Ada apa di Karawang? Masyarakat Indonesia beberapa waktu mendatang mungkin akan memberikan jawaban yang baru mengenai ciri khas kota Karawang, selain tiga jawaban klasik sebagai Lumbung Padi, Lokasi komplek Candi Tertua yang ada di Indonesia yaitu Candi Jiwa di Batujaya Karawang dan jadi judul puisi Chairil Anwar Karawang-Bekasi. Jawaban keempat tentunya berkaitan dengan rencana pembangunan Galeri Nasional Jejak Peradaban Kerajaan dan Kesultanan Nusantara yang rencananya akan di bangun di kota Pantura tersebut.

Kepastian kalau Kota Karawang akan dijadikan lokasi Galeri Nasional Jejak Peradaban Nusantara terlihat dengan keseriusan belasan Raja dan Sultan se-Nusantara lengkap dengan pakaian adatnya, mendatangi Gedung Sate dan langsung diterima Wagub Jabar Dede Yusuf di Menara Gedung Sate Rabu Kemarin (23/6). Kedatangan para raja dan sultan ini membahas pembangunan Galeri Nasional Jejak Peradaban Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, yang rencananya akan di buat di Karawang.

Sultan Sepuh XIV dari Keraton Kasepuhan Cirebon, PRA Arif Natadiningrat, yang menjadi perwakilan dan juru bicara rombongan sultan dan raja itu menjelaskan kalau “Pembuatan galeri ini termasuk mimpi SBY untuk melestarikan adat, seni sejarah dan budaya bangsa,” Menurut Sultan Arif yang secara resmi menjadi Sultan Sepuh XIV Kasepuhan Cirebon sejak tanggal 9/6 kemarin, raja dan sultan se-Nusantara sendiri sudah berinisiatif mengambil langkah dan berkomunikasi dengan presiden dan sejumlah menteri. Seperti Menkokesra, Menparbud, Mensesneg dan Mendagri.

Salah satu alasan dipilihnya Jabar sebagai lokasi galeri dikatakan Sultan Arif karena Jabar memiliki sejarah peradaban yang panjang. “Kami atas nama raja dan sultan akan memohon pada presiden untuk menyetujui lokasi di Karawang itu,” katanya.

Kenapa Karawang?

Di karawang memang jejak tertua peradaban Nusantara telah ditemukan yaitu lokasi komplek Candi Jiwa yang luas. Sebelumnya, dari pelajaran sejarah kita ketahui sejarah tertua kerajaan Nusantara adalah kerajaan Kalingga di Kalimantan dan Taruma Negara di Jawa Barat yang berkisar antara abad 6 sampai 7 Masehi. Namun, jejak di Candi Jiwa menunjukkan kalau peradaban Nusantara di Jawa Barat menunjukkan tarik yang lebih tua yaitu sekitar awal abad Masehi, bahkan dengan kemungkinan tarik tahunnya lebih mundur kebelakang.

Komplek Candi Jiwa, Batu Jaya Karawang, sumber gambar : Wikipedia Indonesia

Dalam buku sejarah Wangsakerta dari Cirebon yang mengundang polemik beberapa tahun sebelumnya, Wangsakerta mencatat jejak-jejak peradaban Nusantara dimulai sekitar awal tahun masehi. Sejarah Nusantara sendiri nampaknya memasuki periode remang-remang sampai gelap sepanjang 500 tahun pertama awal masehi. Khususnya masa-masa ketika awal mula masuknya agama Hindu dan Budha.

Antara tahun 500 sampai 800 M jejak-jejak peradaban Nusantara ditemukan dengan adanya peninggalan Candi-candi Besar di Palembang, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dan selama peridoe itu memang tidak ada jejak sama sekali adanya bangunan besar di Jawa Barat sampai komplek Candi Jiwa yang ditutupi unur secara misterius ditemukan kembali dan baru tahun 1984 diteliti oleh Universitas Indonesia dengan hasil mengejutkan kalau komplek Candi Jiwa dibuat sekitar abad ke-2 Masehi (sekitar tahun 1 – 100 M).

Peneliti sejarah modern mengendus kalau di pertengahan milenium pertama itu Gunung Krakatau pada tahun 535 Masehi meletus dan mengubah Planet Bumi. Itu menurut telusuran Buku Krakatau oleh Simon Winchester yang membuka mata kita bahwa salah satu Gunung Api di Indonesia menjadi penentu nasib seluruh penghuni Planet Bumi. Gunung Krakatau tercatat pernah meletus tahun 535 Masehi, 1680 Masehi dan terakhir tahun 1883 Masehi yang menenggelamkan wilayah Banten dan Lampung (lihat Syair Lampung Karam). Catatan sejarah Indonesia, baik sejarah Wangsakerta maupun yang lainnya sama sekali tidak mencatat peristiwa tahun 535 Masehi tersebut padahal penelitian modern membuktikan dengan suatu simulasi modern kalau letusan Krakatau tahun 535 Masehi itulah yang membentuk manusia modern saat ini dan pengaruhnya sangat luas terutama munculnya Islam sebagai agama besar, seiring dengan jatuh bangunnya banyak kekaisaran-kekaisaran besar di dunia (simulasi lainnya yaitu letusan Krakatau 1883 dapat dilihat disini). Hanya buku sejarah Raja-raja purwa saja yang lamat-lamat melukiskan letusan dahsyat Gunung Batuwara yang diduga Krakatau. Ronggowarsito mengulas bahwa Krakatau yang di sebutnya Gunung Kapi atau Karang Api pernah meletus setidaknya beberapa kali sejak tahun 416 Masehi, 535 M, 1680 M, dan yang terakhir 1883 M. Itu yang terekam, ada juga selentingan bahwa di abad 9 sampai 14 Masehi Krakatau juga pernah meletus sebanyak 7 kali.

Dipilihnya kota Karawang sebagai lokasi Galeri Nasional Jejak Kerajaraan dan Kesultanan Nusantara nampaknya memang menjadi suatu pilihan alternatif yang cukup beralasan secara kesejarahan mengingat kota yang semula hanya di kenal sebagai lumbung padi ini mempunyai harta karun terpendam berupa peninggalan sejarah kuno Nusantara. Di sepanjang pantura mulai dari Bekasi , Karawang, bahkan mungkin sampai Cirebon yang baru-baru ini di hangatkan dengan temuan harta karun bawah laut dinast Fathimid yang telah berusia 1000 tahun, memang telah ditemukan jejak-jejak hunian kuno yang sudah mengenal logam mulia seperti emas dan liontin lingkaran yaitu Horizon Buni di wilayah kecamatan Teluk Pucung, Babelan, Bekasi Utara. Lokasi Horizon Buni saat ini terancam sirna akibat perluasan kota dan pembangunan di daerah tersebut.

Selain alasan yang sifatnya kesejarahan kuno, dalam periode penyebaran Agama Islam, Jabar juga dianggap sebagai daerah penyebaran Islam di Indonesia yang dipimpin Syeh Kuro di Karawang dan Sunan Gunung Jati di Cirebon. ”Pertimbangan ini juga didasari karena Jabar sebagai pintu gerbang yang mengantar kemerdekaan RI, yang dimulai dari Rengasdengklok dan bukti sejarah besar lain seperti tempat digelarnya Konferensi Asia-Afrika di Bandung,” PRA Arif Natadiningrat seperti di kutip harian Seputar Indonesia.

Taman Mini Kedua

Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf memberikan apresiasi positif atas perekomendasian Jabar sebagai wilayah untuk membangun galeri peradaban raja dan sultan Nusantara. Pilihan ini bukan semata asal tunjuk saja, melainkan memiliki makna yang luar biasa bagi Jabar. ”Usulan ini tidak begitu saja ditunjuk.Pasti melalui mekanisme dan proses yang panjang dilakukan para raja dan sultan. Kami menghargai hal ini. Apalagi menurutnya, lokasi tersebut begitu strategis. “Dari jakarta jaraknya paling hanya 1 jam, sementara Jakarta jadi pintu gerbanyanya,” ujar Dede.

Dede pun optimis nantinya galeri akan sangat diminati masyarakat luas. meski belum menyebut berapa biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan galeri tersebut, namun Dede menyebut dana pembangunan galeri akan berasal dari APBN.

Pertemuan antara para raja dan sultan sendiri berlangsung tertutup. Sehingga Dede belum bisa menyampaikan bagaimana hasilnya. Disebut-sebut, konsep galeri yang akan dibangun di Jabar itu nantinya akan mirip seperti Taman Mini Indonesia Indah. Hanya saja yang membedakan didalamnya akan berisi keraton dan kesultanan yang ada di Nusantara.

atmnd, dari Horison Buni, Babelan,Bekasi

Referensi & Berita :