Monday, 26 March 2012

Persiapan untuk Sang Khalifah




Persiapan untuk Sang Khalifah



30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!"
32. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
34. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang orang yang kafir.

Bagian I

Di dalam Al-Qur’an, ada satu episode menarik tentang rencana penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Episode ini dimulai dengan dialog antara Allah SWT dan para malaikat tentang rencana penciptaan manusia dan tujuannya hingga keberadaan Adam AS di bumi dengan berbagai pilihan dan konsekuensinya.
Dijelaskan bahwa salah satu tujuan penciptaan manusia adalah sebagai khalifah Allah di muka bumi (Khalifatullah fil Ardhi). Salah satu arti dari khalifah adalah pengganti atau wakil Allah, yang bertugas mewujudkan rencana Allah sebagai
pencipta dan pemelihara alam semesta (Rabbul Aalamin). Pemilihan Adam (atau manusia), sebagai pengemban amanah yang amat berat tentulah memiliki alasan kuat. Salah satu alasan terpenting adalah adanya potensi Ilmu pengetahuan pada diri manusia dan kemampuan untuk mengembangkannya. Kedua hal tersebut sangat diperlukan di dalam pelaksanaan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi, di samping berbagai persyaratan-persyaratan lainnya. Setidaknya ada dua pelajaran berharga yang dapat diambil dari peristiwa tersebut di atas, yaitu bahwa Allah SWT adalah sumber pertama dan utama dari ilmu pengetahuan ”The Ultimate Source of Knowledge” sekaligus sebagai ’Facilitator’ yang memfasilitasi proses pembelajaran, atau penguasaan, pengembangan, dan penciptaan ilmu pengetahuan secara mandiri pada diri manusia. Secara umum dapat dikatakan bahwa Allah SWT adalah ’Sang Maha Guru’ pertama bagi manusia yang di dalam rangkaian ayat-ayat tersebut di atas irepresentasikan oleh Adam AS manusia pertama yang di muka bumi.

Sebagai Pemilik dan Sumber dari semua ilmu pengetahuan, Allah SWT memiliki hak prerogratif untuk memberikan ilmu pengetahuan pengetahuan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui fakultasfakultas yang tersedia. Di dalam filsafat ilmu sekular, sumber sumber ilmu pengetahuan yang diakui hanyalah yang berasal dari hasil proses berpikir manusia (nalar) maupun pengalaman inderawi (empirik) dengan menafikan hal-hal yang sifatnya langsung dari sisi Allah SWT (ladduni) untuk mahluk yang dipilih dan dikehendaki-Nya, melalui wahyu/ilham atau instinct.

Selanjutnya sangat menarik untuk mengkaji bagaimana Allah SWT, ’Sang Maha Guru’, mengajarkan ilmu pengetahuan kepada manusia, yaitu dengan terlebih dahulu mengajarkan nama-nama (benda) seluruhnya (QS.2:31). Mengajar (‘alama) memiliki dimensi yang lebih luas dan komprehensif daripada memberitahu (naba’a), seperti apa yang dilakukan oleh Adam kepada Malaikat. Mengajar memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada memberitahu, mengabarkan atau memberi informasi. Menarik pula untuk diperhatikan bahwa di dalam mengajarkan ilmu pengetahuan, Allah SWT memulainya dengan cara mengajarkan nama-nama (benda) seluruhnya secara lengkap, yang kelak diketahui sebagai cara terbaik untuk mulai mengajarkan ilmu pengetahuan. Dari perspektif ilmu pengetahuan kata al-asma dapat pula dipahami sebagai konsep-konsep dasar yang diperlukan untuk menyusun teori-teori dan membangun ilmu pengetahuan.

Dalam ilmu pendidikan barat tujuan proses pembelajaran, baik untuk ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik, dapat dimulai dari tingkat terendah hingga ke tingkat yang lebih tinggi (dikenal sebagai Taksonomi Blomm). Pada tahap awal proses pembelajaran kepada Adam (manusia), ternyata Allah SWT memulainya dengan
tujuan proses pembelajaran yang paling rendah. Dalam ranah kognitif (cognitive domain), keluaran yang paling rendah dari proses pembelajaran adalah knowledge, sebelum meningkat ke yang lebih tinggi, yaitu comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation. Secara sederhana knowledge atau pengetahuan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengingat materi yang telah diajarkan sebelumnya. Hal ini meliputi penyebutan kembali (recall) berbagai materi, dari fakta spesifik hingga ke teori yang lebih lengkap. Itulah sebabnya Allah SWT mengevaluasi hasil proses pembelajaran tingkat pertama tersebut dengan cara meminta Adam untuk menyebutkan kembali (me-recall) nama-nama yang diajarkan,
saat Allah SWT memintanya untuk memberitahukan kepada malaikat nama-nama tersebut.

Potensi manusia untuk mengembangkan pengetahuan jauh berada di atas malaikat. Potensi ilmu pengetahuan, sebagaimana halnya dengan potensi keimanan, pada hakikatnya adalah sesuatu yang telah berada dalam diri setiap manusia (built in) atau sesuatu yang bersifat fitriyah berkaitan dengan fakultas-fakultas yang telah disediakan pada diri manusia (akal dan pancaindera). Jika kemampuan malaikat hanya sebatas mengetahui apa yang telah diajarkan Allah SWT kepadanya sebagaimana yang diakuinya, maka Adam (dan seluruh manusia) memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya dan
menemukan ilmu pengetahuan baru. Pada malaikat, seperti yang diakuinya sendiri, tidak terdapat potensi untuk menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan sebagaimana yang dimiliki oleh manusia. Itu sebabnya (wallahu ’a’lam) mengapa Adam tidak diperintahkan untuk ’mengajarkan’ konsep-konsep yang telah dikuasinya kepada malaikat tetapi cukup sekedar memberitahukannya (transfer of information) karena memang malaikat tidak dianugerahi potensi untuk melakukan proses pembelajaran yang melibatkan nalar disamping pengalaman empiriknya sebagaimana yang diakui oleh malaikat sendiri.

Hal menarik lainnya adalah tentang proses pembelajaran yang terjadi, baik pada para malaikat atau pada diri Adam. Di dalam teori pendidikan proses pembelajaran dapat dibagi menjadi beberapa tahap atau fase, dimulai dari fase motivasi hingga umpan balik. Motivasi dalam proses pembelajaran amatlah penting. Adam, sebagai khalifah di muka bumi memiliki tugas pokok tertentu, yaitu mewujudkan rencana Allah di muka bumi dan untuk dapat melaksanakannya, manusia memerlukan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, terdapat alasan dan motivasi yang kuat pada diri adam dan manusia seluruhnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal yang sama tidak terjadi dengan malaikat. Tugas pokok malaikat tidak memerlukan ilmu pengetahuannya, sehingga Allah SWT tidak perlu mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi hanya memberitahukannya melalui Adam. Wallahu ’a’lam.


Dalam dunia pendidikan tinggi, telah berkembang pendekatan baru dalam proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, yaitu student-centered learning. Pendekatan yang pertama adalah problem based learning (PBL), yaitu proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa sebagai subyek proses pembelajaran dengan menggunakan stimulus atau pemicu berupa masalah-masalah. PBL sebenarnya bukanlah konsep yang sama sekali baru bagi kita.

Sebelumnya telah dibahas bahwa Allah SWT menyampaikan informasi penting mengenai penciptaan Adam kepada para malaikat dengan cara dialog. Yang menarik adalah, Allah SWT memulainya dengan sebuah pernyataan pemicu, bahwa “Allah SWT akan menjadikan menjadikan seorang kalifah di muka bumi” Dari pernyataan itulah muncul pertanyaan kritis dari para malaikat, berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya, untuk kemudian memperoleh jawabannya sendiri, melalui pengalamannya sendiri berupa ketidakmampuan mereka untuk menyebutkan nama-nama benda serta hasil pengalaman inderawi mereka bahwa Adam dapat memberitahukan nama-nama tersebut seluruhnya seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Adam (dan seluruh manusia) dihadapkan pada berbagai masalah nyata (real life problem) dalam kaitan dengan tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi. Manusia terus belajar, mengembangkan potensi pengetahuan yang dimilikinya berdasarkan masalah-masalah pemicu tersebut. Belajar dalam hal ini menjadi sangat dianjurkan jika sesuai dengan tugas manusia atau bahkan dapat menjadi kewajiban individu dan kolektif jika diperlukan sebagai prasyarat penting untuk dapat melaksanakan kewajiban, baik sebagai hamba (abdullah) maupun khalifah Allah di muka bumi (khalifatullah fil ardhi). Sebaliknya belajar menjadi kurang bermanfaat atau sia-sia jika tidak berkaitan dengan tugas manusia atau bahkan menjadi terlarang jika mendatangkan mudharat atau bersifat kontra produktif. Manusia dalam hal ini dituntut untuk dapat menentukan sendiri kebutuhan belajarnya dan mempelajari sendiri apa yang diperlukannya berdasarkan hasil identifikasi tersebut.

Sebagai hamba misalnya, manusia diperintahkan untuk mendirikan shalat sebagai salah satu bentuk pengabdiannya secara khusus kepada Allah SWT. Untuk mendirikan shalat dengan baik diperlukan ilmu pengetahuan, baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung, baik pokok maupun cabangnya. Seseorang misalnya harus tahu ilmu tentang syarat sah, wajib, dan rukun shalat sebelum mendirikan shalat. Salah satu syarat, misalnya, suci dari hadats kecil dan besar. Untuk bersuci dibutuhkan air ’bersih’, yang suci dan mensucikan. Untuk menyediakannya diperlukan ilmu. Selain itu, shalat harus dilakukan pada waktunya. Untuk itu diperlukan ilmu pengetahuan tentang waktu, peredaran bumi dan matahari yang melahirkan ilmu falak dan hisab, ilmu bumi dan matematika.

Sebagai khalifah, lebih banyak, beragam, dan spesifik ilmu pengetahuan yang harus dikuasai dan dikembangkan untuk mengatasi berbagai macam permasalahan global. Permasalahan penting yang dihadapi oleh umat manusia meliputi pertumbuhan penduduk dunia dan ketersediaan pangan dan energi, serta daya dukung alam lainnya. Distribusi kekayaan yang tidak seimbang serta kemiskinan adalah masalah-masalah yang perlu dipecahkan bersama. Kecenderungan dan proyeksi pertumbuhan populasi dunia tahun 1750-2150 versi World Resources menggambarkan peta permasalahan yang dihadapi penduduk dunia, khususnya negara negara sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur terjadi khususnya di negara-negara berkembang. Masalah perkotaan menjadi kian penting dan menantang jika dilihat dari terjadinya perubahaan komposisi penduduk perkotaan dan pedesaan. Jika di awal pergantian milenium perbandingan jumlah penduduk yang tinggal di kota dan di desa adalah 1:1, maka pada tahun 2050 diperkirakan bahwa 2/3 penduduk dunia akan berada di perkotaan. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan kultur masyarakat yang amat penting.

Peta permasalahan lainnya adalah bahwa pada tahun 2025 40% penduduk dunia akan berada di negara yang persediaan airnya terbatas untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan secara mandiri. Dalam waktu dekat bumi akan ketambahan 2 atau 3 milyar penduduk yang perlu dipenuhi kebutuhan pangannya.
Kenaikan harga energi yang meroket akhir-akhir menyebabkan negara-negara miskin semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.

Peta permasalahan lain yang juga penting adalah pemerataan pendapatan atau distribusi ekonomi dunia yang jauh dari keadilan dan keseimbangan. Peta distribusi pendapatan global pada Human Development Report dari UNDP menunjukkan bahwa 1/5 (20%) penduduk termiskin, hanya menerima 1,4% dari seluruh pendapatan penduduk dunia, sementara 1/5 (20%) penduduk  terkaya menguasai 87,2% dari pendapatan total dunia. Kemiskinan adalah masalah lain yang perlu dipikirkan dan dipecahkan bersama sama. Menurut Bank Dunia, jika garis kemiskinan diset 1 USD per hari, maka 1,3 milyar penduduk dunia (hampir 20%) akan berada di bawah garis kemiskinan. Jika garis batas dibuat menjadi 3 USD per hari, maka 3.6 milyar (hampir 60%) penduduk dunia berada di bawah garis kemiskinan. (Sebagai perbandingan, batas kemiskinan untuk penduduk USA adalah 11 USD per hari). Ini berarti bahwa sebagaian besar penduduk dunia berada dalam kemiskinan. Krisis ekonomi di Asia telah menyebabkan kondisi semakin buruk. Di Indonesia misalnya, penduduk yang berada di batas absolut kemiskinan (1 USD per hari) berlipat dua dari 20 juta menjadi 40 juta penduduk. Tingkat kemiskinan bahkan demikian menyedihkan sehingga dokter-dokter di 2 klinik yang disurvei mengatakan bahwa tingkat kunjungan turun setengahnya karena pasien tidak lagi mampu  pembayar biaya konsultasi yang hanya kira-kira 5 sen per orang. Demikianlah di antara berbagai permasalahan global yang harus dipecahkan oleh manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.

Permasalahan-permasalahan global umat manusia tidak mungkin lagi diselesaikan secara individualistik. Itulah sebabnya diperlukan usaha kolektif untuk mengatasi permasalahan. Prinsip-prinsip pembelajaran bersama (collaborative learning) dalam hal ini dapat menjadi sebuah solusi produktif untuk mengatasi permasalahan bersama yang semakin kompleks dan bersifat lintas, antar, dan multi disiplin. Semua usaha akan semakin terarah jika dilakukan di dalam kerangka acuan dasar yang telah diajarkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya yaitu al-Qur’an dan As-Sunnah.

Demikianlah Islam sejak lama telah mengajarkan prinsip-prinsip selfdirected learning yang berlangsung sepanjang hayat (from cradle to gravel) dengan pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) dan kolaborasi (collaborative learning). Baru di pertengahan abad ke-20 pendidikan kedokteran modern di dunia barat mulai menerapkan (kembali) pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah tersebut, suatu perubahan yang (disangka) revolusioner saat itu.






Bagian II



35. Dan Kami berfirman: "Hai Adam diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.
36. Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan".
37. Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
38. Kami berfirman: "Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".
39. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Jelaslah bahwa Allah telah mempersiapkan Adam (manusia) sebagai khalifah pertama-tama dengan memberikan potensi ilmu pengetahuan yang dapat digali, ditemukan, disusun dan dikembangkan secara mandiri sesuai dengan tugas pokoknya sebagai hamba dan khalifah di muka bumi.

Hal selanjutnya dilakukan oleh Allah SWT untuk mempersiapkan Adam sebagai khalifah-Nya adalah dengan memberinya pengalaman nyata di Surga sebelum diterjunkan ke bumi (experiential learning). Menurut sebagian ulama, ada dua pengalaman penting yang dialami oleh Adam di surga, yaitu pengalaman baik dan pengalaman buruk.

Pengalaman baik adalah berada di surga yang semuanya serba lengkap dan sempurna sebagaimana digambarkan di dalam beberapa ayat al-Qur’an. Kebutuhan manusia telah tersedia di surga mulai dari yang paling dasar (jasmani) hingga yang paling tinggi berupa kepuasan yang bersifat ruhani. Pengalaman nyata tersebut memberikan pelajaran kepada Adam bahwa, sebagai kalifah di muka bumi, ia harus berusaha keras untuk mewujudkan kembali pengalaman empirisnya tersebut.

Pengalaman buruk adalah saat Adam terpedaya oleh syaitan, hingga Adam harus kehilangan segala nikmat surga, dijauhi Allah SWT. Pengalaman ini tentunya menjadi pelajaran berharga bagai Adam dan seluruh umat manusia untuk berhati-hati terhadap syaitan yang jelas akan selalu memusuhi manusia dan terus berupaya untuk memperdayakannya.

Pengalaman adalah guru yang paling berharga, demikian pepatah lama yang sering kita dengar. Namun, pengalaman nyata (concrete experience) ternyata menjadi kurang berharga jika tidak disertai refleksi. Dalam bahasa agama, hasil dari reflective observation sering disebut sebagai hikmah dari sebuah peristiwa. Refleksi akan membuat setiap episode di dalam perjalanan hidup kita menjadi sebuah pengalaman bermakna atau pelajaran berharga.

Di dalam sebuah proses pembelajaran, refleksi adalah satu mata rantai penting dari sebuah siklus pembelajaran. Menurut ilmu pendidikan, mengalami atau terlibat secara langsung di dalam suatu proses (concrete experience) dan melakukan refleksi atau memperhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang telah dialami (reflection atau reflective observation) adalah dua sisi paling dasar dari proses pembelajaran dengan pengalaman (experiential learning) yang sama pentingnya. Produktivitas sebuah proses pembelajaran sangat tergantung pada seberapa banyak lessons learned yang diperoleh melalui refleksi. Secara umum bahkan dapat dikatakan bahwa kemampuan melakukan refleksi adalah jati diri penting dari sebuah
entitas pembelajar, baik individu (learning entity), organisasi, (learning organization), maupun masyarakat (learning society). Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa hanya orang-orang berakal (men of understanding atau ulil-albab) yang dapat mengambil pelajaran.



Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah) (QS.2:269)

Al-Hikmah, selain ditafsirkan sebagai kefahaman yang dalam tentang al-Qur’an dan Sunnah, juga dapat dipahami lebih luas, sebagai pengetahuan yang jelas dan pemahaman yang mendalam, sesuatu yang mencerahkan, memotivasi, dan memberi inspirasi ke jalan yang baik dan benar serta kemampuan untuk berpikir, bersikap, berkata dan bertindak di jalan tersebut. Hikmah dalam hal ini memadukan aspek teoritis dan praksis meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Perintah untuk melakukan refleksi sebenarnya telah tersurat secara jelas di dalam salah satu surat yang sering kita baca. Di dalam Surat al-Hasyr(59):18. Allah SWT berfirman:

 



“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Di dalam ayat ini bahkan tersirat serangkaian siklus yang lengkap dari sebuah proses pembelajaran berdasarkan pengalaman (experiential learning), yaitu pengalaman nyata (concrete experience), refleksi (reflective observation), konsepsi abstrak (abstract conceptualization), dan percobaan aktif (active experimentation). Siklus ini saat ini lebih banyak diasosiasikan dengan D.A.Kolb sebagai Kolb’s EL Cycle. Bentuk experiential learning yang paling dasar yaitu Learning by Doing lebih banyak dikaitkan dengan filosofi belajar kuno Confusius di Cina yaitu ”I hear and I forget, I see and I remember, I do and I understand”.

Sangat berat amanah yang kita emban sebagai khalifah Allah di muka bumi. Tetapi Allah SWT telah mempersiapkan segalanya untuk manusia, termasuk potensi ilmu pengetahuan dan kemampuan untuk terus menerus menggali, menemukan, menyusun, dan mengembangkannya. Semoga kita dapat memanfaatkan potensi tersebut dan tidak menyia-nyiakannya. Berusaha menjadi entitas pembelajar yang produktif sepanjang hayat, mulai dari buaian hingga ke liang lahat. Dengan pemahaman bahwa belajar adalah bagian yang tidak terpisahkan dari misi hidup kita di bumi sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Wallahu’a’lam.

Wikipedia

Search results

AddThis

Bookmark and Share

Facebook Comment

Info Archive

Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Arief Natadiningrat :

"Kami berharap, negara ini tidak melupakan sejarah. Dulu sebelum kemerdekaan Bung Karno meminta dukungan keraton untuk bisa membuat NKRI terwujud, karena saat itu tak ada dana untuk mendirikan negara. Saat itu keraton-keraton menyerahkan harta yang mereka punya untuk kemerdekaan negara ini,"

http://nasional.kompas.com/read/2010/12/05/1725383/Para.Sultan.Dukung.Keistimewaan.Yogya

THE FSKN STATMENT IN SULTANATE OF BANJAR : SESUNGGUHNYA KETIKA RAJA - RAJA MEMBUAT KOMITMENT DGN BUNG KARNO DALAM MENDIRIKAN REPUBLIK INI , SEMUA KERAJAAN YG MENYERAHKAN KEDAULATAN DAN KEKAYAAN HARTA TANAHNYA , DIJANJIKAN MENJADI DAERAH ISTIMEWA. NAMUN PADA KENYATAANNYA ...HANYA
YOGYAKARTA YG DI PROSES SEBAGAI DAERAH ISTIMEWA ... AKANKAH AKAN MELEBAR SEPERTI KETIKA DI JANJIKAN ... HANYA TUHAN YG MAHA TAU. ( Sekjen - FSKN ) By: Kanjeng Pangeran Haryo Kusumodiningrat

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=177026175660364&set=a.105902269439422.11074.100000589496907