Oleh Ahmad Sanusi
Sultan Agung (memerintah 1613-1646), raja terbesar dari Mataram, menggantikan ayahandanya, Panembahan Seda (ing) Krapyak, setelah ayahandanya ini wafat pada tahun 1613. Dalam kenyataannya dia tidak memakai gelar sultan sampai tahun 1641; mula-mula dia bergelar pangeran atau panembahan dan sesudah tahun 1624 dia bergelar susuhunan (yang sering disingkat sunan, gelar yang juga diberikan kepada kesembilan wali). Namun demikian, disebut Sultan Agung sepanjang masa pemerintahannya dalam kronik-kronik Jawa, dan gelar ini biasanya dapat diterima oleh para sejarawan.
Bagian yang paling bersejarah dalam masa Mataram islam ini adalah perlawanannya terhadap kebijakan monopoli VOC di Batavia (Sunda Kelapa). Sebelumnya kota ini bernama Fatahillah, kemudian berganti menjadi Jayakarta, pada masa VOC diganti menjadi Batavia dan setelah merdeka dirubah lagi menjadi Jakarta sampai sekarang ini.
Merebut Batavia dari tangan VOC tidaklah mudah, mengingat jauhnya jarak dari Mataram (Yogyakarta) ke Batavia (Jakarta). Jarak yang harus ditempuh pasukan Mataram selama 90 hari perjalanan. Membutuhkan persiapan yang harus matang. Persediaan logistic pangan dan air minum harus mencukupi. Untuk itu harus membentuk daerah-daerah lumbung pangan bagi tentara Mataram sebelum pertempuran sebenarnya terjadi.
Karawang yang merupakan daerah yang masih hutan belantara dan berawa-rawa rencananya akan dibentuk menjadi lumbung pangan tersebut. Daerah ini pada Abad XV adalah tempat ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusup Idofi dari Champa yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro yang mendukung terhadap perjuangan melawan VOC. Sebagian besar masyarakat Karawang pada masa itu adalah seorang santri yang menjadi petani. Kondisi masyarakat dan geografis Karawang sangat cocok untuk mendukung serangan ke benteng-benteng VOC di Batavia.
Keberadaan daerah Karawang juga telah dikenal sejak Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Daerah Bogor, karena Karawang pada masa itu merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan Galuh Pakuan yang berpusat di Daerah Ciamis.
Luas Wilayah Kabupaten Karawang pada saat itu, tidak sama dengan luas Wilayah Kabupaten Karawang pada masa sekarang. Pada waktu itu luas Wilayah Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Purwakarta, Subang dan Karawang sendiri .
Setelah Kerajaan PaJajaran runtuh pada tahun 1579 Masehi, pada tahun 1580 Masehi berdiri Kerajaan Sumedanglarang sebagai penerus Kerajaan Pajajaran dengan Rajanya Prabu Geusan Ulun. Kerajaan Islam Sumedanglarang, pusat pemerintahannya di Dayeuhluhur dengan membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan,Sukakerta dan Karawang. Pada tahun 1608 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan oleh putranya Ranggagempol Kusumahdinata.
Ranggagempol Kusumahdinata sebagai Raja Sumendanglarang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Sultan Agung dan mengakui kekuasaan Mataram. Maka pada Tahun 1620, Ranggagempol Kusumahdinata menghadap ke Mataram dan menyerahkan kerajaan Sumedanglarang di bawah naungan Kerajaan Mataram.
Ranggagempol Kusumahdinata oleh Sultan Agung diangkat menjadi Bupati (Wadana) untuk tanah Sunda dengan batas-batas wilayah disebelah Timur Kali Cipamali, disebelah Barat Kali Cisadane, disebelah Utara Laut Jawa, dan disebelah Selatan Laut Kidul.
Pada Tahun 1624 Ranggagempol Kusumahdinata wafat, dan sebagai penggantinya Sultan Agung mengangkat Ranggagede, Putra Prabu Geusan Ulun.
Pada Tahun 1624, Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung, Jawa Timur untuk berangkat ke Karawang dengan membawa 1000 Prajurit dengan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan tujuan untuk membentuk Karawang sebagai pusat logistic pangan sebagai persiapan melawan VOC di Batavia dengan membangun gudang-gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.
Langkah awal yang dilakukan Aria Surengrono adalah dengan mendirikan 3 (tiga) Desa yaitu Waringinpitu (Telukjambe), Desa Parakansapi (di Kecamatan Pangkalan yang sekarang telah terendam Waduk Jatiluhur) dan Desa Adiarsa (Sekarang ternlasuk di Kecamatan Karawang Barat), dengan pusat kekuatan di ditempatkan di Desa Waringinpitu.
Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dengan Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakan kepada Sultan Agung. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai angqapan bahwa tuqas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan.
Demi menjaga keselamatan Wilayah Kerajaan Mataram sebelah barat, pada tahun 1628 dan 1629, bala tentara Kerajaan Mataram diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia. Namun serangan ini gagal disebabkan keadaan medan yang sangat berat. Sultan Agung kemudian menetapkan Daerah Karawang sebagai pusat logistik yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung berada dibawah pengawasan Mataram serta harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang sehingga mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun pesawahan guna mendukung pengadaan logistik dalam rencana penyerangan kembali terhadap VOC (belanda) di Batavia.
Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa Sari Galuh dengan membawa 1.000 prajurit dengan keluarganya menuju Karawang. Tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang dianggap gagal.
Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya langsung dilaporkan kepada Sultan Agung. Atas keberhasilannya Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugrahi jabatan Wedana (Setingkat Bupati) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama "Karosinjang".
Setelah penganugrahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dahulu ke Galuh untuk menjenguk keluarganya.Atas takdir IIlahi Beliau kemudian wafat saat berada di Galuh.
Setelah Wiraperbangsa Wafat, Jabatan Bupati di Karawang dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677.
Pada abad XVII kerajaan terbesar di Pulau Jawa adalah Mataram, dengan raja yang terkenal yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo. la tidak menginginkan wilayah Nusantara diduduki atau dijajah oleh bangsa lain dan ingin mempersatukan Nusantara.
Dalam upaya mengusir VOC yang telah menanamkan kekuasaan di Batavia, Sultan Agung mempersiapkan diri dengan terlebih dahulu menguasai daerah Karawang, untuk dijadikan sebagai basis atau pangkal perjuangan dalam menyerang VOC.
Ranggagede diperintahnya untuk mempersiapkan bala tentara/prajurit dan logistik dengan membuka lahan-Iahan pertanian, yang kemudian berkembang menjadi lumbung padi.
Tanggal 14 September 1633 Masehi, bertepatan dengan tanggal 10 Maulud 1043 Hijriah, Sultan Agung melantik Singaperbangsa sebagai Bupati Karawang yang pertama, sehingga secara tradisi setiap tanggal 10 Maulud diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Karawang.
Berawal dari sejarah tersebut dan perjuangan persiapan proklamasi kemerdekaan RI, Karawang lebih dikenal dengan julukan sebagai kota pangkal perjuangan dan daerah lumbung padi Jawa Barat.
Sumber Pustaka :
1. A. Sartono Kartodihardjo, Prof. Dr., Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900, Cet. III, Jakarta, PT Gramedia, 1992.
2. Abdurrahman Mas’ud, MA. Ph.D, Intelektual Pesantren (perhelatan agama dan tradisi), Yogyakarta, LKis, 2004
3. Darsiti Soeratman, Prof. Dr., Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1930, Yogyakarta, Yayasan Untuk Indonesia, 2000.
4. H.J. De Graaf, Geschiedenis van Indonesie, Bandung, W. van Hoeve, 1949.
5. www.karawangkab.go.id