, mungkin maksud hadist ini orang2 yg kafir munafik (yg menghalalkan kemaluan (yakni zina), sutera, khamr, dan alat-alat musik.dan para zionis akan memerangi kita kaum muslimin, sehingga akhirnya datanglah azab ALLAH SWT melalui gunung yg menimpakan mereka yaitu 
gunung meletus, dan mengutuk yg lainnya menjadi kera2 dan babi2, Naudzubillahimindzalik..
Rosululloh shallallahu’laihi wa sallam bersabda: 
“Sekelompok orang dari umatku benar-benar akan minum khamr, dan merekaakan menamakan khamr dengan nama lain. Di atas kepala mereka akan dimainkan alat-alat musik dan penyanyi-penyanyi wanita. Alloh akan mem-benamkan mereka ke dalam bumi, dan menjadikan yang lainnya menjadi kera-kera dan babi-babi. (HR. Bukhari, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi)

Rosululloh shallallahu’laihi wa sallam bersabda:Dari Imran bin Hushain, bahwa Rosululloh shallallahu’laihi wa sallam bersabda; 
“Pada umat ini akanterjadi khosf (tanah tenggelam), mash (wajah dan tubuh manusia dirobah jadi binatang) dan qadzf (hujan batu).” Seorang laki-laki dari kaum muslimin bertanya: “Wahai Rosululloh, kapan itu terjadi?” Beliau menjawab, “Jika muncul penyanyi-penyanyi dari wanita, alat musik dari jenis apa saja, dan khamr telah diminum secara merata.” (HR. Tirmidzi)

Alat Musik yang DiperbolehkanTelah berlalu dalil-dalil umum yang mengharamkan musik. Dengan demikian hukum asal musik adalah haram, kecuali yang diperbolehkan oleh syari’at. Alat musik yang dikecualikan dari hukumnya yang haram, hanyalah duff saja, (Duff adalah: rebana tanpa lonceng/suara pada ling-karannya; jika ada loncengnya namanya dalam bahasa Arab adalah muzhir, demikian yang disebutkan dalam Fathul Bari yang dimainkan adalah :

Nabi shallallahu’laihi wa sallam bersabda:“Batasan antara yang halal dan haram adalah duff dan suara di dalam pernikahan.” (HR. Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan Hakim)

Adapun dalil pengecualian di atas adalah sebagai berikut:”Dari Aisyah , ia berkata: “Rasulullah shallallahu’laihi wa sallam masuk menemuiku, sedangklan di dekatku ada dua jariyah (gais kecil yang belum baligh) yang sedang menyanyi-nyanyian bu’ats. Lalu beliau tidur di atas kasur dan memalingkan wajahnya. Dan Abu Bakar masuk, lalu dia menghadirkku dan mengatakan: “Seruling setan di dekat Rasulullah menghadapkan wajahnya kepada Abu Bakar lalu bersabda: “Biarkan keduanya.” Ketika beliau tidak memperhatikan, aku cubit keduanya, maka keduanya keluar.” (HR. Bukhari)

(Sekarang) Perang Dunia ke-3 (Perang Armageddon/Perang Akhir Zaman).
Reuters: Inggris menegaskan bahwa sampel yang diambil dari Suriah menunjukkan penggunaan gas sarin

Penghakiman atas peleburan raja Yordania ke 22 tahun penjara dan denda sebesar $ 400 juta setelah dinyatakan bersalah atas tuduhan korupsi
Protes Turki Baru meletus pagi ini di Ankara, Istanbul dan HatayPersentase peringkat atas wanitaTentang 3380 orang di Suriah MeiDari korban pembantaian pasukan reguler yang dituduh melakukan bulan lalu di Banias (pulau – Arsip)Jaringan dikonfirmasi Suriah Hak Asasi Manusia 3379 orang tewas di Suriah pada bulan Mei / Mei ini, termasuk 2.663 warga sipil, termasuk 368 anak-anak dan 303 wanita, dan 134 disiksa sampai mati, di samping 716 dari oposisi bersenjata.Menurut laporan organisasi yang bulan lalu mencatat tingkat jajaran pembunuhan perempuan tertinggi pada tingkat sepuluh wanita setiap hari, dan bahwa sejak pecahnya pemberontakan rakyat melawan rezim Bashar al-Assad lebih dari dua tahun yang lalu.Menurut laporan itu, korban tewas akibat penembakan sehari-hari bagi pasukan reguler dan serangan, pembantaian dan penyiksaan terhadap para tahanan sampai mati, dan menunjukkan bahwa yang tewas termasuk 716 anggota pasukan oposisi bersenjata, tanpa menyebutkan jajaran mati pasukan reguler dengan tidak adanya informasi dari tentara reguler kerugian dalam jajarannya.Selain tingkat jajaran pembunuhan tinggi wanita, bulan lalu melihat kematian dari 368 anak, rata-rata 13 anak setiap hari, sebesar 16%, “indeks terlalu tinggi dan bukti kekuatan teratur sipil sengaja dibunuh,” menurut laporan tersebut. Di bawah penyiksaan

Hal ini juga di antara orang mati, 134 meninggal karena disiksa, pada tingkat lima orang hampir setiap hari, disiksa di pusat penahanan, resmi dan non-resmi sampai mati.Laporan tersebut menunjukkan bahwa tujuh orang tewas setelah menargetkan daerah pemukiman mereka dengan gas kimia, semua di Damaskus.Juga melihat pembantaian bulan ini dilakukan oleh pasukan daerah provinsi Banias dari rezim Tartous, menurut jaringan, mengacu pada jatuhnya 265 zona mati Beida, termasuk 42 anak-anak dan 28 perempuan pada 2 Mei / Mei tahun lalu, menewaskan 198 orang di bagian atas musim semi di Banias, termasuk 63 anak-anak dan 43 perempuan 4 Mei / May.Penderitaan apa yang mereka hadapi ini??
Apakah kita merasakannya sepanjang bulan Mei ini?
Kita hanya menjalani kehidupan normal sepanjang bulan mei, sehingga hampir lupa ada saudara-saudaranya yang sedang menderita dan dibunuhi.

﴾ Al Hajj:38 ﴿ Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.

﴾ Al Hajj:39 ﴿ Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,

﴾ Al Hajj:40 ﴿ (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,

﴾ Al Hajj:41 ﴿ (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.

﴾ Al Hajj:45 ﴿Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi.

﴾ Al Hajj:46 ﴿maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.

AHLUL BAIT PALSU AKAN BANYAK BERKELIARAN DIMASA-MASA
AKHIR ZAMAN

Dari Abdullah Bin Umar Radhiallaahu ‘Anhu, Bahwasanya Suatu Ketika Kami Duduk-duduk Di Hadapan Rasulullaah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam Memperbincangkan Masalah Berbagai Fitnah…. Beliau-pun Banyak Bercerita Mengenainya, Sehingga Beliau Juga
Menyebut FITNAH AHLAS…. Maka Seseorang Bertanya, Apa Yang Dimaksud Dengan Fitnah Ahlas.….. Beliau Menjawab :

” Yaitu Fitnah Pelarian Dan Peperangan. …. Kemudian fitnah SARRA, Kotoran Atau Asapnya Berasal Dari AHLUL BAIT-ku. Ia Mengaku Dariku (KETURUNANKU), Padahal Bukanlah Dariku. Karena Sesungguhnya WALI-ku Hanyalah Orang-orang Yang Bertaqwa.

… Kemudian Manusia Bersepakat Pada Seseorang Seperti Bertemunya Pinggul Di Atas Tulang rusuk. Kemudian Fitnah DUHAIMA, Yang Tidak Membiarkan Seseorang Dari Ummat Ini Kecuali Dihantamnya. Jika Dikatakan ia Telah Selesai, Maka ia Justru Berlanjut. Di Dalamnya Seorang Pria Pada Pagi Hari Beriman, Tetapi Pada Sore Harinya ia Menjadi Kafir. Sehingga
Manusia Menjadi Dua Kelompok. (Yaitu) Kelompok Keimanan Yang Tidak Mengandung Kemunafikan….. Dan Kelompok Kemunafikan Yang Tidak Mengandung Keimanan….. Jika Itu Sudah Terjadi, Maka Tunggulah Kedatangan Dajjal Pada Hari Itu Atau Esok Hari.”
[ HR. Abu Dawud ]

Apakah di Indonesia ini banyak yg mengaku habib yg dari keturunannya rosulullah SAW?? ketahuilah, ahlul bait yg sebenarnya ialah imam mahdi dan keluarganya di akhir zaman ini, berfikirlah jika mereka yg mengaku-ngaku dari ahlul bait, pasti mereka akan di bunuh atau difitnah bukan malah didekati oleh pejabat2 pemerintah dan oknum2 lainnya, karena mereka semua adalah kaki tangan zionis, dan zionis sangat membenci kepada nabi muhammad SAW dan keluarganya, karena di fikiran mereka kehidupan mereka akan terancam jika ada ahlul bait asli yaitu imam mahdi dan keluarganya yg akan membantai semua orang kafir zionis..

Abdullah bin Amr bin Ash berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Kebaikan itu ada sepuluh persepuluh (10/10). Sembilan persepuluhnya (9/10) berada di Syam, sepersepuluhnya (1/10) untuk selain Syam. Kejahatan itu sepuluh persepuluh. Sepersepuluhnya berada di Syam dan sembilan persepuluhnya di seluruh negeri. Apabila penduduk Syam telah rusak maka tidak ada kebaikan lagi padamu.” (HR. Ibnu ‘Asaakir, 1/154)Abdullah bin Amr berkata, “Akan datang satu masa tidak ada seorang mukmin pun kecuali ia akan bergabung ke Syam.”
(HR. Ibnu Abi Syaibah no. 19791)

Mu’awiyah bin Abi Sufyan berkata, “Saya mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang menegakkan agama Allah, orang-orang yang memusuhi mereka maupun tidak mau mendukung mereka sama sekali tidak akan mampu menimpakan bahaya terhadap mereka. Demikianlah keadaannya sampai akhirnya datang urusan Allah.” Malik bin Yakhamir menyahut: Mu’adz bin Jabal mengatakan bahwa mereka berada di Syam.” Mu’awiyah berkata, “Lihatlah, ini Malik menyebutkan bahwa ia telah mendengar Mu’adz bin Jabal mengatakan bahwa kelompok tersebut berada di Syam.
(HR. Bukhari: Kitabul Manaqib no. 3369 dan Muslim: Kitabul Imarah no. 3548)

Percayalah Sebentar lagi dunia menuju khilafah, dan Imam Mahdi akan segera muncul, dan negeri Syam dan khusaran itu ialah negeri ini INDONESIA yg penuh dengan perselisihan dan mayoritas umat muslim terbesar di Dunia….(dari ahli Kitab yg telah diberi petunjuk dariNYA, Mujahidin anonymous)

Wikipedia

Search results

AddThis

Bookmark and Share

Facebook Comment

Info Archive

Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Arief Natadiningrat :

"Kami berharap, negara ini tidak melupakan sejarah. Dulu sebelum kemerdekaan Bung Karno meminta dukungan keraton untuk bisa membuat NKRI terwujud, karena saat itu tak ada dana untuk mendirikan negara. Saat itu keraton-keraton menyerahkan harta yang mereka punya untuk kemerdekaan negara ini,"

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/05/1725383/Para.Sultan.Dukung.Keistimewaan.Yogya

THE FSKN STATMENT IN SULTANATE OF BANJAR : SESUNGGUHNYA KETIKA RAJA - RAJA MEMBUAT KOMITMENT DGN BUNG KARNO DALAM MENDIRIKAN REPUBLIK INI , SEMUA KERAJAAN YG MENYERAHKAN KEDAULATAN DAN KEKAYAAN HARTA TANAHNYA , DIJANJIKAN MENJADI DAERAH ISTIMEWA. NAMUN PADA KENYATAANNYA ...HANYA
YOGYAKARTA YG DI PROSES SEBAGAI DAERAH ISTIMEWA ... AKANKAH AKAN MELEBAR SEPERTI KETIKA DI JANJIKAN ... HANYA TUHAN YG MAHA TAU. ( Sekjen - FSKN ) By: Kanjeng Pangeran Haryo Kusumodiningrat

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=177026175660364&set=a.105902269439422.11074.100000589496907