Thursday 3 November 2011

MENINDAKLANJUTI PELUANG DAN TANTANGAN KERJASAMA MULTILATERAL G-20 DALAM KRISIS KEUANGAN GLOBAL

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4070&Itemid=29

Dalam perjalanannya forum multilateral G-20 telah mengalami berbagai perkembangan kearah kemajuan kesepakatan-kesepakatan dan komitmen-komitmen positif untuk memulihkan perekonomian global dunia. Sejak pertemuan pertama para Pemimpin G-20 - Konferensi Tingkat Tinggi Pasar Keuangan dan Ekonomi Dunia (Summit on Financial Markets and World Economy) di Washington DC tanggal 14-15 November 2008, para Pemimpin G-20 telah sepakat untuk mengembalikan kepercayaan pasar terhadap sistem keuangan internasional melalui peningkatan transparansi khususnya terkait kerugian di sektor keuangan, menormalisasi kondisi likuiditas internasional melalui upaya terkoordinasi untuk melonggarkan kebijakan moneter, dan merevitalisasi pertumbuhan ekonomi global melalui penerapan kebijakan fiskal counter cyclical serta langkah-langkah guna memperbaiki arsitektur keuangan internasional yang belum memadai. Hasil-hasil kesepakatan-kesepakatan tersebut telah menjadi landasan kebijakan domestik negara-negara anggota G-20 untuk melakukan langkah-langkah antisipatif dalam rangka membantu mengatasi dampak dari krisis keuangan global.

Konsistensi kesepakatan dan komitmen serta peluang dan tantangan Forum Multilateral G-20 ditindaklanjuti kembali melalui pertemuan para Pemimpin G-20 kedua di London Inggris tanggal 30 Maret – 2 April 2009 yang menyepakati pemberian dana tambahan untuk memulihkan perekonomian global, peningkatan efektifitas kebijakan stimulus fiskal, peningkatan kapasitas manajemen dan permodalan dari lembaga keuangan-keuangan internasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan, mengikuti standar regulasi dan transparansi.

Pertemuan para Pemimpin G-20 di London, Inggris, kemudian ditindaklanjuti dalam pertemuan KTT G-20 ketiga tanggal 24-25 September 2009 di Pittsburgh, Amerika Serikat yang dihadiri Kepala Negara/Pemerintahan negara anggota G-20 antara lain: Argentina, Australia, Brazil, Canada, China, Perancis, Jerman, India, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan,Korea Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Selain itu hadir pula Swedia selaku Presiden Komisi Eropa, Spanyol (sebagai ekonomi dengan GDP ke 8 terbesar dunia), Belanda (sebagai salah satu pemberi ODA terbesar dunia), Thailand sebagai Ketua ASEAN (pada tingkat Perdana Menteri), Singapura sebagai Ketua APEC (pada tingkat Menteri Keuangan) serta pimpinan organisasi internsional seperti : PBB, FSB, Bank Dunia, IMF, WTO, OECD, NEPAD (New Partnership for African’s Development), African Union dan ILO.

Besarnya partisipasi para pemimpin G-20 dan organisasi internasional yang hadir, menunjukkan peran yang signifikan dari forum multilateral G-20 untuk dapat membantu menuntaskan krisis ekonomi global yang berlangsung akhir-akhir ini.

Beberapa kesepakatan pemimpin G-20 yang dituangkan dalam Preamble Leader’s Statement : The Pittsburgh Summit antara lain :
  1. Kesepakatan untuk menjamin perubahan, perbaikan sistem keuangan dan memelihara aliran modal global;
  2. Peluncuran suatu kerangka yang menjabarkan kebijakan dan cara bertindak bersama untuk menciptakan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan dan berimbang (strong, sustainable and balanced global growth);
  3. Kerangka untuk menciptakan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan dan berimbang merupakan komitmen untuk bekerja bersama dalam mencapai kebijakan yang sama, mengevaluasi secara konsisten pertumbuhan yang berkelanjutan dan berimbang serta tindakan yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang sama;
  4. Melakukan reformasi arstiktur global untuk menghadapi tantangan abad 21.
  5. Mendirikan Forum Stability Board (FSB) untuk kerjasama ekonomi internasional dengan melibatkan partisipasi negara berkembang dan melanjutkan reformasi IMF dan Bank Dunia termasuk meningkatkan suara negara berkembang dan seleksi pimpinan dan manajemen secara transparan tanpa melihat asal negara;
  6. Meningkatkan akses pangan, energi dan keuangan diantara negara-negara miskin;
  7. Mengendalikan subsidi bahan bakar minyak dalam jangka menengah dan panjang karena tidak efisien dan berdampak negatif pada perubahan iklim dan menyediakan dengan subsidi pada masyarakat miskin;
  8. Mendukung transparansi dan stabilitas pasar energi;
  9. Memelihara keterbukaan dan pertumbuhan berkelanjutan;
  10. Menghindari proteksionisme dan berkomitmen untuk suksesnya penyelesaian Putaran Doha 2010;
  11. Mensukseskan negosiasi melalui the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
  12. Kesepakatan untuk melakukan pertemuan di Kanada pada bulan Juni 2010, di Korea Selatan pada bulan November 2010 dan Perancis pada tahun 2011.
Kesepakatan-kesepakatan tersebut harus ditindaklanjuti dalam kebijakan keuangan dan ekonomi diantara negera-negara anggota G-20 yang juga merupakan bagian dari peluang dan tantangan dalam rangka membantu penyelesaian krisis keuangan global.

Kesepakatan yang sangat prospektif dan mengandung tantangan adalah komitmen pemimpin G-20 untuk dapat melakukan pertemuan setahun sekali dalam rangka membahas permasalahan ekonomi global. Pertemuan secara reguler dapat diartikan bahwa Forum Multilateral G-20 telah menjadi lembaga yang permanen khususnya dalam membahas permasalahan ekonomi global yang dapat menggantikan peran G7 atau G8.


Secara organisasi Forum G-20 lebih memiliki keterwakilan khususnya antara negara maju/kaya dan negara berkembang dibandingkan Forum G7 atau G8 yang lebih mewakili negara-negara maju/kaya. Oleh karena itu peran forum multilateral G-20 akan lebih signifikan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi global yang kuat, berkelanjutan dan berimbang serta dapat mewakili kepentingan negara-negara berkembang.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam jumpa pers dengan wartawan Indonesia di Hotel Westin, Pittsburgh, Pennsylvania juga menyambut baik keputusan KTT G-20 di Pittsburgh, yang menjadikan kelompok negara ekonomi G-20 sebagai lembaga permanen serta menggantikan G-8 sebagai forum utama kerjasama ekonomi internasional. Keputusan tersebut membuat Indonesia berada di tempat yang sangat strategis dalam menentukan arah kebijakan perekonomian global. Forum ini kelak tidak hanya memikirkan perekonomian global, tapi boleh jadi menjadi forum untuk memikirkan dunia makin aman, konflik makin susut, kekerasan bisa kita eliminasi, sekaligus menjadi forum untuk mewujudkan kerukunan di antara peradaban.

Sementara itu, dalam Focus Group Discussion di Sekretariat Negara, tanggal 12 Oktober 2009 dengan tema Menindaklanjuti Peluang dan Tantangan Kerjasama Multilateral Forum G-20 Dalam Krisis< Keuangan Global, DR. Aviliani menyampaikan bahwa Forum G-20 merupakan kumpulan negara-negara yang menguasai 85% PDB dunia, menguasai 80% perdagangan dunia dan menguasai 2/3 penduduk dunia. Oleh karena itu ke depan peran forum multilateral G-20 akan sangat menentukan dalam mengatasi permasalahan ekonomi global.

Sedangkan, pergeseran G-8 menjadi G-20 menegaskan mulai diperhitungkannya keberadaan negara berkembang. Didasarkan The World Economy memproyeksikan bahwa kontribusi negara berkembang terhadap PDB dunia akan semakin besar. Bila pada tahun 1960 sekitar 89% PDB didunia disumbang oleh negara industri maju, maka pada tahun 2025 diproyeksikan hanya tinggal 54% dan pada tahun 2050 hanya 28%. Sehingga peran negara berkembang akan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam PDB dunia.

Selanjutnya menurut DR. Aviliani, Froum Multilateral G-20 akan melakukan lima rencana yaitu: penguatan transparansi dan akuntabilitas, penguatan regulasi, mendorong integritas dalam proses keuangan, memperkuat kerjasama internasional dan reformasi institusi keuangan internasional. Sedangkan dalam kaitan peran negara berkembang, khususnya peluang bagi Indonesia, DR. Aviliani menegaskan :

  1. Diterimanya gagasan Indonesia untuk membentuk Global Expenditure Support Fund (GESP)/ Dana pendukung pengeluaran global menegaskan bahwa keberadaan negara berkembang mulai diperhitungkan. GESP akan membantu dan memastikan negara berkembang dapat mempertahankan perannya sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dunia.
  2. Penambahan modal kepada lembaga-lembaga keuangan internasional dan juga berbagai fasilitas pembiayaan dengan biaya murah sangat membantu negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam menghadapi krisis yang terjadi.
  3. Secara langsung Indonesia maupun negara berkembang lainnya dapat mengakses pendanaan untuk likuidasi, perdagangan, keuangan dan APBN.
  4. Kebijakan lain yang disepakati Forum G-20 adalah memerangi segala bentuk proteksionisme dan memelihara kebebasan berinvestasi dan perdagangan dalam rangka memulihkan pertumbuhan. Kebijakan ini akan membuka pasar bagi produk-produk Indonesia yang selama ini menghadapai proteksi dari sejumlah negara.
Kesepakatan-kesepakatan Forum G-20 tersebut akan memberikan nilai positif pada usaha-usaha untuk mengatasi krisis keuangan global, yang memerlukan langkah politis dari negara-negara anggota G-20 sekaligus langkah-langkah perumusan kebijakan dalam negeri yang sejalan dan mendukung hasil-hasil G-20. Oleh karena itu, Departemen/instansi Pemerintah di Indonesia yang berkaitan dengan pokok permasalahan krisis keuangan dapat melakukan langkah-langkah positif yang mendukung pelaksanaan hasil-hasil kesepakatan forum multilateral G-20.

Forum Multilateral G-20 akan lebih efektif dalam usaha membantu penyelesaian krisis keuangan global, mengingat negara-negara anggotanya mewakili berbagai kawasan (Amerika, Asia, Australia, Afrika dan Eropa), adanya perimbangan kekuatan negara maju/kaya dan negara berkembang, menguasai 85% PDB dunia, menguasai 80% perdagangan dunia dan menguasai 2/3 penduduk dunia yang merupakan peluang yang potensial dalam mempercepat penyelesaian krisis keuangan global. Sedangkan tantangannya adalah bagaimana Forum Multilateral G-20 dapat menindaklanjuti kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai dengan rencana aksi dan tantangan-tantangan di masa depan, sehingga pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan dan berimbang (strong, sustainable and balanced global growth) dapat tercapai.

( Ibnu Purna/Yuhardi R Jusuf/ Johar Arifin )

Wikipedia

Search results

AddThis

Bookmark and Share

Facebook Comment

Info Archive

Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Arief Natadiningrat :

"Kami berharap, negara ini tidak melupakan sejarah. Dulu sebelum kemerdekaan Bung Karno meminta dukungan keraton untuk bisa membuat NKRI terwujud, karena saat itu tak ada dana untuk mendirikan negara. Saat itu keraton-keraton menyerahkan harta yang mereka punya untuk kemerdekaan negara ini,"

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/05/1725383/Para.Sultan.Dukung.Keistimewaan.Yogya

THE FSKN STATMENT IN SULTANATE OF BANJAR : SESUNGGUHNYA KETIKA RAJA - RAJA MEMBUAT KOMITMENT DGN BUNG KARNO DALAM MENDIRIKAN REPUBLIK INI , SEMUA KERAJAAN YG MENYERAHKAN KEDAULATAN DAN KEKAYAAN HARTA TANAHNYA , DIJANJIKAN MENJADI DAERAH ISTIMEWA. NAMUN PADA KENYATAANNYA ...HANYA
YOGYAKARTA YG DI PROSES SEBAGAI DAERAH ISTIMEWA ... AKANKAH AKAN MELEBAR SEPERTI KETIKA DI JANJIKAN ... HANYA TUHAN YG MAHA TAU. ( Sekjen - FSKN ) By: Kanjeng Pangeran Haryo Kusumodiningrat

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=177026175660364&set=a.105902269439422.11074.100000589496907